Part 2

39.9K 2K 7
                                    

Jam telah menunjukkan pukul 08.00 pagi.
Emily memandang jauh dari balik jendela apartemen yang disewa nya. Tentu saja, dia tidak sanggup untuk membeli apartemen ini, bahkan yang murah sekalipun. Semua ini adalah sisa tabungan terakhir yang dimilikinya dari bekerja sebagai pengasuh anak, dimana dia pernah bekerja disana selama 2 tahun.

Kedua orang tua emily telah meninggal 5 tahun yang lalu karena kecelakaan bersama adik laki-laki satu satu nya yang baru berusia 10 tahun. Tidak ada harta benda yang ditinggalkan, tidak ada tabungan yang dapat digunakan emily untuk melanjutkan hidupnya.

Untungnya emily dapat menyelesaikan kuliahnya dengan bekerja membanting tulang setiap malam hingga pagi sebagai pramusaji di sebuah bar mewah tempat para jutawan menghabiskan uang receh mereka.

Disanalah obsesi emily muncul untuk mengincar pria jutawan.

Dia bahkan rela menjadi kekasih simpanan, jika memang itu yang harus emily lakukan. Dia membutuhkan suntikan dana super besar untuk meraih cita cita nya. Emily masih ingin melanjutkan studi S2 nya. Menjadi seorang akuntan.

Suara dering ponsel membuyarkan lamunan nya. "Hai Carl" emily meraih ponsel nya.

"Em, aku ingin kau mengenakan pakaian formal mu hari ini. Aku punya kejutan untukmu. Dandanlah yang rapi, pakai lipstik merah, tapi jangan kenakan warna blazer yang terlalu cerah." Carl terus mengoceh membuat emily tidak mengerti.

" Aku mengerti Carl" jawab emily seraya mencari tahu di balik lemari, setelan apa yang cocok untuk nya yang diinginkan sahabatnya itu. Emily penyuka warna pastel, warna warna lembut yang sedap dipandang. Emily memiliki beberapa setelah resmi dan gaun indah yang dibelinya dengan uang jerih payah nya bertahun tahun.

"Carl, kita akan makan pagi dimana, kenapa harus resmi begini sih"

"Kita tidak akan makan pagi ini beib, kita akan menemui seseorang." Apa!!. Emily memekik dalam hati.

"Tapi aku lapar Carl" akunya. Emily menghela nafas kecewa.

"Aku ada pekerjaan untukmu, boss ku baru saja kehilangan sekretarisnya, dan sekarang kau yang akan aku tawarkan untuk mengisi kekosongan itu. Berhentilah mengeluh, setelah ini aku menjamin kau akan mampu makan enak setiap harinya. Aku akan menjemputmu sekarang. " Lalu carl memutus sambungan telepon nya.

***
Carl membimbingku keluar dari minibus nya menuju sebuah bangunan yang sangat megah dan menjulang tinggi.
Gregory Walter Coorp.
Bangunan ini didominasi oleh kaca dan polesan cat yang berwarna hitam dan putih.
Misterius. Adalah kesan yang emily dapatkan ketika pertama kali berada disana.
Dengan gugup emily membetulkan posisi rambut ikal nya ke belakang telinga.

Carl lalu membawa emily ke sebuah lift yang sangat indah, penuh dengan ukiran berwarna emas dan perak. Semua bagian dinding nya merupakan kaca yang memantulkan siapa saja yang berada di dalamnya.
Terlihat di layar menampakkan angka 30 sebelum akhirnya pintu lift membuka.

Carl lalu mengetuk pintu dari sebuah ruangan yang berlapis kaca. Tidak ada satupun celah yang menembus isi dari ruangan itu. Terlihat tulisan dengan ukiran emas yang sangat indah pada pintu tersebut. President Gregory Walter Coorporation.

"Kau kupecat, semua pekerjaan mu tidak ada yang becus. Aku tidak membutuhkan mu lagi. Damn !!" Lalu setelahnya terdengar suara ponsel yang hancur dibanting kuat ke dinding.
Emily bahkan tidak mampu menatap sumber suara itu. Emily hanya mampu tertunduk lemah.

"Carl pergilah, aku telah menerima email mu mengenai Ms.Sanders. Tinggalkan kami berdua."

Suara serak maskulin itu menghentakkan lamunan emily, membuatnya bertambah gugup lagi. Emily tidak dapat membayangkan berapa lama dia akan bertahan menghadapi boss yang sangat pemarah seperti ini. Tapi sesuatu di dalam emily bergetar hanya dengan pria itu menyebutkan namanya.

Oh Tuhan, suaranya saja cukup membuatku bergairah.

"Ms.Sanders. Sampai kapan kau akan menyembunyikan wajahmu seperti itu dariku."

Emily dapat mendengar suara langkah kaki yang semakin mendekat kepadanya. Aroma parfum nya begitu mewah dan sangat enak begitu manis. Emily menghirupnya tanpa malu.

"Kau suka aromaku ya, emily"

Emily dapat merasakan sebuah tangan kokoh tengah membelai rambut nya. Emily tak sanggup bergerak, dia membisu.
Oh Tuhan tolonglah aku.

The Billionaire and ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang