Zayn's POV
"ZAAYYNNN!!"
"Ah, ya, ada apa?"
Aku terkesiap mendengar teriakkan yang cukup memekikkan telingaku. Louis, Liam, dan Niall yang sedang duduk di meja makan bersamaku menatap kesal ke arahku. Sepertinya aku terlalu lama melamun.
"Apa yang kau fikirkan sih? Dari tadi Liam mengajakmu bicara tapi kau hanya diam. Kau kenapa?" Louis angkat bicara.
Aku hanya memutar bola mataku malas. Sungguh, aku sedang malas untuk berbicara hari ini. Tidak ada semangat sama sekali. Bahkan makanan di depanku masih utuh belum ku sentuh sedikitpun. Mood makanku juga menghilang.
Akhirnya aku memutuskan untuk beranjak bangun. Seakan tidak peduli dengan tatapan Louis, Liam, dan Niall yang menatap tajam ke arahku, aku langsung berjalan menuju kamarku. Biar saja mereka mendumal tentangku. Aku sendiri tidak peduli.
Saat aku berjalan melewati ruang santai, di sana ada Harry yang sedang duduk di sofa sambil menonton tv. Harry menatapku sekilas, kemudian kembali menatap tv lagi. Aku menghela nafas berat, dan kembali melanjutkan langkahku menuju kamar.
Sesampainya di kamar, aku langsung menjatuhkan tubuhku di kasur. Rasanya otakku terlalu penat. Fikiranku berkeliaran kemana-mana. Aku sudah seperti manusia yang memiliki raga tapi tidak bernyawa. Semangatku seakan memudar ditelan oleh kepergiannya.
Ya, dia, Gabriella Russel.
Sebagian hatiku yang menghilang.
Tiga bulan. Tiga bulan bukanlah waktu yang sebentar untuk menahan rindu. Tiga bulan bukanlah waktu yang sebentar untuk menahan semua perasaan yang bergejolak di dalam hatiku.I miss her, so bad.
Jika ditanya apa aku masih mencintainya? Jawabannya tentu.
Aku masih mencin---salah, maksudku aku selalu mencintainya. Mencintai Gabby. Sekalipun jarak membentang diantara kami. Sekalipun aku tidak tahu keberadaannya sekarang.
Sebut aku bodoh, aku bahkan tidak mengetahui keberadaan kekasihku sendiri. Setelah kembali ke London, rumah Gabby sudah tampak sepi. Aku mencarinya ke rumah sakit tempatnya di rawat, tapi ia tidak ada. Aku mencarinya hampir ke seluruh pelosok London, tapi aku tetap tidak menemukan sosok Gabby.
Apa perlu ku jelaskan seberapa frustasinya aku saat itu?
Aku mengurung diri di kamar seharian. Mencoba menghubungi Gabby tapi tidak bisa. Begitu juga dengan Ackley. Aku mencoba bertanya pada Jo, tapi ia juga tidak tahu Gabby pergi kemana. Yang ia tahu, sehari setelah keberangkatanku ke New Zealand, Gabby pamit padanya untuk pergi dari London tapi ia tidak mau menyebutkan kemana akan pergi.
Sesak? Tentu saja.
Aku benar-benar mengutuk diriku sendiri yang dengan mudahnya menuruti perintah management. Aku muak terus berakting di depan paparazzi dan fans. Aku muak harus terus membohongi perasaanku. Dan terlebih lagi, aku muak harus mengakui jika lagi-lagi aku membuat gadis yang aku cintai menangis karenaku.
Ya, aku kembali membuatnya menangis.
Rasanya aku ingin memukul wajahku sendiri saat menyadari hal itu. Aku mencintainya tapi aku tidak bisa menjaga perasaannya. Aku mencintainya tapi aku selalu menjadi alasan dibalik tangisannya. Terlalu bodoh memang.
Dan terkadang aku benci dengan hidupku sendiri. Kisah cintaku selalu berakhir menyakitkan. Masalah selalu datang bertubi-tubi seiring dengan kebahagian yang perlahan mulai memudar. Mungkin sebagian orang menganggap hal ini adalah biasa. Hanya sebuah cobaan yang ingin mengukur sejauh mana kekuatan cinta seseorang.
![](https://img.wattpad.com/cover/5433586-288-k37876.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Because Of You [ One Direction ]
Fanfiction[COMPLETED] Gabriella Russel-atau Gabby- kembali bertemu dengan seseorang yang sudah lima tahun menghilang dari hidupnya. Harry Styles. Tapi sekarang keadaannya sudah berubah. Harry sudah melupakannya. Atau lebih tepatnya tidak mengingatnya. Dan Gab...