PL Part 3

181 12 2
                                    

Pagi ini Son sudah menyiapkan diri untuk berkenalan dengan penduduk sekitar. Bersama nenek dan ayahnya satu per satu rumah dia datangi. Masih ada dua rumah lagi yang belum didatangi. Rumah Pak Tono dan rumah dari beberapa nelayan muda.

Saat ini Son bersama nenek dan ayahnya sedang menuju ke rumah Pak Tono. Sesampainya di rumah Pak Tono, mereka disambut bahagia oleh kedua anaknya yaitu Ribu dan Ani.

Kedua anak yang kira-kira berusia 8-10 tahun itu memeluk dengan erat tubuh Son. Mereka pikir, Son adalah artis. Wajar saja kedua anak tersebut berpikiran seperti itu karena Son memang memiliki wajah yang tampan dan gaya berpakaiannya keren.

Sambil menunggu nenek dan ayahnya berbincang dengan Bapak Tono dan istrinya, Son berbincang ringan dengan Ribu dan Ani.

"Siapa yang menganyam rambutmu? Indah sekali." Son memegang rambut Ani yang mencuri perhatiannya.

"Ibuku. Aku juga bisa melakukannya."

"Ngomong-ngomong, kalian di sini memanfaatkan panel surya untuk menghasilkan listrik, nah itu kalian belajar dari mana?"

"Jangan pikir karena kami tinggal di pulau kecil, di tengah lautan,  jadi kami ketinggalan zaman. Di sini kami mendapatkan pasokan buku dari Paman Joni dan teman-temannya. Dari buku itulah semua ilmu kami dapatkan dan kami terapkan di sini."

"Iya, mereka juga yang membelikan barang-barang yang kami butuhkan untuk membuat panel surya karena barang-barang itu hanya bisa didapatkan di kota."

"Paman Joni?"

"Iya, Paman Joni, nelayan muda itu..." sahut Rubi.

"Mungkin Son belum menemuinya." ucap Ani seolah tidak ada perbedaan umur antara mereka bertiga.

Son hanya tersenyum.

Tiba-tiba nenek Son menghampiri Son, mengajaknya untuk pamitan. Setelah pamitan, mereka menuju rumah terakhir yaitu rumah Paman Joni.

Sesampainya di sana, tanpa Son sadari ternyata dirinya sudah menjadi akrab dengan Paman Joni dalam waktu yang singkat.

"Paman Joni sejak kapan tinggal di sini?" tanya Son.

"Paman pindah ke sini bersama ketiga teman paman sejak 3 tahun yang lalu. Awalnya kami sedang mencari ikan di lautan tapi tiba-tiba saja ada badai datang dan membuat kami terombang-ambing di lautan sampai akhirnya kami menemukan pulau ini." kemudian Paman Uno, salah satu sohibnya Paman Joni melanjutkan "Setelah badai reda, kami mencoba mencari ikan di sekitar sini dan ternyata ikan di sekitar sini melimpah. Kami pun kembali membawa hasil tangkapan yang melimpah tersebut dan mendapatkan pendapatan yang lumayan. Sejak saat itu, kami memutuskan untuk tinggal di sini."

"Bagaimana dengan keluarga paman?"

"Ketiga teman paman ini tidak mempunyai keluarga lagi. Sedangkan paman masih punya istri dan anak yang tinggal di kota. Oleh sebab itu,  kadang-kadang paman pergi ke kota untuk menjenguk mereka sekaligus membelikan kebutuhan penduduk sekitar seperti kaca untuk membuat panel surya." sahut Paman Joni.

Tiba-tiba nenek Son menyela pembicaraan mereka "Kalian menangkap ikan tidak dengan pukat harimaukan?"

"Tentu, tidak. Kami menggunakan jaring biasa. Kadang-kadang juga bisa memakai alat-alat tradisional atau dengan tombak yang cara memakainya sama dengan memanah, Nenek tahukan?"

"Sepertinya aku pernah melihat alat seperti itu di televisi." Nenek Son mencoba mengingat-ingat.

"Kadang-kadang kami juga menggunakan alat yang bisa menghasilkan keuntungan yang sangat besar." ucap salah seorang sohib paman Joni yang bernama Gugun.

"Alat?" Son menyipitkan matanya seolah ingin meminta penjelasan yang sejelas-jelasnya.

"Maksudnya... kerjasama tim." sahut Paman Joni sambil tertawa kecil.

"Memang benar, kerjasama adalah kunci utama kesuksesan suatu kelompok." Ayah Son mulai berbicara lagi setelah perbincangannya yang banyak diawal pertemuan. "Son, tadikan Ayah sudah bilang kalau Ayah sudah kenal dengan Paman Joni sekitar 3 bulan yang lalu. Jadi jika ada apa-apa nanti kamu bisa tanyakan padanya atau pada Pak Tono karena mereka sudah kenal betul dengan pulau ini." Ayah Son kemudian mengalihkan pandangannya yang semula ke arah Son menjadi ke arah Paman Joni "Jon, aku titipkan anak dan mamaku ya bila aku sedang bertugas."

"Tentu, tentu. Kapan saja kamu boleh berkunjung ke sini, Son."

Son membalasnya dengan senyuman tipis dan satu kali anggukan.

"Baiklah. Kami pulang dulu, Jon." ucap ayah Son.

Mereka pun berpamitan dan kembali ke rumah. Sesampainya di rumah, Son mencoba mengingat kembali jumlah dan nama penduduk di pulau itu.

Jumlah penduduk ada 20 orang ditambah Son, ayahnya, dan neneknya menjadi 23 orang. 20 orang tersebut terdiri atas 3 keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan dua orang anak. Salah satu keluarga itu adalah keluarga Pak Tono.  Lalu ada sepasang suami istri. Ada dua orang kakek yang mana salah satunya tinggal di tepi pantai dan yang satunya lagi tinggal di tengah pulau. Terakhir,  ada empat orang nelayan muda yaitu paman Joni dan teman-temannya.

Panggilan LautTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang