PL Part 8

100 11 0
                                    

Pagi-pagi sekali, Son pergi menuju pantai tempat dia meninggalkan selimut neneknya kemarin. Sesampainya di sana, dia menemukan selimut neneknya basah dan dipenuhi pasir pantai. Son mencoba mengangkatnya dan ternyata selimut itu terasa sangat berat. Tapi hal itu bukanlah masalah baginya selagi neneknya tidak memarahinya. Dia pun mulai mengangkat selimut itu dan berjalan di tepi pantai sambil memanggil Lira. Tapi dia tidak muncul-muncul juga. Pasti dia berpikir aku tidak akan mau menolongnya setelah kejadian kemarin.

Son pun pulang membawa selimut yang basah dan rasa kecewa.

Sesampainya di rumah dia langsung mencuci selimut nenek dan langsung menjemurnya. Saat itu nenek melihatnya dan langsung memeluk Son sambil berkata "Ternyata kamu punya rasa tanggung jawab. Nenek bangga padamu."

"Hal seperti ini sangat mudah bagiku." tanpa Son sadari dia telah menyombongkan dirinya. "Nek, aku pergi dulu. "

"Jangan jauh-jauh. Ayahmu sebentar lagi datang." Nenek Son kemudian mendekati selimutnya yang sedang dijemur.

"SONYYY!!" teriak nenek Son dengan penuh kekesalan.

Ternyata Son hanya membasahi kembali selimut neneknya lalu langsung menjemurnya tanpa membuangi pasir-pasir yang menempel. Akibatnya, baik sebelum maupun sesudah dicuci keadaan selimut nenek Son sama saja.

###

Ayah Son datang dan membawa beberapa makanan. Tak lama setelah ayah Son berbicara dengan neneknya, Son mengajak ayahnya untuk memberikan sedikit makanannya kepada Paman Joni dan teman-temannya. Ayah Son setuju. Dia langsung membungkuskan beberapa makanan yang akan diberikannya. Son dan Ayahnya pun pergi.

Dalam perjalanan ayah Son berkata "Ayah tidak membawa banyak makanan, jadi kita hanya memberikannya pada tetangga yang dekat dengan rumah kita."

"Paman Jonikan?"

"Iya."

"Ayah, mengenal Paman Joni lebih lama dariku tapi... ada sesuatu yang ayah tidak ketahui tentangnya. Dia itu menangkap ikan dengan bom rakitannya. Aku ingin ayah menangkapnya dan teman-temannya."

"Jangan sembarangan kalau bicara, Son. Kalau itu memang benar, apa kamu punya buktinya?"

Son menggeleng-gelengkan kepalanya "Maka dari itu, aku ingin agar ayah menemukan buktinya saat kita bertamu ke rumahnya nanti. Tapi jangan sampai ketahuan kalau Ayah sedang mencari buktinya. Orang-orang seperti mereka tidak bisa dibiarkan begitu saja.  Ayah percayakan padaku?"

"Ayah akan percaya setelah ada buktinya. Tapi... bagaimana  kamu bisa mengatakan semua ini?"

"Sebagian bomnya sudah diletakkan menyebar di dasar laut."

"Itu bisa menjadi bukti. Tapi kalau cuma itu buktinya, kita tidak bisa menetapkan Paman Joni dan teman-temannya sebagai tersangka. Harus ada bukti yang lebih akurat."

"Terima kasih Ayah sudah mempercayaiku."

Sesampainya mereka di rumah Paman Joni, mereka membicarakan banyak hal. Mereka juga memancing Paman Joni dan teman-temannya untuk berbicara mengenai penangkapan ikan dan bom. Tapi semua itu percuma. Paman Joni dan teman-temannya cukup pintar untuk menyembunyikan kejahatan mereka atau mungkin mereka memang benar-benar bukan pelakunya?

Ayah Son kemudian berpura-pura ingin ke toilet. Dia pun berjalan menyusuri rumah itu dan melewati beberapa kamar. Ayah Son mencuri kesempatan itu untuk melirik sekilas setiap sudut kamar yang dia lewati.   Tapi dia tidak mendapatkan apa-apa. Segera setelah dia kembali dari toilet dia langsung mengajak Son untuk pulang.

Selama perjalanan pulang, Son terus bertanya apakah ayahnya sudah menemukan buktinya. Tapi kata Ayah Son, dia tidak melihat apapun di sana yang berhubungan dengan bom.

"Tapi Ayah harus percaya padaku! Dalam waktu yang dekat ini mereka akan melakukan pengeboman. Dan hal itu akan merusak ekosistem laut."

"Berhentilah berbicara yang tidak-tidak."

"Tapi Ayah... "

"Son!"

"Baiklah. Kalau begitu aku sendiri yang akan mencari bukti-buktinya." Son kemudian berlari meninggalkan ayahnya.

Sesampainya di rumah, Son langsung masuk ke kamar dan menyusun rencana. Tiba-tiba saja neneknya menggedor-gedor pintu. Dari balik pintu, neneknya mulai mengeluarkan keahliannya.

"Seharusnya kamu tidak meminta hal yang aneh-aneh pada ayahmu. Dia baru saja pulang kerja dan merasa lelah."

"Sekarang keluarlah dari kamarmu dan minta maaflah pada ayahmu."

"NANTI! SETELAH AKU MENDAPATKAN BUKTINYA!" teriak Son.

"Berhentilah melakukan hal yang percuma. Sekarang keluar, Son."

"Biarkan dia, Ma." sahut ayah Son yang sedang berbaring di atas karpet.

Panggilan LautTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang