5.Keluarga Defa

2K 140 16
                                    

RAGAKU terbangun dari tidur yang cukup pulas pada pukul delapan lima belas. Ini adalah hari minggu yang mendung. Awan di langit terlihat seperti sebentar lagi akan meneteskan air matanya. Aku turun ke bawah untuk membuat segelas teh hangat.

"Pagi, ma."

"Baru bangun, ya, tuan putri, ya."

Mendengar kata tuan putri, Aku langsung curiga dan teringat Defa lalu tanpa sadar bibirku tersenyum.

"Hey! Malah senyam-senyum."

Rambutku yang dicepol berantakan menghalangi keanyoman mataku, jadi kuusap-usap dengan kasar.

"Cuci muka dulu, sana." perintah Mama.

"Ayah mana?"

"Pergi mancing sama Pak Tatang."

Aku mengangguk dan pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka, sebelum melalukan niat awalku: membuat teh.

Setelah selesai, aku mendengar Mama seperti sedang mengobrol dengan seseorang. Aku berjalan menuju ruang depan sambil mendengarkan.

"Ha ha ha ha" Itu suara tertawa yang berasal dari Mama.

"Pantesan, ya, tante.."

Eits! Aku kenal suara itu!

Saat hampir sampai di ruang depan, aku malah mengintip dibalik dinding.

"Pantesan apa?"

"Anaknya cantik, mamanya aja cantik begini."

"Ha ha ha ha"

"Kalau begini, saya naksirnya sama mamanya aja, deh!"

Ekspresi Defa dibikinnya sok serius saat sedang bercanda bareng mama.

"Ah, kamu! Ngawur aja."

Cowok itu melihat sekeliling dan setelah merasa aman, ia kembali pada Mama dengan volume suara yang dikecilkan.

"Tante, main rahasia-rahasiaan, yuk."

Mama mengusap hidungnya sambil samar-samar menggeleng dan tersenyum. Aku bisa baca pikiran Mama: Ni anak ada-ada aja. "Kamu duluan, deh."

"Aku suka sama Natta."

Deg! Suasana lengang.

Aku kaget. Mukaku mulai memerah, untungnya masih bisa ku tangani. Ini pertama kalinya aku mendengar bahwa Defa menyukaiku. Karena biasanya, Defa menunjukkan perasaannya dengan aksi, bukan dengan lisan.

"Katanya, naksir sama mamanya.." Mama malah tidak terlihat kaget sama sekali. Dia hanya menanggapinya dengan santai. Untungnya, Mamaku ini bukan seperti kebanyakan Mama yang lain.

"Ah, mamanya udah keduluan sama Oom Rizal." Oke, dia tau darimana soal nama Ayahku?

Mama hanya menanggapinya dengan tertawa. Akhirnya aku gabung bareng mereka, karena pegal berdiri terus.

"Defa?" Aku berlagak seperti baru menyadari keberadaannya. Dia hanya terseyum sambil melambaikan tangannya.

"Naik apa kesini?"

"Motor."

"Aku ambilin minum, ya."

"Nggak usah, langsung pergi aja. Yuk." pergerakkan Defa beranjak tegak.

"Eh? mau kemana?"

"Ngajak kamu ke pasar. Tadi udah izin sama Mama."

"Iya, buruan siap-siap. Kasian Defa udah nungguin daritadi." Kata Mama.

Hari ItuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang