6.Menaklukan Ayah

2K 160 8
                                    

KREERRR...kreeerrr....

Hari seninku disambut meriah oleh bunyi alarm. Aku menggeliyat geliyut di atas kasur sebelum pergi mandi, sarapan, dan berangkat sekolah. Aku hari ini berangkat naik angkot, kantor ayah diliburkan karena suatu hal. Jadi, tadi pagi, Ayah tidak pergi bekerja hari ini dan menyibukkan dirinya, mengecat rumah bagian luar.

Ayah sangat rajin karena sempat-sempatnya menyibukkan diri mengecat, jadi aku bertanya. "Kok warna dindingnya di ganti, yah?"

"Suasana baru." jawabnya santai.

Hari senin, hari dimana seluruh murid di Indonesia melakukan ritual pagi yang sama: Upacara bendera. Aku berdiri di barisan hampir belakang, karena aku memiliki postur tubuh yang lumayan jangkung. Aku melirik barisan kelas IPS 3, tepatnya kelas Defa. Disana, aku melihat Defa dan kawannya terlihat sedang tertawa-tawa tanpa suara. Lebih tepatnya lagi, gak niat upacara!

Tidak lama dari itu, kedua kawan Defa yang tadi ikutan bercanda, pergi dan melangkah ke UKS. Langkahnya di buat sok lemas tanpa gairah. Bisa langsung ku simpulkan, itu pasti Acting. Itu hanyalah tipuan belaka mereka, untuk tidak mengikuti upacara sampai selesai.

Di depan, sedang ada kepala sekolah yang memberikan amanat. Aku tidak sepenuhnya mendengarkan, karena aku sibuk melirik Defa. Defa, saat itu, terlihat sedang menutupi bagian keningnya dengan kedua tangan, bibirnya terlihat komat-kamit, seperti sedang menirukan omongan kepala sekolah di depan! Aku menahan tawaku yang hampir meledak.

Saat upacara sudah mencapai penutupan, semua murid disuruh untuk jangan kembali ke kelas dulu.

Ada apa lagi, sih?

"Pengumuman." Pak Faruq dengan wajahnya yang selalu terlihat menyeramkan sedang memegang mic didepan. "untuk nama yang disebut berikut ini, diharapkan menemui saya di ruang BK."

Aku ada perasaan tidak enak. Pasti ada nama Defa disitu. Ini pasti gara-gara tragedi Rayyan kemarin!

"Naufal Bagaswara.. Evan Sebastian.. Defanro Gashraffatar.. Ridho Mauli Zaka... Daffa Ramlan.." Nggak salah lagi. Ada nama Defa terkena absennya.

Ini pasti tentang Baksit yang berantem sama Bossze. Ini semua gara-gara aku.

***

SAAT bel istirahat mengeluarkan bunyinya, aku langsung berlari untuk mencari Defa. Aku sangat mengkhawatirkannya. Kira-kira apa hukuman yang diberi pak Faruq untuknya?

Teringat percakapanku dengan Mutia saat dikelas tadi.

"Mut! Mutia!"

"Hmmmm.." Dia hanya bergumam sambil tetap fokus bermain game di ponselnya.

"Dengerin dulu dong!"

"Iya, iya, Apa?" Dia meletakkan ponselnya dan membalikkan badan kearahku.

"Mereka bakal kena skors nggak, ya?"

"Hah? Siapa?"

"Ituuu! Defa! sama anak Baksit yang lainnya." Aku menggaruk kepala.

"Pasti kena, lah! Udah parah banget itu." Mutia memanas-manaskan nada.

"Jangan gitu, dong!"

"Ditambah lagi, Defa kan murid baru, udah kena kasus aja, lagi." Sekarang timbul senyuman penuh arti menghiasi wajahnya.

"Tau, ah. Udah sana lanjutin main game nya!"

Mutia tertawa. "Lagian sih lo. Khawatir banget. Biarin aja lagi," Pundaknya naik turun. "mereka kan udah biasa."

Kedua bola mataku berputar, badanku beranjak tegak dari kursi, meninggalkan Mutia yang kembali asyik dengan game, menuju seseorang.

Hari ItuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang