Chapter 21

4.6K 339 5
                                    

Gatra POV

Ku pacu mobil ini menuju tempat yang sudah aku pesan. Sebuah restoran yang ada di pinggir kota dengan suasana alami yang menenangkan.

Kini di sampingku sudah ada seorang yang sangat aku sayangi.
Ya, aku sudah tertarik dengan dia sejak dia memesan jus di kantin hampir dua tahun lalu. Siapa sangka aku bisa dekat dengan dia kini.

Yoga, bagiku dia tidaklah sempurna. Justru itu yang pas untukku. Aku ingin menjadi orang yang bisa membuat dia sempurna. Bukankah pasangan diciptakan untuk saling mengisi kekurangan.

Begitu pula dengan aku, aku ingin dia yang menigsi kekuarangan yang aku miliki.

Setelah sekitar satu jam aku dan Yoga sudah sampai di restoran yang aku pesan. Restoran ini dibuat senyaman mungkin bagaikan makan ditengah alam terbuka.

Tidak ada tembok di tempat makan pengunjung restoran ini. Yang ada hanyalah saung-saung yang bisa dipilih ditengah taman atau yang menjorok ke danau.

Tapi, kali ini aku memesan untuk yang menjorok ke danau. Untuk makanan aku juga sudah memesan beberapa menu, ikan gurame goreng kipas, lalapan, udang saus tiram, dan sambel terasi. Untuk minumnya aku pesan tiga buah kelapa muda utuh.

"Loh, kok tiga, Bang minumnya?" tanya Yoga.

"Kan sama Amir, Ga. Tapi gak tau kenapa dia belom dateng juga," jawab ku.

"Bentar gue telpon si Amir ya, Bang. Sayang nih makanan kalo gak abis. Hehehe ...," jawabnya sambil mengeluarkan ponsel pintar miliknya.

"Mir lo dimana? Oh gitu. Iya iya ... tapi makanannya udah dipesen banyak tau. Ya udah, gak papa, nanti gue sampein ke Bang Gatra. Oke," katanya kemudian menutup teleponnya.

"Yuk, Bang makan. Amir gak bisa. Katanya dia mau ketemu sama Cindy dan orang tuanya. Mendadak juga katanya. Oh iya, katanya dia juga mau nginep di sana Bang," ucap Yoga sambil mengambil makanan.

Kami pun makan dengan santai. Aku memperhatikan wajah manisnya. Dia sangat manis, mungkin orang mengira dia biasa aja, tapi bagiku tiada yang lebih manis darinya.

Aku pun meminta kelapa muda utuh untukku, tidak ditambah dengan gula. Aku takut diabetes, melihat Yoga saja aku sudah curiga gula darah ku naik drastis. Hahaha.

Tidak banyak pembicaraan saat makan. Aku tidak mau merusak selera makan Yoga. Dia terlihat sangat senang. Aku senang dia bisa melupakan sejenak cinta lamanya. Walau nanti suatu hari dia tau perasaanku, tapi aku tidak berharap banyak. Aku tidak mau memaksakan kehendak. Aku ingin dia mendapatkan yang terbaik untuknya. Dan jika mungkin itu bukan aku, aku siap mendukungnya.

"Ga, udah selesai makannya?" tanyaku karena melihat dia sudah tidak lagi menyentuh makanan.

"Udah, Bang. Udah kenyang banget nih," jawabnya polos.

"Kita jalan kelilingin restoran ini yuk, Ga. Di sana ada taman terbuka, indah banget," ajak ku.

Kami pun mengelilingi restoran ini. Sangat damai. Kami duduk di sebuah batu besar yang ada di taman dan memandangi bintang-bintang yang ada dilangit. Untunglah hari ini langit cerah. Jadi aku bisa menikmati dengan orang yang paling aku sayang.

Cukup lama kami disini, sampai akhirnya kami pulang karena sebenarnya sudah di usir secara halus oleh pemilik restoran.

Setelah membayar, aku dan Yoga langsung kembali ke mobil.

"Ga, makasih ya udah mau diajak jalan," ucapku.

"Gue yang harusnya makasih, Bang, Kan gue yang ditraktir dan diajak ke tempat super istimewa ini," jawabnya.

"Kamu seneng, Ga?" tanyaku singkat.

"Seneng banget lah. Makasih banyak ya, Bang," jawab Yoga yang membuat muka ku terasa panas, semoga muka ku gak merah karena saking senangnya.

Ku pacu mobil kembali ke rumah Amir. Hanya ada keheningan di dalam mobil kami. Tak lama kami sampai di rumah. Tapi ternyata Yoga sudah tertidur. Mungkin dia lelah setelah seharian memikirkan Bagus.

Sudah beberapa kali aku coba membangunkannya tapi tidak juga bangun. Terpaksa, sepertinya aku harus menggendongnya.

Aku keluar dari mobil dan memutar ke pintu di mana Yoga tertidur di dalamnya. Aku buka pintunya, kemudian aku buka sabuk pengaman yang melilit di tubuh Yoga.

Aku kini sangat dekat dengan wajahnya, begitu manis. Bibirnya begitu pas dengan mukanya, begitu ingin aku menciumnya. Tapi aku tidak ingin menyakitinya, aku juga tidak ingin dia jauh dari ku jika aku melakukan itu.

Kemudian aku gendong Yoga, ternyata dia berat juga yah. Hahaha. Lalu, aku menuju kamarnya dan segera membaringkannya dikasur.

Aku duduk sebentar di pinggir kasurnya sambil membelai rambut hitamnya yang lembut. Kemudian aku berdiri untuk kembali ke kamar ku. Tapi terasa tangan Yoga menahan kepergian ku.

"Bang Gatra, tidur di sini aja ya malam ini," pintanya. Mungkin sedang tidak sadar.

Aku pun tidak jadi kembali ke kamar. Aku hanya melepas jaket yang ku kenakan dan langsung merebahkan diri di sampingnya.

✴✴✴

Professor CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang