Suasana di bulak Gambiran sesaat menjadi sunyi,hanya desau angin yang menggerakkan pucuk daun dan rerumputan. Dua sosok tubuh tanpa nyawa mulai diselenggarakan oleh ki Sabdho dengan alat seadanya.Satu lubang yang tak terlalu dalam dibuat dengan banyak menyita waktu dan tenaga. Walau keadaan ki panji Simo masih payah,namun ia ikut membantu mengangkat mayat sepasang begal dari bulak dowo itu.
Setelah mayat itu dimasukan dan dikubur kembali dengan tanah,serta diatasnya ditimbuni batu supaya tak digali kembali hewan liar,kedua orang itu beristirahat di bawah pohon jati.
"Terima kasih ki Sabdho,jika waktu diujung bulak itu ki Sabdho tak mau bersama denganku,mungkin mayatku yang akan berbaring di bulak ini."ucap ki panji Simo.
"Ah ini semua hanyalah kebetulan saja ki panji,dan tentunya atas kehendak Yang Maha Agung."sahut ki Sabdho,merendah.
Oh ya ki panji,apakah ki Lodra itu benar seorang begal di bulak ini.?"
"aku rasa tidak ki,ki Lodra selama ini seorang prajurit pengawal adipati Japanan.Mungkin ia memang saudara seperguruan kakang Barong yang dimintanya membawaku kemari untuk membalaskan sakit hatinya terhadapku."jelas ki panji Simo.
Mendengar penjelasan serta dugaan keterlibatan ki Lodra,ki Sabdho termenung.
"Adakah yang mengganjal hatimu,ki.?tanya ki panji Simo.
"Benar ki panji,jika ki Lodra bukan salah satu orang yang bergelar sepasang begal bulak Gambiran,lalu siapa orang itu dan apakah dia tak berada di tlatah ini.?"
Prajurit pasukan khusus Japanan iru mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Entahlah ki,tapi yang jelas ki Lodra bukan salah satunya."
"Baiklah,o ya apa keadaan ki panji sudah baikan.?"
"Kurasa sudah mendingan ki,butir obat dari ki Sabdhi sangat manjur."
"Syukurlah,kalau begitu mari kita lanjutkan perjalanan ini."ajak ki Sabdho,yang kemudian membantu ki panji Simo menaiki kudanya.
Sesaat kamudian derap kaki kuda terdengar meninggalkan bulak Gambiran yang menakutkan.
***********
Malam yang gelap tanpa adanya sang candra telah menyelimuti kademangan Tegowangi.Seorang lelaki yang sudah berusia paruh baya,sedang sibuk membaca aksara pallawa yang tergurat di lembaran rontal. Di depannya seorang gadis kecil dengan sungguh-sungguh mendengarkan apa yang terucap dari lelaki tua itu.
"Ayah,apakah dewi Srikandi itu hebat.?"tanya gadis kecil itu polos.
Senyum mengembang menghiasi bibir orang tua itu,yang dikenal oleh orang sekitar candi Tegowangi empu Citrasena.
"Benar cah ayu,dewi Srikandi seorang wanita yang ikut dalam sebuah perang besar di Kurusetra antara Pandawa dan Kurawa.Dengan senjata panah ia berani menghadapi resi Bisma putra prabu Sentanu dan dewi Gangga."jelas empu Citrasena.
"wah,apakah aku bisa seperti dewi Srikandi,ayah.?"
"Hahaha tentu anakku,bila kau giat berlatih kau pasti bisa."
Keceriaan gadis kecil terasa menyerebak keluar menghiasi wajahnya yang ayu itu.
Di saat seperti itu dari luar rumah,terdengar derap kuda perlahan dan berhenti di depan halaman rumah empu Citrasena. Seekor kuda yang ditunggangi oleh lelaki berbadan tegap dengan pedang menghiasi samping lambungnya.Sebelum memasuki regol halaman,orang itu yang tak lain ki Sabdho telah turun dari kudanya dan masuk ke dalam regol.
"Oh kaukah itu,Sabdho.?"ucap empu Citrasena yang sudah berdiri di pringgitan.
"Iya paman,maaf malam-malam begini mengejutkan paman."sahut ki Sabdho yang mengikat tali kudanya di sebuah tonggak yang ada di halaman rumah empu Citrasena.
"Ah ini belumlah larut malam,lihat saja Ayu Andini masih terjaga."
ki Sabdho segera menaiki tlundhak dan menghampiri pamannya itu. Usai saling menanyakan kabar masing-masing,empu Citrasena menyuruh Ayu Andini untuk mengambil minuman dan beberapa potong ketela rebus yang masih tersisa di dapur.Dan sesaat kemudian Ayu Andini telah kembali dengan membawa nampan berisi minuman dan sepiring ketela rebus.
"Silahkan kakang.,maaf ketelanya sudah dingin."kata Ayu Andini menyilahkan.
"Ah kau begitu repot adikku yang ayu."sahut ki Sabdho,seraya menggoda putri angkat empu Citrasena itu.
"Ah kakang."
"Sudahlah Sabdho,makanlah dan jika sudah selesai dan ingin bebersih,kau masih ingatkan letak pakiwan di gubuk pamanmu ini.?"
"tentu aku ingat paman,semua sudut istana paman ini,bukan begitu adi Andini.?"
Gurauan itupun membuat suasana di rumah empu Citrasena,semakin hidup dan semarak.
Dan malam pun berjalan mengikuti waktu yang ditentukan.Di luar suasana yang sepi dan sunyi terasa kental menghiasi keadaan di pedesaan.Hanya suara binatang malam saja yang tanpak terdengar. Tanpa terasa dari ujung langit timur,cahaya kuning kemerahan terlihat menghiasi cakrawala itu.Kokok ayam pun ikut menyuarakan kegembiraan menyongsong hari baru itu.
Di pakiwan ki Sabdho telah selesai membersihkan diri dan melaksanakan kewajibannya. Sementara Ayu Andini tanpa mengeluh telah memasak di dapur dan mempersiapkan sarapan di pagi itu.kesigapannya dalam mempersiapkan sarapan,begitu cepat dan sigap layaknya wanita dewasa.
Dan akhirnya nasi beserta sayur bayam,sambel korek dengan lauk ikan terhidang di ruang dalam. Empu Citrasena pun mengajak ki Sabdho dan putri angkatnya untuk menyantap hidangan di pagi itu.
"Tak ku sangka ternyata adi Andini sangat tetampil seperti ini."puji ki Sabdho.
Mendengar pujian itu,ayu Andini hanya tersenyum.
Ketiganya dengan lahap menyantap hidangan itu hingga tuntas.Dan setelah usai,Ayu Andini segera membereskan sisa makanan itu dan membawa kembali ke dapur.
"Paman kedatanganku kemari selain menengok keadaan paman sekeluarga,juga atas permintaan dari resi Puspanaga."kata ki Sabdho,mengawali.
"Paman,resi Puspanaga yang masih berada di Pucangan ingin meminta bantuan paman."
"Bantuan apa,Sabdho.?"tanya empu Citrasena,yang mengerutkan keningnya.
"Entahlah paman,sang resi hanya memberikan pesan kepada paman bahwa di gunung Penanggungan ada bahan yang akan nembuat paman takjub."
Tampak orang tua itu mengernyitkan dahinya,lalu katanya,"baiklah aku akan memenuhi permintaan dari resi Puspanaga,tapi tentunya Ayu Andini akan ikut juga."
"Benarkah ayah akan mengajakku.?"tiba-tiba Ayu Andini menekankan kembali ucapan yang ia dengar itu.
"Iya nduk,asal kau menurut."
"Memangnya aku seorang gadis bengal ayah.?"sahut Ayu Andini,dengan wajah cemberut.
Namun hal itu membuat empu Citrasena dan ki Sabdho tertawa.
jilid 1 bag 8
.
Perjalanan ki Palon hari itu sampai di tanah perdikan Anjuk Ladang,yang berada di barat kali Brantas dan timur alas Saradan.Perjalanannya yang panjang itu masih setengah perjalanan dan masih melewati telatah perdikan Sagaten,Ngurawan dan baru di kadipaten Prana Raga.
Di siang itu,punakawan pertapaan Pucangan itu beristirahat di sebuah kedai yang berada di depan pintu regol padukuhan Sukomoro,sebuah padukuhan pinggir telatah tanah perdikan Anjuk Ladang.
"Silahkan kisanak,mau pesan makan apa.?"tanya pemilik kedai,dengan ramah.
"Terima kasih ki,aku pesan nasi Megana dan air degan."sahut ki Palon yang kemudian duduk di dingklik bambu petung dekat lubang angin-angin.
"Baiklah tuan,tunggu sebentar akan aku siapkan."
Dan tak lama kemudian apa yang dipesan ki Palon,terhidang di hadapannya.Dengan lahapnya orang dari gunung Penanggungan itu,menikmati nasi megana yang masih hangat dan segarnya air kelapa muda itu.
Namun suasana yang tenang itu terusik dengan datangnya anak pemilik kedai itu.Kedatangannya yang buru-buru dan dengan raut wajah kegelisahan,telah mencuri perhatian ki Palon.
"Bapak,lebih baik kedai ini ditutup saja.!"teriaknya dengan kegelisahan mencengkam hati pemuda itu.
"Memangnya ada apa Landong.?"
"Gawat pak,ki Jalak Pethak yang kalah sambung ayam dengan anak ki bekel ingin melumatkan padukuhan ini,lebih baik kita segera mengungsi."jelas Landong,yang masih gemetar tubuhnya.
Pemilik kedai itu pun langsung pucat mendengar perkataan dari anaknya itu,lalu katanya,"Apakah ki Jagabaya tak bertindak,ngger.?"
"Sudah pak,tapi ki Jagabaya bukan tandingan murid kyai Bagor itu,bahkan para bebahu pun dengan mudahnya dapat dirobohkan."
"Baiklah kalau begitu cepat kau kemasi dagangan,aku akan berbicara dengan kisanak itu."ucap pemilik kedai akhirnya.
Dengan berat hati pemilik kedai itu menghampiri ki Palon,yang pura-pura tak mengetahui keadaan sebenarnya.
"Tuan,mohon maaf bukannya aku mengusir tuan,tapi ini semua demi kebaikan dan keselamatan kisanak,silahkan pergi dari tempat ini."
"Memangnya ada apa ki.?"
"Sudahlah tuan,cepatlah pergi dari sini,sebelum orang yang bernama ki Jalak Pethak datang kemari."
Tak ingin menyusahkan pemilik kedai itu,maka ki Palon bangkit dari dingklik dan merogoh uang dari kampil dan membayar makanan dan minumannya.
"Baiklah ki,aku akan pergi."kata ki Palon dan membayar.
"Tak usah tuan,makanan dan minuman itu akan aku kasih cuma-cuma."pemilik kedai itu menolak uang pembayaran dari ki Palon.
"Terima kasih ki,atas kebaikannya."ucap ki Palon,lalu mengambil kain bungkusan di atas bangku dan keluar dari kedai itu.
Sepeninggalnya ki Palon,pemilik kedai itu segera mengemasi mangkuk dan piring yang terbuat dari tanah liat bekas makanan ki Palon.Tapi betapa terkejutnya pemilik kedai itu mengetahui ada beberapa keping uang yang betada di bawah piring itu.
"Ah orang itu memang orang yang berbudi luhur."ucapnya.
Tapi sebuah suara bantingan pintu kedai telah mengagetkan pemilik kedai dan anaknya.Setelah mengetahui siapa yang membanting daun pintu kedai itu,wajah kedua orang itu tampak memucat layaknya kapas putih. Di depan pintu seorang laki-laki yang sebaya dengan Landong berdiri dengan bertolak pinggang.
"He mengapa kalian berdiri mematung seperti tikus sawah.?cepat hidangkan tuak yang paling enak dan ayam panggang.!"teriak ki Jalak Pethak.
Betapa bingung dan gelisahnya pemilik kedai itu mendengar permintaan yang tak masuk akal itu.
"Ma maaf anakmas,kalau ayam panggang dengan cepat aku hidangkan,tapi kalau tuak di sini tak menyediakan,anakmas."
Bangsat ,beraninya kau menentang keinginanku,apa kau bosan hidup.?!"bentak ki Jalak Pethak,seraya menghantam daun pintu.
Akibatnya daun pintu itu pecah betantakan,dan membuat pemilik kedai dan anaknya menggigil ketakutan.
"Ampunilah aku anakmas,bukannya aku menentang kemauan anakmas,tapi sesungguhnya memang kedai ini tak menyediakan minuman..."
Belum sempat pemilik kedai itu menuntaskan perkataannya,sebuah tangan kekar telajh mencekik leher pemilik kedai itu,hingga membuat nafasnya sesak.
"Denmas,ampunilah bapakku.jika perlu biarlah aku yang menggantikan bapakku."pinta Landong.
"Hahaha baik kalau itu maumu,kunyuk.!"ki Jalak Pethak segera melepas cengkramam tangannya dan melempar pemilik kedai itu dengan kerasnya.
"Bapaaak.!"teriak Landong cemas.
Sesaat tubuh pemilik kedai itu akan membentur tiang kedai,namun sebuah bayangan dengan cepat menyambar tubuh pemilik kedai itu.
"Kau tak apa-apa kisanak.?"tanya bayangan yang menyelamatkan bapak Landong.
"Oh kau tuan,terima kasih aku tak apa-apa berkat tuan.."jawab pemilik kedai.
jilid 1 bagian 9
Rasa bersyukur telah menyelinap di hati Landong,yang mendapatkan orang tuanya selamat dari ulah ki Jalak Pethak.
Namun jauh berbeda dengan ki Jalak Pethak,kedatangan orang asing yang telah menyelamatkan pemilik kedai,membuat hatinya mendidih laksana kawah gunung Kelud.Matanya seketika memerah dan ingin melumat orang asing itu.
"He setan alas,siapa kau beraninya menghalang-halangi kesenanganku.!"hardik ki Jalak Pethak.
"Adi,bantulah bapakmu,aku akan berbicara dengan kisanak ini."kata orang yang menyelamatkan pemilik kedai,yang tak lain ki Palon.
Pada saat ia meninggalkan kedai,sebenarnya ia tak berjalan jauh.ki Palon yang ingin mengetahui kelanjutan dari permasalahan padukuhan Sukomoro,dengan diam-diam menyembunyikan kudanya dan selanjutnya kembali ke kedai.
"He apa kau tuli setan alas.!"bentak ki Jalak Pethak,yang merasa dirinya tak dihiraukan oleh ki Palon.
"Janganlah kau berteriak-teriak seperti itu kisanak,aku tidak tuli namun aku masih meminta adi ini merawat bapaknya."jawab ki Palon,tenang.
"Mengapa kisanak marah-marah tak karuan seperti itu kepada pemilik kedai yang memang tak menyediakan minuman keras.?"lanjut ki Palon.
"Itu bukan urusanmu,di tepian barat kali Brantas ini merupakan wilayahku,dan semua yang aku inginkan harus ada.!"
Mendengar perkataan ki Jalak Pethak,telinga ki Palon seperti mendengar dengung lebah dan ingin memukul lebah itu secepatnya.Tapi ia teringat petuah dari resi Puspanaga,untuk berlaku sabar dan mengedepankan kedamaian.
"Maaf kisanak,perbuatanmu itu jauh dari paugeran bebrayan,bahkan jika hal itu diperbuat oleh penguasa sekalipun itu tetaplah salah.Maka dari itu sadarlah dan minta maaflah kepada pemilik kedai ini."
"Tutup mulut,beraninya kau sesorah dihadapan Jalak Pethak murid kyai Bagor.!"
"Hem,jadi kisanak ini murid kyai Bagor.?tapi yang aku ketahui kyai Bagor,seorang yang berjiwa besar tak melakukan sesuatu yang merugikan orang lain."kata ki Palon.
Kening ki Jalak Pethak,terlihat mengernyit disaat mendengar kalau orang di depannya mengetahui kepribadian gurunya.
"Gawat jika orang ini dibiarkan hidup,dia bisa mengadu perbuatanku kepada guru."kata ki Jalak Pethak dalam hati,"lebih baik orang ini aku binasakan saja."
Tanpa suatu peringatan,murid kyai Bagor itu meloncat menyerang ki Palon.
Dengan tangan mengembang menyerupai cakar ,ki Jalak Pethak menyerang wajah lawannya.Untung saja lawannya bukan orang kebanyakan,dengan menggeser kakinya dan memutar tubuhnya,ki Palon lepas dari serangan mematikan itu. Tapi ki Jalak Pethak yang merupakan gegedhuk barat tepian kali brantas itu yak tinggal diam.Ia pun berbalik dan menyerang kembali dengan tendangan memutar.Dan lagi-lagi ki Palon berhasil menghindari dengan merendahkan tubuhnya sekaligus menyerampang kaki kiri lawan. Akibatnya murid kyai Bagor itu berhasil tersapu dan jatuh.Walau begitu ki Jalak Pethak dengan cepatnya melenting dan kembali berdiri dengan sikap sempurna.
"Pantas kau begitu sombong,ternyata kau mempunyai bekal olah kanuragan .Tapi janganlah kau keliwat bangga,karena aku hanya mengeluarkan tenaga sebesar biji sawi.!"kata ki jalak Pethak.
"Oh pantas,ungkapan tenaga kisanak tadi seperti silirnya angin."sahut ki Palon,memancing kemarahan lawannya.
Dan benar saja,bagai api yang tersiram minyak,ki Jalak Pethak menggeram dan melibat punakawan dari gunung Penanggungan itu. Selapis demi lapis ungkapan tenaga dari ki Jalak Pethak membadai,serangan tangannya yang kokoh itu seolah-olah menutup gerak dari lawannya. Oleh karena itu,ki Palon pun telah meningkatkan kemampuannya untuk melayani tandang dari murid kyai Bagor.
Sementara itu tanpa terasa perkelahian itu melumatkan seisi kedai,dingklik dan bangku rusak berantakan terkena gempuran ki Jalak Pethak. Mengetahui barang-barangnya hancur,pemilik kedai hanya pasrah dan menjauhi kedainya,supaya tak terkena sambaran tenaga ki Palon maupun ki Jalak Pethak.
Perkelahian yang makin lama bertambah seru dan sengit itu,telah bergeser di halaman kedai.Sergapan dan serangan keduanya begitu cepat dan trengginas,debu pun terangkat terkena sambaran kaki kokoh keduanya.
Jilid 1 bagian 10
Suasana saat itu sungguh membuat orang yang melihat akan berdebar-debar jantungnya.Terkaman dan serangan dari tata gerak olah kanuragan yang begitu rumit dan trengginas seakan-akan tiada henti mencari kelengahan atau pun titik lemah lawan.
Memang sungguh tepat jika orang-orang dari telatah tepi barat kali Brantas akan takhluk dengan seseorang yang bernama ki Jalak Pethak,ketangkasan dan kelincahannya sungguh mengagumkan.Tapi lawannya pun juga bukan orang kebanyakan,ki Palon yang merupakan punakawan dari resi Penanggungan sekaligus muridnya,mempunyai ilmu yang ngedab-ngedabi.
"Siapa sebenarnya orang ini.?tak ku sangka hingga membuat diriku mencapai tataran setinggi ini."desis ki Jalak Pethak,dalam hati.
Tataran ilmu ki Jalak Pethak pun mulai merambah tenaga cadangan,ungkapan ilmunya telah menyeruak kepermukaan dan membuat udara disekitarnya terasa hangat dan kecepatan geraknya meningkat.
"Bukan main,inikah ilmu yang bersumber dari perguruan Kali Bening itu.?"kata ki Palon,memuji tenaga lawan.
"Ternyata kau mengetahui ketangguhan ilmuku yang bersumber dari Kali Bening,lebih baik kau menyerahkan kepalamu supaya kau tidak mengalami sakitnya ilmu tertinggiku.!"teriak ki Jalak Pethak,dengan angkuhnya.
"oh maaf kisanak,dari pada aku menyerahkan kepalaku lebih baik kisanak saja yang berlaku begitu."sahut ki Palon lantang.
"Setan alas,akan ku cincang kau dan akan aku lempar mayatmu di besarnya kali Brantas.!"
Sebuah sambaran yang sangat cepat mengarah tubuh ki Palon dengan gencarnya,hingga membuat orang dari lereng gunung Penanggungan itu terdesak hebat. Serangan yang membadai dari ki Jalak Pethak dengan ungkapan tenaga cadangan yang terus menanjak,telah tertuju telak mengenai dada ki Palon yang terbuka bebas.Akibatnya tubuh ki Palon terpental kebelakang,namun dengan sigapnya sebelum tubuh itu jatuh ke tanah,ki Palon mematukkan kedua tangannya dan melenting ke udara dan mendarat dengan sempurna di tanah.
"Hampir saja."desis ki Palon,sambil mengusap dadanya yang terkena gempuran tangan lawan.
Tapi lawannya tak membiarkan ki Palon begitu saja,kembali serangan tangan terbuka miring mengarah leher dengan cepat.Tapi ki Palon tak mengendurkan kewaspadaannya,serangan itu dengan cepat telah ia tangkis dengan lengannya.Tentu saja ki Jalak Pethak yang tak ingin serangannya dimentahkan,segera menarik tangannya dan mengganti mengayunkan tangan kanan mengarah dada lawan.Tapi lagi-lagi ki Palon bisa membaca serangan lawan. Dan dua kepalan tangan telah bertemu menimbulkan hempasan angin di sekeliling kedua orang itu.Dari hasil pertemuan dua tenaga itu membuat keduanya membal.
Ki Jalak Pethak merasakan tangan kanannya nyeri luar biasa hingga sampai terasa di dada.Begitu juga dengan ki Palon,tangannya seperti dirambati tenaga panas menyengat,hingga membuatnya menyeringai.
"Setan mana yang merasuki orang itu,hingga ia mampu menahan gempuran yang aku lambari aji Tapak Geni."desis ki Jalak Pethak,"Aku rasa perkelahian yang berlarut-larut ini,segera ku akhiri."
Setelah dengan mantap maka ki Jalak Pethak,segera memusatkan nalar dan budinya untuk mengungkap aji pamungkas dari perguruan Kali Bening.Sebuh aji yang bersumber dari api yang dinamai aji Tapak Geni.
Mendapati lawannya dengan sungguh-sungguh akan mengakhiri perkelahian dengan sikap yang ngedab-ngedabi,maka ki Palon pun juga mengungkap ilmu pertahanan hingga tinggkat teratas,agar dirinya tak hangus terkena ilmu lawan.
Dengan menyilangkan kedua tangan di dada dan kaki yang agak renggang mengakar ke bumi,ki Palon telah mengungkap aji Tameng Waja untuk membentengi seluruh tubuhnya.
Dan saat yang mendebarkan telah terjadi,ki Jalak Pethak dengan telapak tangan yang membara meloncat menggempur tubuh lawannya.
Sebuah hentakan yang dahsyat mengguncang tempat itu.Daun dan ranting meranggas dan debu membumbung memenuhi halaman kedai itu. Setelah debu kembali larut ketanah,tampak ki Palon jatuh terduduk dengan kedua tangan menyangga tubuhnya dan di pinggir bibirnya tampak darah merembes.Segera saja ia duduk bersila untuk mengatur ilmu pernapasanya dan mengembalikan tenaganya.
Di lain pihak,nasib lebih parah di derita oleh ki Jalak Pethak.Ternyata ilmunya selapis lebih rendah dari ki Palon.aji Tapak Geni yang ia lontarkan,kembali membalik ketubuhnya dan membuat dadanya terasa panas seperti terkena lelehan lahar.Dan perlahan-lahan membuat dirinya tak kuat bertahan untuk terus membuka mata,hingga akhirnya orang itu pingsan.
Saat seperti itulah,sesosok bayangan menyambar tubuh ki Jalak Pethak dan membawanya pergi dari tempat itu.
"Oh siapakah orang yang menyelamatkan ki Jalak Pethak,apakah kyai Bagor.?"tanya ki Palon,setelah ia membuka mata dan melihat bayangan yang menyambar ki Jalak Pethak.
Sementara itu pemilik kedai dan anaknya segera menghampiri ki Palon.
"Bagaimana keadaan tuan.?"tanya pemilik kedai,setelah berada di samping ki Palon.
"Syukur ki,aku masih mendapat kemurahan dari Yang Maha Agung,tapi maaf ki karena ulahku,kedai kisanak rusak."ucap ki Palon,seraya meminta maaf.
"Ah sudahlah,tuan.jika tuan tak bertindak seperti itu,mungkin nyawaku telah melayang.Dan akulah yang harus berterima kasih kepada tuan."
"Sudahlah ki,kalau begitu aku akan melanjutkan perjalanan,tapi mohon ini diterima sebagai modal membenahi kedai kisanak."kata ki Palon,sambil mengangsurkan bebetapa keping uang perak.
"Oh tak usah tuan."tolak pemilik kedai.
"Terimalah jika kau benar-benar menghargaiku."desak ki Palon.
Akhirnya pemilik kedai itu menerima uang pemberian ki Palon dan mengucapkan banyak terima kasih.Setelah dirasa cukup,ki Palon pun pamit dan kembali melanjutkan perjalanannya yang terhenti untuk beberapa saat.
Jilid 1 bagian 11
Langit di kademangan Wilangan mulai temaram,para penghuni kademangan mulai menyalakan pelita dari biji jarak. Di gardu samping regol padukuhan induk beberapa pengawal kademangan mulai berdatangan,kebanyakan mereka anak muda yang mempunyai bekal olah kanuragan walau tak terlalu tinngi.
Di wayah sepi wong itulah,seekor kuda yang di tunggangi seorang berpakaian prajurit memasuki regol itu.
"Selamat sore kisanak,apakah aku memasuki kademangan Wilangan.?"tanya prajurit itu,setelah turun dari kuda.
"Benar tuan,siapakah kisanak ini.?"jawab anak muda dan sekaligus balik bertanya.
"Aku Pramono,kisanak.Prajurit dari kadipaten Pranaraga."jelas prajurit muda itu.
Mengetahui kalau orang berkuda itu seorang prajurit,anak muda yang menjadi pemimpin pengawal itu segera mengangguk hormat.
"Oh maafkan kami yang tak mengetahui jika tuan ini seorang prajurit."ucap pemimpin pengawal itu.
"Sudahlah kisanak,oh ya kedatanganku kesini diutus oleh putra ki Demang,yang kini menjadi seorang Rangga di kadipaten Prana Raga."
"Oh maksud tuan,kakang Arya Sena.?"
"Benar kisanak."
"Baiklah mari ke kademangan tuan,ki Demang pasti akan senang mendengar kabar itu."kata pengawal kademangan,dan mengantar prajurit dari kadipaten Prana Raga.
Di pendopo kademangan,ki Demang bersama para bebahu berkumpul untuk merundingkan pembuatan bendungan yang akan dialirkan ke sawah para penghuni kademangan sisi lor. Dan ditengah-tengah suasana perundingan itulah,kedatangan pemimpin pengawal beserta seorang anak muda menaiki pendopo.
"Ampun ki Demang,tuan prajurit ini ingin menghadap ki Demang."lapor pemimpin pengawal.
"Oh,terima kasih sudah kau antarkan kemari,Kerti.kembalilah ke gardu Parondan."ucap ki Demang,dengan senyum mengembang.
Setelah kepergian pengawal kademangan,ki Demang pun dengan ramah mengucapkan selamat datang kepada prajurit muda itu di kademangan yang ia pimpin.
"Terima kasih ki Demang,atas penyambutannya.Perkenalkan saya Pramono,prajurit kadipaten Prana Raga yang berada di bawah pimpinan ki rangga Arya Sena."kata ki Pramono.
"Ah apakah aku tadi tak salah dengar,putra ku menjadi seorang rangga.?"tanya ki Demang,merasa tak yakin.
"Begitulah ki Demang,dan kedatangan saya kemari mendapat perintah dari ki rangga Arya Sena untuk menyampaikan hal ini,sekaligus meminta ki Demang untuk menghadiri wisuda ki rangga Arya Sena dalam pekan ini."kata ki Pramono.
Sesaat ki Demang memandang ki Jagabaya dan para bebahu lainnya.
"Ki Demang,lebih baik memang ki Demang menghadiri wisuda anakmas Arya Sena."kata ki Jagabaya.
"Tapi kakang,apakah hal itu tak mengganggu rencana kita untuk membendung kali lor.?"
"Tenanglah ki,biarlah kami para bebahu saja yang merampungkan pembuatan bendungan kali lor.Jika ki Demang tak menghadiri wisuda anakmas Arya Sena,putra ki demang itu pasti akan kecewa."kembali ki Jagabaya angkat bicara.
Setelah merenung beberapa saat dan tak ingin mengecewakan putranya,maka ki Demang bersedia menghadiri hari wisuda anaknya.
"Baiklah tuan prajurit,aku akan menghadiri hari wisuda putraku."
"Syukurlah jika ki Demang bersedia hadir,tapi mohon maaf ki Demang janganlah ki Demang memanggil saya tuan,lebih baik panggilah nama saya saja."sahut ki Pramono.
Setelah memastikan waktu pemberangkatan ke kadipaten Prana Raga,yang akan berangkat keesok harinya,maka prajurit muda itu oleh ki Demang telah disediakan tempat istirahat di gandok dan juga disuguhi makan malam.
Berjalannya waktu yang terus berlanjut itu,telah merubah gelapnya malam menjadi secercah sinar sang surya di ujung langit timur.
Kokok ayam jantan dan kicau burung pun memeriahkan pagu yang cerah itu.Di depan pendopo kademangan empat ekor kuda telah disiapkan untuk mengantar ki Demang dan ki Pramono,serta dua pengawal kademangan Wilangan menuju kadipaten Prana Raga.
"Marilah ki Demang,mumpung hari masih pagi."ucap ki Pramono,usai menyantap hidangan di pagi hari.
"Mari Pramono,kurasa kedua pengawalku juga sudah siap."sahut ki Demang.
Keduanya pun berdiri dan berjalan menuruni tlundak pendopo.Di bawah tlundak,ki jagabaya dan beberapa bebahu telah berdiri menunggu.
"Kakang Jagabaya,ku titipkan kademangan ini untuk beberapa kedapan sampai aku kembali."ucap ki Demang.
"Baik ki Demang,semoga perjalanan ki Demang lancar dan pulang secepatnya."sahut ki Jagabaya.
Setelah memberikan beberapa pesan kepada ki Jagabaya dan para bebahu,maka rombongan ki Demang berangkat menuju kadipaten Prana Raga.
Jilid 1 bagian 12
Derap kaki kuda rombongan ki Demang Wilangan semakin pelan tatkala melewati jalan setapak memasuki alas Saradan.Alas yang banyak ditumbuhi pohon jati sebesar pelukan tangan orang dewasa menjulang tinggi seakan membelah angkasa. Karena itulah ki Demang Wilangan dan ki Pramono beserta dua pengawalnya berjalan sangat perlahan,apalagi jika ada pohon yang tumbang maka mereka pun turun dan mengangkar dan memindah pohon itu.Dan kadang kala dengan menggunakan pedang,mereka memotong dan membabar sulur-sulur akar pohon.
Semakin masuk kedalam hutan,sinar matahari semakin terhalang oleh lebatnya daun-daun jati dan lainnya.
Di kanan kiri suara kicau burung dan suara binatang pun ikut mengisi kelangsungan hidup alam.
"Apakah pohon jati di alas ini tak dimanfaatkan untuk keperluan pembangunan,ki Demang."tanya ki Pramono,prajurit muda dari kadipaten Prana Raga.
"Kalau jalan masuk tadi sampai kesina tidak,Pramono.Tapi ujung utara oleh para penghuni kademangan sering di ambil pohonnya,itu pun dengan syarat harus menanam kembali setelah satu pohon di tebang."ucap ki Demang Wilangan,"Apakah waktu kau datang tak lewat jalur ini.?"
"Tidak ki,aku lewat ujung yang lain dengan sedikit memutar."
Saat seperti itulah,tiba-tiba sebuah teriakkan mengagetkan rombongan itu.
"Berhenti kalian.!"
Teriakan itu telah membuat ki Demang dan pengiringnya menarik kekang kuda mereka,hingga membuat kaki depan kuda itu terangkat.
"Siapa kisanak ini.?"tanya ki Pramono.
Orang itu tak menjawab pertanyaan yang diajukan oleh ki Promono,malah dengan garangnya ia menarik pedangnya.Bersamaan dengan itu,dari berbagai penjuru beberapa orang muncul dan memperlihatkan tampang tak bersahabat.
"Ku ulangi,siapa sebenarnya kalian ini.?"sekali lagi ki Pramono bertanya.
"Kami raja wilayah alas Saradan ini,kisanak.Julukanku Suro Adikara."Seoarang berbadan tinggi besar dengan memakai topeng menjawab.
Ki Demang dan rombongannya pun mengerutkan keningnya.
"Janganlah kau bergurau,kisanak.Alas Saradan sebelah timur ini masih telatah kademangan Wilangan yang aku pimpin.Sedangkan sebelah barat masuk wilayah Segaten,yang dipimpin oleh kyai Rekso Gati."Sergah ki Demang Wilangan.
"Hahaha aku tak mengakui dirimu atau pun orang Demak yang bernama Rekso Gati.Hutan ini kerajaanku dan semua yang memasuki harus membayar upeti.!"ucap ki Suro Adikoro lantang.
"Kalau kami tak mau,apa yang akan kalian lakukan.?"ki Pramono angkat bicara.
"Tentu saja kalian akan kami jadikan santapan hewan buas yang ada ditempat ini.!"
"Kurang ajar,apa kau buta hingga tak bisa melihat pakaian keprajuritan bumi Wengker.!"kata ki Pramono.
Orang bertopeng yang mengaku Suro Adikoro itu tersenyum dan memandang tajam ke arah ki Pramono.
"Jangankan kau prajurit rendahan,bahkan adipati pangeran Anom pun aku tak gentar."
Mendengar ucapan dari ki Suro Adikoro itu,darah ki Pramono langsung menggelegak dan meloncat menyerang orang bertopeng itu. Namun seseorang anak buah ki Suro Adikoro telah menghadangnya.Benturan dua tenaga pun terjadi di dalam hutan lebat itu.
Ki Pramono terkejut bukan kepalang akibat dari benturan yang baru saja terjadi.Tangannya terasa kesemutan dan nyeri.
"Ternyata hanya ini kemampuan yang dipunyai kadipaten Prana Raga.?"ucap orang yang menghadang ki Pramono,"Kakang biar Suro Werdi saja yang melumatkan kunyuk - kunyuk ini."
"Terserah kau saja adi,tapi lakukan dengan cepat."
"Baik kakang."
Dirasa situasi itu tak menguntungkan,maka ki Demang dan dua pengiringnya segeta turun dari kudanya dan mendekati ki Pramono.Kini mereka dalam kepungan ki Suro Werdi dan kawan-kawannya,sementara ki Suro Adikoro berdiri agak jauh.
Sesaat kemudian di dalam lebatnya hutan itu mulai terdengar teriakan kasar dari komplotan orang yang mengaku raja alas Saradan,sebagai awal dari serangan mereka.
Pedang dari warangka segera jengkar untuk menuntaskan pertempuran yang berat sebelah itu.Denting suara dari gesekan pedang makin sering terdengar dan percikan bunga api juga ikut mewarnai.
Empat orang melawan tujuh kawanan perampok dengan tata gerak yang kasar dan ganas itu,membuat repot ki Demang dan ki Pramono beserta dua pengawal kademangan Wilangan. Di pihak ki Demang,hanya ki Pramono dan ki Demang sendiri yang diunggulkan.Sedangkan dipihak kawanan perampok alas Saradan,ki Suro Werdi merupakan hantu yang menakutkan,dan anak buahnya yang sebenarnya ilmu olah kanuragannya belum seberapa,tapi karena banyaknya pengalaman bertempur,mereka sangat menentukan.
Dan benar saja,sebuah teriakan telah keluar dari salah satu pengiring ki Demang.Sebuah goresan walau tak dalam telah mengenai lengan kirinya,darah segar mulai menitik membasahi tanah alas Saradan.
"Apakah kau masih sanggup,Bongol.?"ucap ki Demang,cemas.
"Ini belum seberapa,ki Demang."jawab pengawal itu,sambil terus menghadapi dua lawannya.
Tak berapa lama,kembali sebuah rintihan terdengar dari pengawal kademangan lainnya.Sebuah tendangan menyarang tepat mengenai lambungnya,hingga membuat pengawal itu tersuruk kebelakang.
Mendapat lawannya tersuruk,salah seorang kawanan perampok dengan ganas mengayunkan pedangnya mengarah leher pengawal. Sekejap pedang itu hampir mengenai leher pengawal kademangan,sekelebat bayangan telah menendang tangan perampok itu,dan membuat pedang dalam genggamannya tak bisa dipertahankan dan lepas dari tangannya. Tak hanya itu saja,sebuah pukulan menghantam pelipis orang itu dan membuat orang itu jatuh terjengkang tak berkutik.
"Kau tak apa-apa,kisanak.?"tanya laki-laki yang baru saja menyelamatkan pengawal kademangan.
Meskipun masih mengernyit menahan sakit,pengawal kademangan itu berusaha berbicara.
"Terima kasih kisanak."
"Sudahlah lebih baik kisanak beristirahat agak jauh kepinggir."saran orang itu.
"Tapi mereka..."
"Sudahlah,aku akan berusaha menghadapu mereka."sahut orang itu yang tak lain ki Palon.
Kedatangan ki Palon menarik perhatian semua orang yang ada di situ dan memancing dua orang yang tadinya membantu ki Suro Werdi dan satu lagi yang menghadapi ki Pramono.
Jilid 1 bagian 13
Kedatangan ki Palon membuat ki Demang Wilangan dan ki Pramono bernafas lega.Walau tak mengetahuu jati diri sang penolong,namun ki Demang dan para pengiringnya merasa yakin kalau orang itu secara tulus membantu.
Di luar kalangan ki Suro Adikoro,mengernyitkan dahinya.Betapa mudahnya orang yang baru datang itu menghalau anak buahnya.Kini yang tersisa dari anak buahnya hanya ki Suro Werdi dan kawannya yang mwnghadapi ki Pramono,lalu dua anak buahnya menghadapi ki Demang.
Tanpa menunggu lagi maka ki Suro Adikoro dengan satu loncatan panjang telah berdiri di hadapan ki Palon.
"Bukan main kau kisanak,dengan mudahnya kau melumpuhkan empat anak buahku layaknya menepuk seekor lalat."ucap ki Suro Adikoro,yang masih melipat tangannya di depan dada.
Ketenangan dari raja perampok alas Saradan ini,membuat ki Palon waspada.
"Ah itu semua hanyalah kebetulan saja kisanak,mungkin juga kawan-kawan kisanak yang lengah."
"Mungkin..mungkin..Oleh karena itu kau harus membayar dengan nyawamu.!"
"Ah mengapa harus dengan nyawa kisanak,lebih baik hentikan perbuatan kisanak dan hidup damai sesama manusia."kata ki Palon.
"Cih mulutmu begitu mudahnya berkata,apa kau akan mampu mempertahankan selembar nyawamu..!"ucap orang bertopeng itu.
Lalu kemudian ki Suro Adikoro mulai bergerak menyerang punakawan resi Puspanaga itu. Tata gerak dasar yang diperagakan oleh orang bertopeng itu,mengawali adu kerasnya tulang dan liatnya daging.Dan ki Palon pun mencoba melayani dengan mengeluarkan tata gerak dasarnya.
Tangan terbuka yang miring dari ki Suro Adikoro mencoba menusuk dada ki Palon yang terlihat terbuka,namun sesaat tangan itu akan sampai di tujuan,ki Palon memapas dengan tangan kanannya.
Tentu saja ki Suro Adikoro dengan cepat merubah serangannya dan mengganti kaki kiri menginjak kaki kanan lawan dan sebuah pukulan mengarah kepala lawan.
Tapi orang dari gunung Penanggungan itu segera menggeser kaki kanannya dan menghindari pukulan di kepalanya,sekaligus dengan cepat menjejak tanah hingga membuat badannya membal keatas serta menendang kepala pemimpin perampok itu.
Mendapat serangan dari atas itu,ki Suro Adikoro,segera mendoyongkan tubuhnya kebelakang yang meloloskan serangan itu.
Semakin lama seiring berjalannya waktu,pertempuran kedua orang itu bertambah seru.Tataran demi tataran telah meningkat keatas.
Ungkapan tenagan mereka mengakibatkan tanah yang mereka pijak rusak layaknya terkena bajak.Daun dan rumput pun terkulai lemas akibat benturan tenaga keduanya.
Sementara itu ki Demang yang mendapatkan bantuan dari pengiringnya,dengan leluasa mendesak lawannya.Dan ayunan pedangnya berhasil menggores lengan dan lambung lawannya,yang kemudian membuat tubuh perampok itu terkulai lemah.
Sesaat ki Demang memerhatikan tandang dari ki Suro Adikoro yang mendapatkan lawan sebanding.
"Bukan main orang itu."desis ki Demang.
"Ki Demang,mari kita bantu ki Pramono."ucap pengawal kademangan Wilangan,yang telah selesai mengalahkan lawannya.
"Bagaimana dengan lawanmu.?"
"Dia pingsan,ki Demang."jawab pengawal itu.
"Baiklah,mari kita bantu Pramono."kata ki Demang Wilangan,yang berlari kearah dimana ki Pramono terdesak oleh ki Suro Werdi dan kawannya.
"Majulah kalian,supaya pekerjaanku cepat tuntas.!"tantang ki Suro Werdi,yang terus mendesak prajurit muda dari bumi Wengker itu.
Yang terjadi kemudian adalah pertempuran berpasangan yang melibatkan dua orang melawan tiga orang.
Di lain tempak yang tak terlalu hauh,ki Suro Adikoro dibuat penasaran oleh lawannya.Bagaimana tidak,setiap ia meningkatkan tatarannya maka lawannya pun mampu menandinginya.
Kini orang bertopeng pemimpin gerombolan alas Saradan itu mulai merambah ilmu simpanannya.Deru angin yang awalnya silir semilir itu tiba-tiba berkumpul menjadi satu tenaga dan menghentak ke arah ki Palon.
Seleret warna putih samar-samar itu mengagetkan ki Palon.Walau ia mampu menghindari,tapi ia pun masih terkena hempasannya yang terasa pedih di kulit.
"Ilmu apa itu tadi,hingga membuat lenganku terasa pedih tak terkira.?"ucap ki Palon dalam hati,"Aku harus hati-hati."
Tak ingin membahayakan dirinya,maka ki Palon dengan cepat mengungkap aji Tameng Wajanya untuk melindungi tubuhnya.
"Bagaimana kisanak,apakah kau bisa mempertahanjan nyawamu itu.?"ledek ki Suro Adikoro.
"Akan aku coba kisanak,sampai tetes darahku."
"Besar juga semangatmu itu,walau mungkin penalaranmu itu salah.!"kata ki Suro Adikoro.
Di lain kalangan sebuah erangan telah keluar dari mulut kawan ki Suro Werdi.Ki Pramono berhasil menggoreskan senjatanya di paha lawan.
Namun pengawal ki Demang pun tak luput dari sodokan tangkai pedang dari ki Suro Werdi dan membuat pengawal itu jatuh tak sadarkan diri.
(Bersambung......)
KAMU SEDANG MEMBACA
Panasnya Langit Demak
Historical FictionCerita di tulis Marzuki Magetan. Sebuah cerita fiksi yang berlatar belakang Kerajaan Demak dibawah pemerintahan Sultan Trenggono