3.Lagu Kesukaan

2.6K 157 21
                                    

BRUK!

Hari ini aku menaruh tas dengan kurang santai di kursi barisan ke 4.

Barusan mood ku sudah dibuat kacau oleh mobil yang melaju sangat kencang saat aku hendak menuju gerbang sekolah beberapa menit yang lalu. Lajunya yang kecang itu memberi ku jejak cipratan air bekas hujan semalam.

Hal itu menbuat setengah dari bagian seragam ku basah. Mana hari ini ulangan harian fisika, lagi! Dasar mobil seenaknya.

Aku hanya mengucapkan sumpah serapah dalam hati sambil mencengkram-cengkramkan tanganku seperti orang yang mau nonjok.

Ngomong-ngomong, dimana Mutia?Biasanya jam segini sudah datang.

Suara gaduh memenuhi bagian pojok kelas. Segerombolan anak cowok sedang bermain entah apa. "Anjir, lo! Curang!"

"Permisi, ada ketua kelas?"
Itu pertanyaan dari Bu Dessy, guru yang sedang piket hari ini. Kehadirannya bagaikan mejik yang langsung menyulap keadaan kelas menjadi tak bergeming.

"Ya, saya." Dona dengan rambut yang dikuncir kuda itu berdiri dari duduknya dan menghampiri.

Dona si ketua kelas yang gesrek. Dia terpilih karena dia mengacungkan dirinya sendiri, menjadi sukarelawan. Karena saat pembagian struktur kelas, tak ada satupun anak yang ingin menjadi ketua kelas. Saat ditanya mengapa ia mengajukan diri, Dona malah menjawab enteng. "Ya biar bisa nyuruh-nyuruh, lah."

Dia juga pernah menyuruh semua anak agar kompak tidak mengerjakan tugas PKN yang dititipkan karena gurunya tak bisa hadir ke kelas. "Gak apa-apa lah sesekali. Kita buat sejarah: Satu kelas kompak nggak ngumpul tugas. Bravo! Bravo!"

Aku memperhatikan Bu Dessy yang sedang berbicara dengan Dona dan memberikan surat yang terbungkus amplop putih diambang pintu kelas. Tak lama, ia lalu pergi.

"Surat apa, Don?" Beberapa anak sibuk memberikan pertanyaan semacam itu saat Dona kembali lagi menuju kursinya.

"Surat izin, Mutia sakit."

Disaat kedua telingaku mendengar kata "Mutia", dengan reflek nya aku menatap Dona beberapa detik. "Apa?" tanyanya. Aku lalu menggeleng cepat dan segera mengeluarkan ponsel.

Aku mencari nama Mutia di daftar kontak dan menelfonnya.

Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif. Cobalah beberapa saat lagi.

"Angkat, dong"

Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif. Cobalah beberapa saat lagi.

"HUAAAAAAAA, SEPI DEH HARI INI!!!!" Teriakkan ku membuat semua penghuni kelas menatap dengan kompak. Aku merengek di atas meja.

"Berisik nih bunglon!" celetuk salah satu anak. "Tau, ganggu aje." celetuk yang lainnya.

Lalu, giliran Bagas yang sekarang nyelutuk. "Tenang! ada gue kok. Nanti ke kantin bareng ya, cantik."

Seketika semua nyawa di kelas mengeluarkan nada yang seirama. "Ciee.. Gasnat.. Bagas-Natta.."

"Ha ha ha"

Sebagian yang lainnya heboh mengumpat Bagas.

"Yeee, upil dugong ngaca dong!"

"Begaya amat bocah, yak."

"Inget tampang woy."

"Sorakin aeeee dah!"

Uuuu...uuuu..

Di tengah keributan, aku membalas godaan Bagas itu. "Ogah! Mending nggak usah jajan daripada harus ke kantin sama lo." Mataku melotot. Hampir mau keluar, hampir.

Hari ItuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang