Pertapaan Pucangan yang terletak di lereng gunung Penanggungan kian hari semakin redup ditinggalkan oleh penghuninya. Sebuah pertapaan yang dulu di bangun oleh sang prabu Airlangga raja titisan sang Wisnu ini, kini tinggal ditempati oleh kakek tua dan dua muridnya saja.
Resi Puspanaga dengan setia tetap meneruskan semua ajaran dan tuntunan dari Resi Gentayu, nama lain dari Prabu Airlangga setelah menjadi pertapa di candi Belahan itu.
Sudah empat puluh hari lamanya, resi Puspanaga melakukan tapabrata memanjatkan do'a dan memasrahkan diri kepada Hyang Tunggal untuk mengetahui mengapa hatinya selalu dilanda keresahan. Malam terakhir saat orang tua itu melakukan tapabrata, tiba-tiba segumpal kabut menyelubungi sanggar tempat resi Puspanaga melakukan semedinya. Ruangan itu semakin lama seakan-akan berubah menjadi sebuah taman yang indah bagaikan di Indraloka, tempat sang dewa Indra berada.
" Bukalah matamu, ngger."
Sebuah suara yang sejuk penuh kehalusan dan kebijakan membangunkan pertapa Pucangan itu, dengan perlahan resi Puspanaga membuka matanya dan saat memandang kedepan dirinya bagaikan terkena dahsyatnya perbawa seorang yang memakai pakaian putih bersih layaknya pertapa suci.
Dengan segera resi Puspsnaga menghaturkan sembah hormatnya, dengan ngapurancang terhadap sosok suci itu.
"Mohon ampun Pikulun, hamba telah mengganggu ketenangan Pikulun." ucap resi Puspanaga.
"Sudahlah, ngger. Aku mengetahui apa yang kau rasakan akhir-akhir ini,tenangkanlah hatimu untuk menjalani kehidupan yang fana ini." sahut sosok suci itu.
"Oh jagat Dewa Bathara, mohon kiranya Pikulun memberikan petunjuk, Pikulun."
"Baiklah, ngger. Memang keyakinan tanah leluhur ini semakin hari akan terus menyusut seiring berkembangnya waktu,d engan adanya keyakinan baru yang dibawa dari tlatah berpadang pasir itu. Seharusnya membawa kedamaian di bumi jawadwipa ini, namun manusia tetaplah manusia yang memiliki nafsu dan keinginan yang kadangkala terlalu berlebihan dan membawa ataupun menyeret penderitaan kepada sesama. Dan memang tak bisa dipungkiri setiap kekuasaan akan mendatangkan keserakahan dalam jiwa yang lemah dan ringkih ini." ucap sosok pertapa itu.
"Begitupun denga masa ini, ngger. Demak yang telah menggantikan
Majapahit akan pudar oleh waktu,namun untuk mencegah kehancuran yang lebih parah,aku menitipkan batangan baja pilihan ini dan kitab ini,carilah seorang yang akan cocok dengan dua pusaka ini."
Lalu sosok itu telah mengeluarkan dua benda berwujud baja pilihan yang memancarkan cahaya putih benderang dan kitab dari kulit,yang diserahkan kepada resi Puspanaga.
Namun betapa terkejutnya resi Puspanaga,saat akan menerima dua benda itu,benda itu telah melesat kedalam tubuhnya dan hilang.
Sosok pertapa suci melihat kebingungan resi Puspanaga,hanya tersenyum lalu katanya,
"Sudahlah jangan bingung ngger,sekarang aku akan kembali ke alam kelanggengan dan ingatlah carilah seorang yang cocok dengan dua pusaka itu."
"Kasinggihan dawuh,pikulun."
Kembali resi Puspanaga dibuat tercengang manakala seekor burung garuda besar menukik dari udara dan berdiri disamping sosok pertapa suci yang tak lain resi Gentayu atau prabu Airlangga.Dengan sigap resi Gentayu menaiki garuda itu dan membuat garuda suci itu mengangkasa menembus langit.Bersamaan dengan itu taman indah itu kembali diselimuti kabut yang tebal dan pekat hingga membuat resi Puspanaga tak sadarkan diri.Dan saat sadar orang tua pertapa Pucangan itu madih duduk bersila di sanggarnya.
"Oh terimakasih Hyang Agung."desisnya mengucap syukur.
Dan ketika ia memandang kedepan,dihadapannya telah tergeletak bungkusan kain putih.Segera bungkusan itu ia buka dan betapa senangnya isi dalam bungkusan kain putih itu,dua benda berwujud kitab kulit dengan ada goresan cakra segi enam dengan tengahnya terdapat lambang garuda terbang dan satunya lagi benda berwujud sebatang besi pilihan yang memancarkan cahaya putih terang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Panasnya Langit Demak
Historical FictionCerita di tulis Marzuki Magetan. Sebuah cerita fiksi yang berlatar belakang Kerajaan Demak dibawah pemerintahan Sultan Trenggono