PL Part 7

104 12 0
                                    

Dengan tergesa-gesa Son menaiki perahunya. Hal itu malah membuat perahunya terbalik. Son berusaha keras untuk membaliknya kembali tapi hal itu malah membuatnya terdorong ke dalam laut. Segera Son kembali ke permukaan dan berenang menuju pantai. Tiba-tiba saja ada sesuatu yang menahannya berenang. Dia lupa melepaskan tali yang menghubungkan antara dirinya dengan perahu itu. Son berusaha melepas ikatannya secepat mungkin. Tapi tanpa dia sadari. Ikatan itu malah semakin melilit di kakinya.

Son ingin meminta bantuan Lira. Tapi dia tidak melihat batang hidungnya dimanapun. Apa dia meninggalkanku?

Tiba-tiba turun hujan. Air laut mulai bergelombang tak tentu arah. Ombak yang tingginya sekitar 1 meter kini semakin mendekat.

Gemetar mulai menyerang seluruh tubuh Son. "Ayo, Son. Perlahan tapi cepat." ucapnya pada diri sendiri.

Dengan tangan yang gemetar, perlahan Son melepaskan ikatannya. Dia ingin menangis tapi hal itu malah akan memperburuk suasana. Saat iti dia harus konsentrasi melepaskan ikatannya.

"LEPAS!"

BYURRRRR.....

Ombak langsung menghantam perahu dan dirinya. Dalam gulungan ombak, Son terputar-putar tak tentu arah sampai akhirnya tekanan air membuatnya menghantam perahu yang ada di hadapannya. Dahinya berdarah. Dia mulai merasa tak sadarkan diri. Tapi sebelum itu terjadi, ombak telah menyeretnya dan mengembalikannya ke tepi pantai. Begitu juga dengan perahunya.

Di pantai itulah Son mulai tak sadarkan diri. Di bawah titikan hujan, badannya terkapar kaku.

Di samping itu, Saat di mana badai sudah berhenti dan hari menjadi senja, Lira segera menghampiri Son. Dengan sekuat tenaga Lira menyeret badan Son ke daratan menjauhi air laut. Lalu dia mendorong perahunya ke daratan agar tidak terbawa ombak. Dia menunggu hingga Son sadar.

Son terbangun sambil terbatuk-batuk. Melihat Lira ada di sampingnya, dia langsung mendorong bahu kanan Lira sambil marah-marah "Kemana saja kamu?!" Son melanjutkan "kamu tahu, badai itu telah membuat apa yang aku lakukan hari ini sia-sia! Ketakutanku malah semakin bertambah dan itu semua terjadi karenamu!"

Son benar-benar kesal pada Lira "Menjauhlah! Jangan pernah muncul lagi di hadapanku!"

Lira pergi dengan tetesan air mata yang berubah menjadi berlian kecil berwarna hitam. Saat itu juga Son mulai merasa bersalah. Dia melihat Lira perlahan hilang ditelan laut dan kegelapan malam. Tak lama kemudian Son melihat cahaya biru bermunculan di permukaan laut. Son pun mendekati cahaya-cahaya tersebut. Ternyata cahaya itu berasal dari tubuh ubur-ubur yang terbawa ombak saat badai tadi.

Melihat keindahan itu, Son merasakan ketenangan. Dia pun mulai bisa berpikir jernih dan menyadari kesalahannya.

"Itu semua bukan kesalahannya. Akulah yang ingin mengikatkan tali itu ke kakiku. Untuk apa juga dia berada di sampingku tadi jika bukan untuk menolongku? Aku harus meminta maaf padanya."

Son kembali menikmati pemandangan yang belum pernah dia temukan sebelumnya. Cahaya-cahaya yang bersinar indah di lautan. Sesuatu yang sangat jarang terjadi. Dan menjadi salah satu misteri.

Tak lama setelah itu, Son kembali ke rumah dengan baju yang basah kuyup. Tapi sebelum itu, dia mengembalikan perahu yang tadi dia pinjam dari Pak Tono.

Sesampainya di rumah, Son langsung membersihkan diri lalu duduk santai bersama neneknya ditemani satu lentera yang bercahaya redup. Dalam keremangan itu, nenek Son mengobati luka di dahi Son sambil menasihatinya. Tapi kali ini Son tidak seperti bisanya, melawan saat neneknya memberi nasihat. Dia terdiam murung mendengarkan neneknya menasihatinya sampai muncul suatu pertanyaan yang mengganjal hatinya. "Saat aku pikir, aku akan meninggal karena tenggelam, aku memikirkannya, Nek."

"Siapa?"

Son bermaksud menyinggung tentang mamanya.
"Aku tidak ingin menyebutnya karena hal itu akan membuat Nenek menangis." sejenak suasana menjadi hening "Apa dia pernah sekali saja mengkhawatirkanku? Tapi percuma saja aku memikirkannya karena di sini ada nenek kesayanganku." Son tersenyum dan memeluk neneknya "Nenek yang kecerewetannya selalu mencuri perhatianku."

"Hei... jangan mulai menggoda nenek ya." Nenek mengusap-usap kepala Son. "Ya sudah, pergi tidur sana. Besok ayahmu pulang. Dia pasti akan membawakan sesuatu yang istimewa."

Ketika Son berdiri dan berjalan menuju kamar, langkahnya terhenti ketika nenek memanggilnya kembali. "Mana selimut nenek?"

"ASTAGA!" Son mengucapkannya sambil menapak dahinya. Dia pun berlari ke kamar sambil berkata "TERTINGGAL DI PANTAI!"

"SONYYY!!!" teriak nenek Son.

Son langsung menutup dan mengunci pintu kamarnya. Kemudian dia melompat ke kasurnya dan langsung menyelimuti seluruh tubuhnya sambil berkata dengan suara yang pelan "Maafkan aku Nenek." lalu dia tertawa kecil. Sampai akhirnya dia tertidur pulas.

Panggilan LautTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang