💡💡💡💡💡
.
Udara malam itu terasa dingin luar biasa,angin yang mengalun lembut itu membuat semua orang malas untuk keluar dari rumah.Suasana itu membuat semua orang meringkuk dalam hangatnya selimut kain panjang atau jarit.
Di gardu parondan pun yang di tempati oleh beberapa anak muda yang harusnya berjaga,tampak kosong.
Di tengah malam yang gelap dan dingin itu,seorang yang berjalan kaki menghentikan langkahnya.
"Sepertinya malam ini hujan akan turun."desis orang itu.
Sesaat orang itu memerhatikan gardu parondan di ujung regol padukuhan itu.
"Lebih baik aku bermalam di gardu ini."berkata orang itu yang kemudian menaiki gardu itu dan meletakkan buntalannya.
Tak berapa lama orang itu merebahkan diri,derap kaki kuda terdengar di telinganya.Lantas orang itu kembali bangun dan duduk.
Dari ujung lorong dua kuda yang ditunggangi oleh tiga orang,yang terdiri dua orang lelaki dan satu orang remaja.Kuda itu berjalan pelan karena tak ingin mengganggu ketenangan padukuhan yang akan mereka lewati.
"Paman,sepertinya hujan akan segera tiba.Lebih baik kita berteduh di gardu parondan itu."salah seorang dari mereka berkata.
"Baiklah sepertinya Dipa juga sudah lelah."sahut orang yang dipanghil paman itu.
Maka mereka pun bersepakat untuk berteduh di gardu yang gelap itu.Tapi saat salah seorang turun dari kudanya,sebuah dehem telah mengejutkan mereka.
"Oh maaf kisanak,aku kira gardu ini kosong.Kami bertiga ingin minta ijin berteduh disini,itupun jika kisanak ijinkan."ucap penunggang kuda yang masih muda.
Orang yang lebih dulu di gardu parondan itu menganggukkan kepalanya perlahan.
"Silahkan kisanak,kita sama-sama orang yang kemalaman."ucap.orang itu.
"Oh jadi kisanak juga kemalaman seperti kami.?"ucap penunggang kuda yang disebut paman,yang tak lain ki Mahesa Anabrang.
"Benar kisanak,o ya namaku Sawung Rana.Kalau boleh tahu kisanak ini siapa dan dari mana.?"tanya orang yang mengaku Sawung Rana itu.
"Kami bertiga berasal dari kadipaten Prana Raga,namaku Mahesa Anabrang dan ini anakku Dipa.Sedangkan yang ini kerabatku,Palon.
namanya."kata ki Mahesa Anabrang,yang menerangkan jati dirinya.
"Palon.."desis Sawung Rana dalam hati.
"Oh ya silahkan naik paman,gerimis sudah turun."lanjut Sawung Rana.
Benar saja,gerimis dari langit itu telah turun membasahi bumi.Suara guntur dan kilatannya pun mewarnai cuaca di malam itu.
Dipa yang kedinginan itu meringkuk di pojokan gardu dan berselimut kain panjang,saking lelahnya ia sudah terlelap tidur dengan pulasnya.
"Apakah angger ini seorang pengembara.?"
"Tidak paman,aku baru saja berpergian ke rumah kerabat yang berada di tanah perdikan Anjuk Ladang dan akan kembali pulang ke Ploso."jawab Sawung Rana.
"Hanya berjalan kaki.?"tanya Palon,yang mengerutkan dahinya.
"Awalnya tidak,aku berkuda waktu berangkat kesana,tapi saat sampai di rumah kerabatku ternyata ia lebih memerlukan kuda itu.Maka aku pinjamkan kuda itu kepadanya."
"Wah ternyata angger berjiwa besar dan tulus bersih."kata ki Mahesa Anabrang,memuji kebaikan pemuda itu.
"Ah tidak paman,itu sudah selayaknya."
Tanpa terasa malam pun makin menusuk ke dalam,maka mereka pun telah merebahkan tubuhnya dan memejamkan mata mereka.Tapi walau mata terpejam,sebenarnya ki Mahesa Anabrang dan Palon tetap waspada dan hati-hati,meskipun tampaknya orang yang bernama Sawung Rana itu terlelap dalam tidurnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Panasnya Langit Demak
Historical FictionCerita di tulis Marzuki Magetan. Sebuah cerita fiksi yang berlatar belakang Kerajaan Demak dibawah pemerintahan Sultan Trenggono