Part.13

60 4 0
                                    

"Adik!?!" Ucapku lirih

Sesuatu yang muncul dari semak itu adalah adikku. Aku yakin aku salah lihat sehingga aku mengucek-ngucek mataku, karena kukira ini hanya mimpi. Tapi Adikku tetap berdiri didepanku diam dengan wajah pucat pasi seperti anak laki-laki yang kutemui saat main petak umpat dulu dipinggir hutan.

Aku kaget, bingung dan tak percaya, karena tak mungkin adikku yang manja dan tak bisa jauh dari Ibuku itu ada dihutan ini sendiriankan? Dia lalu mengulurkan tangannya kepadaku, saat aku mengangkat tanganku untuk menyambut uluran tangannya, tiba-tiba Mudin datang mengejutkanku dari belakang.

Aku segera berbalik kearah Mudin yang sedang memegang sarang burung. Ketika aku berbalik kearah adikku, dia sudah tak ada lagi, aku rasa itu mungkin ilusi atau nyata? Entahlah aku tak mengerti, dan aku juga tak mau cerita sama Mudin takut dikiranya gila atau hanya bicara omong kosong.

"Lihat nih, ternyata telurnya sudah menetas" ujar Mudin sambil menunjukkan sarang burung yang dipegangnya tersebut.

"Lucunya, burung apa ini?" tanyaku saat melihat kesarang yang didalamnya ada dua ekor anak burung yang baru ditumbuhi bulu-bulu halus.

"Ini anak burung punai" jawab Mudin.

"Punai, burung apa itu?"

"Sejenis burung merpati hutan, tapi warnanya hijau, dan dadanya bewarna kuning"

"Owh bagusnya, pengen dah lihat besarnya"

"Ini bawa saja! Trus kamu pelihara dengan baik dan jangan lupa kasih makan"

"Tidak bisa, Aku tidak bisa merawat burung, trus kalau aku sekolah siapa yang memberinya makan? Ayahku kerja terus Ibuku alergi bulu hewan" jelasku "Kamu saja deh yang rawat pasti lebih baik! Nanti kalau liburankan aku kesini juga dan pastinya dia sudah besarkan?"

"Baiklah kalau begitu" ujar Mudin sambil mengangguk-angguk.

Lalu kamipun keluar dari hutan yang mulai gelap karena kabut yang makin tebal. Anehnya suara-suara binatang dihutan ini baru terdengar sekarang, terus tadi kemana saja?

***

Malamnya, Ibuku menyuruh agar cepat tidur karena besok pagi kami akan pulang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Malamnya, Ibuku menyuruh agar cepat tidur karena besok pagi kami akan pulang. Tapi aku tak bisa tidur cepat kalau dirumah Kakek, karena suara mesin genset atau mesin yang bisa mengantarkan arus listrik tersebut berbunyi keras sekali. Dikampung Kakekku ini belum masuk listrik, makanya Kakekku menggunakan mesin tersebut untuk penerangan.

Dari luar kamar, Mudin berteriak agar aku keluar untuk melihat kunang-kunang. Aku yang mendengar hal itu langsung meloncat dari tempat tidurku dan berlari keluar menemui Mudin, pastinya setelah minta ijin dengan orang tuaku.

Kami biasanya melihat kunang-kunang didermaga dekat rumah Kakekku. Aku merasa tertegun dan merasa takhjub saat melihat ribuan atau mungkin jutaan kunang-kunang yang berada diatas pohon manggrove didekat dermaga berkilau kelap kelip seperti pohon natal. Beberapa terbang pindah dari pohon yang satu kepohon yang lain.

"Lihat ini!!!" teriak Mudin sambil menggoyang-goyangkan pohon manggove didekatnya, yang diatasnya dipenuhi kunang-kunang.

Aku, Airin dan Jumbran terperangah melihat hal yang menakjuban luar biasa setelah Mudin menggoyang-goyangkan pohon tersebut.

Ribuan kunang-kunang berjatuhan dan terbang sebelum menyentuh tanah, sekarang mereka berterbangan kesana kemari disekitar kami. Aku berusaha menangkap kunang-kunang yang berada didepan wajahku. Malam ini adalah malam terindah, karena malam ini kunang-kunangnya lebih banyak dan lebih terang dari malam-malam sebelumnya.

Tampak Airin mengumpulkan kunang-kunang didalam sebuah toples bening dan begitu pula dengan Jumbran. Lalu Mudin membawa dua toples kosong dan memberikan satu kepadaku toples kosong untuk diisi kunang-kunang. Aku bahagia sekali, rasanya aku tak mau pergi dari sini, tapi apa dayaku, karena waktu liburan sekolahku juga hampir usai, dan besok aku harus pergi meninggalkan kampung halaman Kakekku yang permai dan indah ini.

 Aku bahagia sekali, rasanya aku tak mau pergi dari sini, tapi apa dayaku, karena waktu liburan sekolahku juga hampir usai, dan besok aku harus pergi meninggalkan kampung halaman Kakekku yang permai dan indah ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
MEMORY IN THE GRANDFATHER VILLAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang