Kita mengeluh bagaimana matahari membakar kulit kita, namun tidak pernah mengingat bagaimana kita membakar para akar jantung dunia.
Seenak jidat. Bahkan hanya menyalahkan dunia.
Kita saling menunjuk, tanpa melihat berapa jari yang mengarah pada kita.
Bumi kita buat menangis, kita pisahkan juga akar-akar dari tempat tidur tanah mereka. Membuang sampah sembarangan, namun saat diingatkan malah menunjukkan wajah merah padam.
Bumi berdarah, tapi kita hanya terus menorehkan luka tanpa membalutnya.
Kian hari kian berdarah, mungkin karena itu matahari kian membakar tulang belulang kita. Mungkin semua itu sebagai pengingat; kita terlalu banyak merusak bumi.
Bumi manusia ini sudah penuh, bahkan menjadi ladang bertumpahnya darah dan air mata.
Bumi jadi lahan menampung keladi. Tak berdosa, namun menanggung derita.
xxx
No harm. Hanya menumpahkan pemikiran.
Fala.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nusantara Menangis
PoetrySebuah tumpahan pikiran perihal Nusantara, Bumi Pertiwi, Indonesia. Tentang Nusantara yang seharusnya menangis.