PL Part 5

118 14 0
                                    

Sesampainya di pantai. Mereka pun mencari tempat yang cocok untuk berbicara sekaligus bersembunyi. Mereka pun memilih tempat pertama kali mereka bertemu yaitu bagian pantai yang banyak ditemukan bebatuan besar di sana.

"Waw, ternyata kamu masih memakai baju yang aku pinjamkan saat itu. Kelihatannya baju itu mulai ditumbuhi lumut."

Putri duyung itu tertawa kecil melihat baju yang dia pakai. Baju yang semula berwarna putih polos, kini berwarna hijau kecokelatan.

"Apa kamu punya nama?" tanya Son.

"Lira." dia melanjutkan "Jadi, bagaimana? Aku mohon tolonglah kami."

"Kenapa harus aku? Cobalah untuk meminta bantuan pada orang lain."

"Hal itu sudah pernah ayahku lakukan tapi hal itu malah membuatnya dalam bahaya. Saat itu dia mulai berenang ke permukaan air untuk meminta tolong pada orang yang sedang berada di kapal. Tapi ketika orang itu melihat ayahku berenang ke permukaan, dia pikir ayahku ikan yang berukuran besar. Kemudian saat itu, aku mulai melihat tombak dilemparkan ke arah ayahku sampai akhirnya salah satu tombak melukai badannya. Saat itu juga, ayahku tidak ingin lagi meminta bantuan pada manusia. Tapi saat aku bertemu denganmu, aku punya keyakinan baru. Kamulah orang yang bisa menyelamatkan kami. Bukan hanya kami, tapi seluruh makhluk yang hidup di laut." Lira menjelaskan dengan suara yang lembut dan pelan "Aku juga pernah mencoba memanggil seorang manusia. Tapi pada saat itu mereka malah lari ketakutan mendengar suaraku. Tidak seperti dirimu yang langsung menghampiriku."

"Tunggu dulu, satu hal yang membuatku bingung. Bagaimana kamu bisa bicara layaknya manusia?"

"Aku mempelajarinya lewat apa yang aku lihat dan apa yang aku dengar."

"Lalu apa yang harus aku lakukan jika aku membantumu?"

"Hentikan mereka." Lira melanjutkan penjelasannya "Sebulan yang lalu mereka pernah mencoba meledakkannya namun hal itu gagal. Mungkin ada sesuatu yang salah dengan bomnya. Jadi, mereka merakitnya kembali dan mulai meletakkannya lagi di laut. Setiap dua kali malam dan tiga kali siang mereka meletakkan satu bom ke laut." tiba-tiba Son menyela "Dua kali malam dan tiga kali siang?"

"Tiga hari. Begitulah cara kami untuk mempertajam ingatan. Mengingat sesuatu bukan dari apa yang kalian tetapkan tapi dari sesuatu yang lebih terperinci."

"Maksudmu, bangsa kalian lebih unggul dari bangsa kami?!" Son merasa diremehkan.

"Jangan menyombongkan diri karena hal itu yang membuat kemampuan kalian menurun. Jika kamu mau, besok akan aku ajari bagaimana cara kami mempertajam ingatan."

"KAMU MENYINDIRKU!" Son merasa tersinggung. Tapi apa yang dikatakan Lira ada benarnya juga. Selama ini Son telah menyombongkan dirinya. "Mungkin kamu benar."

"Aku memang benar." sahut Lira.

"Tapi bukan berarti kamu bisa menyombongkan diri seperti itu!" Son merasa kesal, dia menatap Lira lekat-lekat. Namun ketika Lira membalas tatapannya, Son langsung memalingkan pandangannya ke laut.

"Ada apa?" tanya Lira.

"Bu-bukan apa-apa. Sebaiknya kita kembali ke topik semula." Son mengatakannya sambil memegang dadanya. Dia merasakan jantungnya berdetak kencang.

"Jadi, bagaimana? Tolonglah kami." Lira meraih tangan Son dan memegangnya dengan erat. Namun Son langsung melepaskan pegangannya.

"Tapi dengan satu syarat. Jika aku menolongmu maka kamu juga harus menolongku."

"Apa?"

"Kamu harus membantuku menghilangkan rasa takutku terhadap air."

"Baiklah, kapan kita bisa memulai perjanjian ini?"

"Besok siang, temui aku di sini. Kita akan memulainya dari sini."

"Janji?" Lira menekukkan tangan kanannya membentuk sudut sembilan puluh derajat ke hadapan Son. Son pun menyilangkan tangan kanannya ke tangan kanan Lira tadi "Janji."

Panggilan LautTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang