tawanan

2.4K 18 1
                                    

Pelangi Langit Demak
jilid 3 bag 16
oleh : Marzuki Magetan

Kematian Sepasang Malaikat maut dari alas ketonggo telah mengakhiri tindakan pelenyapan pangeran Trenngono, kini penghadang yang tersisa dan dalam keadaan tak berdaya karena luka maupun ikatan di tangan mereka, hanya menerima nasib serta ganjaran yang setimpal berupa hukuman.
Pangeran Trenggono dengan cepat dan sigap memberikan perintah kepada senopatinya yang diteruskan kepada prajurit pengawal untuk merawat yang terluka maupun yang tewas entah itu dari prajurit Demak maupun lawan - lawan mereka. Dan tak lupa pangeran Trenggono, menghampiri sepasang anak muda yang telah ikut membantu mengatasi para penghadang di ujung jalan menuju Jipang itu.
"Terima kasih anak muda berdua, kehadiran kalian sangat membantu kami dalam mengatasi para pembunuh itu." ucap pangeran Trenggono.
"Ampun kanjeng Pangeran, itu semua hanyalah kebetulan semata. Dan tanpa kami pun, para prajurit Demak pasti sanggup mengatasinya, apalagi di pimpin oleh Kanjeng Pangeran sendiri." kata Arya Dipa, sambil menundukkan kepala.
Senang hati pangeran Trenggono mendengar perkataan lembut dan merendah dari pemuda di depannya, tangan pangeran ketiga Demak itu menepuk pundak Arya Dipa.
"Siapa nama mu, ngger.?" tanya pangeran Trenggono.
"Ampun kanjeng pangeran, hamba Arya Dipa dan ini Ayu Andini, kami berasal dari bang wetan."
"Lalu mau kemanakah tujuanmu.?"
Arya Dipa menggeser tempat duduknya, kepalanya yang menunduk hormat kemudian menjawab, "Kami ingin mencari pengalaman hidup di luar pertapaan sekaligus ingin menyumbangkan setitik ilmu dalam diri ini untuk kehidupan yang luas, pangeran."
Sesaat Pangeran Trenggono tampak berpikir, lalu ia pun dengan senyum ramah berkata, "Angger berdua, jika kalian mau, kalian dapat memasuki lingkungan keprajuritan untuk menerapkan ilmu kalian untuk nagari dan kehidupan yang luas itu. Aku rasa dengan modal kemampuan olah kanuragan, kalian akan menjadi senopati di Demak."
"Beribu terima kasih, pangeran. Tapi bila kami memasuki dunia keprajuritan, lebih baik kami lewat pendadaran layaknya orang - orang yang ingin manjadi prajurit pada umumnya."
"Baiklah, datanglah di pekan yang akan datang ke Demak, di sana kalian bisa mengabdikan diri menjadi prajurit."
"Baik pangeran."
"Sekarang aku akan meneruskan perjalanan ini, namun karena adanya tawanan itu, aku akan mampir ke Jipang dan menitipkan mereka kepada kakanda pangeran Sekar. Berangkatlah terlebih dahulu ke Demak dan carilah rumah ki Bonangan untuk menungguku, bawalah pisau ini, supaya ki Bonangan percaya jika kalian benar - benar mengenalku." kata pangeran Trenggono.
"Baik pangeran, kami akan berangkat terlebih dahulu ke Demak." ucap Arya Dipa, setelah menerima pisau kecil dari pangeran Trenggono dan menyelipkan di ikat pinggangnya.
Setelah kepergian Arya Dipa, pangeran Trenggono beserta rombongannya menuju kadipaten Jipang untuk menitipkan tawanan.
........
Kedatangan pangeran Trenggono disambut oleh kakaknya pangeran Sekar atau raden Kikin di pendopo kadipaten.
"Bagaimana keadaan kerabat di Demak, adinda.?"
"Semuanya masih dalam lindungan Gusti Agung, kakanda. Datanglah ke Demak kakanda, setelah kepergian kakanda Sultan ke Malaka, Demak terasa sepi. Kedatangan kakanda akan kembali menyegarkan bagi kerabat di Demak."
"Hemm, memang aku sudah lama tak berkunjung ke Demak setelah keberangkatan kakanda Sultan. Baiklah kapan - kapan aku akan ke kotaraja bersama anak - anakku, adinda." gumam pangeran Sekar.
Kini pangeran Trenggono baru sadar dengan dua kemenakannya itu.
"Dimana mereka kakanda.? Arya Jipang dan Arya Mataram.?"
"Apakah kau lupa.? kemenakanmu itu bila dekat dengan kuda, sehari pun ia betah, Khususnya Arya Jipang. Sedangkan adiknya, Arya Mataram dengan tekun belajar ilmu pemerintahan." jelas pangeran Sekar.
Pembicaraan itu terhenti manakala emban pelayan kadipaten menghidangkan makanan dan minuman. Sambil menikmati hidangan itu, maka pangeran Trenggono menjelaskan maksud kedatangannya, yaitu ingin menitipkan para tawanannya.
"Siapa mereka.? Berani - beraninya membunuhmu, adinda.?" tanya pangeran Sekar, dengan nada terkejut.
"Masih samar, kakanda. Mereka masih membisu."
"Baiklah, biarlah mereka di sini. Aku nanti akan memeriksa dan mengorek keterangan dari mereka."
"Terima kasih kakanda, maaf jika adikmu ini terus merepotkan kakanda."
Setelah di rasa cukup maka pangeran Trenggono beserta pengawalnya meneruskan langkah mereka ke Demak.
Sementara itu di Jipang, kedatangan tawanan itu yang di bawa pangeran Trenggono telah mengejutkan tumenggung Harya Kumara dan tumenggung Sardulo.
"Cepatlah kau bertindak, adi. Saat ini mereka masih mampu diam, tapi jika pangeran Sekar bertindak, mereka pasti membuka kedok kita." kata ki tumenngung Harya Kumara.
"Baik kakang, nanti malam biarlah menjadi akhir dari orang - orang yang bodoh itu." geram ki tumenggung Sardulo.

Panasnya Langit DemakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang