“House of Mystery”
Part 4
Sungguh tak terduga. Drey tidak menyangka bahwa sebuah mimpi aneh saja bisa mendatangkan kesialan besar berupa kematian berturut-turut gerilya keempat teman dekatnya. Ingin sebenarnya ia menembak kepalanya sendiri supaya bisa mengakhiri semua ini. Ia tidak ingin hidup lagi, jika hidupnya hanyalah untuk melihat orang-orang yang berharga baginya meninggal. Sampai detik ini, ia masih sangat berharap bahwa semua kejadian ini hanyalah mimpi buruknya. Tapi, kenyataan tetaplah kenyataan, dan itu tidak bisa disangkal. Rasa perih di punggung tangan kiri Drey menyadarkannya akan hal itu. Lukanya kembali berdenyut-denyut. Drey menahan diri untuk tidak merintih. Ia memegangi luka di tangannya yang sudah terbungkus dasi biru milik Rein.
Ah, ya, Rein. Bagaimana psikopat satu itu sekarang?
“Jadi... Hanya kita bertiga yang tersisa?” tanya seseorang tiba-tiba, sebelum Drey sempat melihat ke arah Rein. Drey menoleh ke sumber suara itu. Jashon. Anak misterius yang terluka di lengan kanannya. Drey memang sudah mengenal Jashon dengan cukup baik, tapi baginya Jashon tetaplah misterius.
“Ya, kh...” ucap Drey disertai sebuah rintihan. Ia tidak bermaksud untuk merintih, tapi rintihan yang ditahan itu lepas begitu saja.
“Bagaimana luka kalian?” tanya sebuah suara perempuan yang tegas, namun ada sedikit unsur peduli di dalam suaranya—Rein.
Drey langsung menoleh ke arahnya.
“Tidak perlu bersikap seperti kau peduli,” ujar Drey dingin, “Kau sudah tidak berperasaan terhadap Joseph. Kau membiarkannya mati begitu saja.”
Rein awalnya terkejut, tapi kemudian ia menghela napas.
“Itulah tindakan yang tepat dilakukan. Kau seharusnya tahu, Joseph lebih peduli pada Elizabeth dibanding kau, teman sejak kecilnya. Dia sudah buta karena cinta.”
Giliran Drey yang terkejut bukan main. Terkejut, lalu marah, tapi juga sedih. Kata-kata Rein telah menusuk dan menyakitinya dalam sekejap cukup dalam.
“Setiap orang juga pasti begitu karena cinta. Kau sendiri, tidak sedih dengan Elizabeth, teman baikmu yang barusan MATI? Tidak mungkin tidak, kau memang e-go-is!” bentaknya.
“Aku tidak demikian karena cinta, jadi tolong diamlah karena kau tidak tahu siapa aku. Sayangnya, ya, aku tidak sedih. Untuk apa sedih? I don’t care.” balas Rein dingin, namun sukses membuat Drey naik darah.
Tapi, tunggu.
Dia tidak sedih?
Teman baiknya, Elizabeth Zeoar, yang selalu jalan bersamanya, berbagi cerita bersamanya, teman menulisnya, mati dan ia tidak sedih? Ia tidak peduli?
Drey rasa orang yang berpura-pura baik terhadap seseorang sekalipun tidak akan tidak sedih jika orang yang menjadi korban berpura-puranya mati.
Gadis ini... Benar-benar psikopat.
Atau, manusia tidak berperasaan.
Manusia tidak berhati.
Manusia tanpa belas kasih.
Karena tidak yakin gadis yang sering disuruh-suruh dan direndahkan ini ternyata sebegini kejamnya, Drey pun masih melawannya.
“K-Kau... Apakah engkau? Iblis? Pasti kau bohong tadi. Ya, ‘kan? Kau bohong, ‘kan?!”
Rein menatap Drey tanpa ekspresi. Mata setengah menutup, iris birunya kelam dan redup. Mencekam.
“Terserah jika kau tidak percaya.”

KAMU SEDANG MEMBACA
House of Mystery
Misterio / SuspensoDrey Carfsen harus menerima kenyataan bahwa mimpi anehnya telah membawanya pada sebuah rumah misterius dan mendatangkan kematian empat dari enam temannya yang ikut bersamanya ke rumah itu. Ia harus memecahkan misteri-misteri dari banyak hal di rumah...