bag 2-5
Ki palon pagi itu telah menyiapkan makanan dan minuman untuk resi Puspanaga,yang baru saja menyelesaikan semedinya.Punakawan satu ini sejak kecil sudah mengabdi pertapa dari Pucangan tersebut.
"Silahkan,resi.Wedang jahe ini semoga memberikan kehangatan untuk resi."ucap ki Palon.
"Terima kasih,Palon.Oh ya tolong panggil Sabdho kemari."
"Inggeh."
Ki palon pun kemudian meninggalkan bilik itu untuk mencari kawannya,ki Sabdho.
Di belakang bangunan pertapaan Pucangan,seorang lelaki berbadan tegap sedang sibuk menarik tali senggot sambil menembang dengan suara merdu.
"Wah pagi-pagi adi sudah nembang asmaradhana."tegur ki Palon,ĺalu katanya kemudian,"apakah adi lagi wuyung dengan bidadari dari nirwana.?"
Dan gelak tawa meriuhkan pertapaan di lereng gunung Penanggungan itu.
"Hahaha kakang bisa saja."
"Oh ya adi,resi Puspanaga memanggilmu unruk menghadapnya."
Mendengar itu,ki Sabdho segera menghentikan kegiatannya dan menemui panutannya selama ini.
Dengan perlahan dan sopan,ki Sabdho mengetuk bilik resi Puspanaga.
"Masuklah Sabdho".
Ki Sabdho yang diiringi oleh ki Palon memasuki bilik yang tidak terlalu luas itu,dan duduk di depan resi Puspanaga.
"Kalian berdua sudah lama mengikuti dalam mengarungi kehidupan ini,dan aku telah menganggap kalian berdua seperti keluargaku sendiri."dengan sareh resi Puspanaga mengawali perkataannya.
"Hari ini aku kembali meminta kesediaan kalian untuk membantuku,apakah kalian bersedia.?"
Kedua punakawan itu bingung saling pandang untuk beberapa saat.
"Resi,kami berdua telah menyerahkan jiwa raga ini untuk mengabdi kepada resi,oleh karena itu apapun perintah dari resi akan kami jalankan sesuai kemampuan kami,tentunya."kata ki Sabdho,yang diikuti oleh anggukan kepala ki Palon.
"Oh jagat dewa bathara,terima kasih atas ketulusan kalian berdua."
"Baiklah,Palon aku meminta tolong kepadamu untuk pergi menemui ki Mahesa Anabrang yang sekarang berada di kadipaten Pranaraga,katakan padanya untuk kesini membawa putranya Arya Dipa."
"Baik resi."
"Dan untukmu Sabdho,tolong panggilah pamanmu empu Citrasena kemari,katakanlah ada bahan bagus di patirtan Penanggungan."
"Baik resi,hari ini juga kami akan berangkat ke kademangan Tegowangi dan kakang Palon ke kadipaten Pranaraga."sahut ki Sabdho selanjutnya.
"Berhati-hati kalian berdua di perjalanan,khususnya kau Palon,jalan yang kau lalui akan bersimpangan dengan pasukan Demak."
"Baik resi,kami akan menjaga diri."ucap ki Palon.
Dan hari itu juga ki Palon dan ki Sabdho siap berangkat dengan tujuan masing-masing.Dua kuda berbadan sedang akan menjadi tunggangan keduanya.
"Resi,kami mohon diri."
"Berangkatlah kalian berdua dan berhati-hatilah."kats resi Puspanaga,melepas kepergian keduanya di regol pertapaan Pucangan.
Setelah memberi hormat,dua punakawan itu menaiki kuda masing-masing dan membedal kudanya.
Keduanya membedal kudanya dengan pelan dan hati-hati ketika menuruni jalan yang tak terlalu lebar dan berbatu itu,hingga keduanya sampai dipersimpangan jalan,kuda mereka berhenti.
"Adi sampai disini kita akan berpisah,berhati-hatilah."
"Baik kakang,begitu juga dengan kakang yang berjalan kearah barat."sahut ki Sabdo.
Akhirnya mereka pun berpisah untuk melakukan tugas masing-masing.
Udara di siang itu terasa panas dan menyengat,ki Sabdho yang melakukan perjananan menuju kademangan Tegowangi baru memperoleh setengah perjalananannya.Walaupun jalan yang dilaluinya jalur utama antara Ujung Galuh dan Daha,namun jalan itu sudah banyak rusak dikarenakan perang saudara antara Majapahit dan Kediri,apalagi ditambah campur tangan kadipaten Glagahwangi yang kini menjadi kesultanan Demak Bintoro,keadaan semakin runyam.
Penguasa pura Kediri sepeninggalnya prabu Giriwardana,semakin pudar dan mundur.Banyak bekas prajurit menjadi begal dan kecu.
Ki Sabdho dengan santainya duduk di pinggir jalan yang terdapat pohon trembesi rindang.Dalam ketenangannya itu,sayup-sayup terdengar derap kaki kuda.
"Siapa mereka.?"desis ki Sabdho perlahan.
Derap kaki kuda itu makin lama makin mendekat dan nampak,yang ternyata berjumlah dua kuda dengan penunggang dua orang lelaki berbadan tegap dan sangar.Sesampainya dekat pohon trembesi,keduanya menghentikan kuda mereka dan turun menghampiri ki Sabdho.
Kedua pendatang itu sesaat saling pandang,setelah memperhatikan buntalan yang menggelantung di samping pelana kuda ki Sabdho.
"Maaf apakah kisanak juga dalam perjalanan jauh seperti kami.?tanya salah seorang pendatang itu.
"begitulah kisanak,apakah kisanak berdua juga begitu.?"
"benar,kami berdua ingin menemui kerabat kami yang berada di Daha."jawab orang yang ada tahi lalat di dagunya,"apakah kisanak seorang diri.?
"iya ki."
Orang yang mempunyai tahi lalat di dagunya,mengerutkan keningnya,lalu katanya,"apakah kisanak tak mengetahui desas-desus di bulak depan itu.?"
"Desas-desus apa ki.?"tanya balik ki Sabdho dengan mengrenyitkan keningnya.
Kedua penunggang kuda yang baru datang itu saling pandang mengetahui ketidak tahuan ki Sabdho tentang desas-desus di bulak Gambiran.
"Wah untung kisanak bertemu kami sebelum memasuki bulak Gambiran itu,ketahuilah kisanak di lebatnya bulak yang panjang itu,di huni oleh sepasang begal yang ganas dan keji."kata kawan orang yang ada tahi lalatnya.
"Benar apa yang dikatakan temanku ini kisanak,oleh karena itu kami melakukan perjalanan berdua,dan supaya kisanak aman lebih baik bersama dengan kami."ajak orang yang bertahi lalat.
Mendengar hal itu,ki Sabdho termangu untuk sesaat.
"kalau kisanak ragu-ragu,lebih baik memutari bulak ini lewat pertigaan jalan yang tentunya kisanak lalui tadi.itupun akan lama dan menyita banyak waktu"
"Baiklah kisanak,aku menyetujui usul kisanak berdua."kata ki Sabdho,menyetujui usul kedua penunggang kuda yang baru datang itu.
"Baiklah,kalau begitu mari kita berangkat sebelum sang surya semakin ke barat."
Ketiganya kemudian bersama-sama melanjutkan perjalanan melewati bulak dowo Gambiran.Bulak itu memang mempunyai letak yang baik untuk para begal melakukan perampasan harta benda yang dibawa para pedagang maupun orang yang lalu lalang.
Kuda ketiganya tak terasa sudah memasuki bulak Gambiran,semakin kedalam banyak ilalang setinggi orang dewasa tumbuh di kanan kiri jalan,dan hal yang menggetarkan telah terjadi.
Jilid 1 bag 4
Desiran angin yang cukup tajam yang ditimbulkan oleh tebasan pedang mengarah leher ki Sabdho,begitu cepat bagai tatit.Namun ki Sabdho bukan orang kebanyakan yang begitu saja membiarkan lehernya putus oleh pedang itu,dengan gerak yang mengagumkan ia telah mencabut pedangnya dan menangkis serangan licik itu.
Bunyi tangkisan itu mengejutkan orang yang mempunyai tahi lalat di dagu,yang berkuda di depan.
"Apa yang kau lakukan,ki Lodra.?"tanyanya kebingungan.
Orang yang di panggil ki Lodra dan yang menyerang ki Sabdho itu,tak menanggapi pertanyaan dari orang yang mempunyai tahi lalat di dagunya.Dengan tertawa ki Lodra berteriak memanggil seseorang.
"Mangsa telah tiba adi Barong.!"
Sesaat dari balik rimbunnya ilalalang,seorang bagai raksasa dengan hidung melengkung seperti paruh gagak telah muncul dengan gada di tangannya.
"Lama kita tidak berjumpa ki Simo."ucap orang yang di panggil ki Barong itu.
Mengetahui sesuatu yang tak dimengerti itu,ki Sabdho segera mendekati kuda ki Simo,orang yang mempunyai tahi lalat di dagu tersebut.
"Apakah kisanak mengenal orang itu dan ada apa ini semua.?"tanya ki Sabdho,setelah berada di samping kuda ki Simo.
Walau masih dalam keterkejutannya,ki Simo segera menjelaskan dengan singkat siapa ki Barong sebenarnya.
"Dia bekas prajurit Daha."
"Kau tak usah bisik-bisik ki Simo,dan untuk kau kisanak lebih baik tak ikut campur dengan urusan kami.!"teriak ki Lodra,yang sudah di samping ki Barong berdiri.
"Benar apa yang dikatakan ki Lodra,kisanak,sebaiknya kisanak melanjutkan perjalanan kisanak."desis ki Simo.
Tidak ki,aku sudah terlibat dengan apa yang terjadi di bulak ini,dan orang itu yang memulai terlebih dahulu."tukas ki Sabdho.
Mendengar perkataan ki Sabdho,ki Simo hanya menghela nafas lalu turun dari kudanya.
"Kalau begitu berhati-hatilah,kisanak."
Sementara itu ki Barong dengan mata tajam memandang ke arah ki Simo.Dengan wajah penuh kemarahan,dia berkata kepada ki Lodra,"kakang urus orang asing itu,hari ini juga aku akan menuntaskan dendamku.!"
"Baik adi."jawab ki Lodra,yang bergerak menyerang ki Sabdho.
Tentu saja ki Sabdho yang tak menghilangkan kewaspadaan menanggapi serangan itu dengan menghindari dan menggeser tempatnya ke tempat yang lebih lapang.
Sementara itu ki Simo,yang sesaat termangu memperhatikan tata gerak ki Sabdho,telah dikejutkan oleh datangnya serangan ki Barong yang ganas dan hampir saja mengenai lambungnya.
"Tak kusangka seorang bekas panji gampang terlena oleh suasana."ucap ki Barong.
"Sudahlah ki rangga Barong,apa maksud semua ini.?"tanya ki Simo,yang dulunya prajurit Kediri dan kini menjadi prajurit kadipaten Japanan.
"Cih dasar gedibal Demak yang tak tahu diri dan penghianat,dengan mudahnya kau menjilat penguasa Glagah wangi dan menjadi menantu tumenggung Japanan itu.!"
"Cukup kakang Barong,aku menjadi prajurit bukan semata karena penguasa yang kuat,namun aku mangabdi hanya kepada penguasa yang benar menjalankan pranatan dan paugeran yang benar dan baik untuk kawula alit.!"
"Sebaliknya dengan kakang yang ternyata berada di bulak Gambiran ini,yang mungkin kakang merupakan orang yang di desas-desuskan dengan sepasang begal ganas itu."lanjut ki panji Simo.
"Hahaha,apa itu paugeran dan pranatan.?memang benar,akulah salah seorang yang disebut sepasang begal bulak Gambiran,lalu kau mau apa he.?"
"Hentikanlah kakang dan kembalilah ke jalan yang dikehendaki oleh Yang Maha Agung."
"Tutup mulutmu setan alas,tak usah sesorah di hadapanku,apakah jika aku kembali kau mau mengembalikan anak tumenggung itu kepadaku.?kurasa tidak."sahut ki Barong.
Ki panji Simo hanya menghela nafas,mendengar masalah anak tumenggung Japanan yang kini menjadi istrinya,diungkit-ungkit.
"Sudahlah,sekarang kita tuntaskan dengan dada tengadah melalui kuatnya wadag kita."setelah mengakhiri kata-katanya,ki Barong dengan cepat menjulurkan tangannya yang terkepal mengarah dada lawan.
Namun kali ini,ki panji Simo dengan sungguh-sungguh melawan serangan lawan.Dua kekuatan yang dilambari tenaga besar itu,membuat keduanya terhentak setelah beradu kepalan,masing-masing mundur tiga tindak dan merasakan kesemutan di tangan mereka.
Tak jau dari tempat ki panji dan ki rangga Barong bertarung,terjadi pertarungan yang tak kalah seru.Ki Sabdho yang dipandang sebelah mata oleh ki Lodra,ternyata selalu bisa mengikuti kecepatan tandangnya.
"Setan alas,rupanya kau juga mampu meloncat layaknya kera.!"umpat ki Lodra.
"Hahaha,memang inilah yang mampu aku perbuat kisanak,menirukan tata gerak seekor kera.Jauh berbeda dengan kisanak yang menirukan wataj kera bahkan melebihinya."sahut ki Sabdho,dengan sindiran tajam.
"Tutup mulutmu,bajingan.!"maki ki Lodra seraya membabat mulut lawan dengan pedangnya.
Tapi kerangkasan ki Sabdho sungguh mengagumkan,babatan pedang lawan dengan mudah dihindari denga merundukkan kepalanya.Tidak hanya itu saja,dengan menggunakan daun pedangnya,ki Sabdho memukul lengan lawan dan menyarangkan satu pukulan di lambung lawan.
"Bangsat setan tethekan"kembali umpatan kasar keluar dari mulut ki Lodra.
jilid 1 bag 5
KAMU SEDANG MEMBACA
Panasnya Langit Demak
Historical FictionCerita di tulis Marzuki Magetan. Sebuah cerita fiksi yang berlatar belakang Kerajaan Demak dibawah pemerintahan Sultan Trenggono