Sibuk. Satu hal yang tak pernah ia pikirkan sebelumnya akan menjadi rutinitasnya saat ini. Setelah masuk gimnasium, ia mungkin harus bernapas sejenak untuk berpikir jernih. Baiklah, ia membatin. Sekarang dia harus membaca buku yang disarankan Madame Anne dan menyerapnya. Ia tidak tahu kemana semua orang pergi, tapi tiba-tiba saja perpustakaan terdengar sunyi senyap. Yang dapat ia dengar hanya suara klik pulpen Madame Châtel yang sedari tadi ia gunakan untuk menulis. Tapi ia tetap tidak bisa berkonsentrasi dengan bukunya. Ada apa denganku, pikirnya. Chandelier mengintip Madame Châtel dari balik buku setebal kain ditumpuk dua yang ia pegang.
"Baca bukumu yang benar." Madame Châtel mengucapkannya tanpa bersuara. Kacamata berbentuk mata kucingnya memantulkan cahaya redup dari lampu perpustakaan.
Chandelier mendekatinya sambil membawa buku 586 halaman "Astrobiology: A Multidiscipliary Approach" oleh Jonathan Irvine Lunine di genggamannya. Ia lalu menaruh buku itu di atas meja Madame Châtel dan menyeringai.
"Madame Châtel, apa buku ini boleh kupinjam?"
"Oh, maaf, tidak bisa, Sayang. Buku itu harus terawat dengan baik," Wanita dengan kulit coklat tua tersebut memainkan bunyi klik lagi pada pulpennya. Ia melanjutkan," Ada apa denganmu hari ini? Kau sedang tidak minat membaca sepertinya. Apa karena sebentar lagi libur akhir tahun?"
"Yah, mungkin."
Chandelier menatap wanita umur kepala empat itu memohon, "Ayolah, kau tahu, kan aku pasti bisa menjaganya."
Madame Châtel mengangkat sebelah bahunya dan kembali sibuk mengurusi anak-anak di daftar "telat mengembalikan buku". Ia memajukan wajahnya di depan komputer seakan-akan huruf-hurufnya sudah tak terlihat. "Tetap tidak bisa, Chande." Kataya lirih, "Taruh di sini saja, biar aku yang mengembalikan."
Chandelier menutup bibirnya rapat-rapat dan tersenyum hambar, "Memang sudah seharusnya." Katanya datar. "Baiklah, sampai jumpa, Madame Châtel!"
"Ya, Kau harus hati-hati, cuacanya sangat tidak bagus hari ini!" Seru Madame Châtel saat Chandelier baru saja keluar dari pintu perpustakaan.
Pintu perpustakaan tertutup dan seseorang tepat berada di depannya, hampir menabraknya. "Hei, hati-hati, Kau...." Chandelier terdiam sejenak. "Maurice? Ada apa?"
"Aku baru saja ingin menghampirimu di perpustakaan. Apa yang kau lakukan?" Maurice membalikkan badannya mengikuti langkah Chandelier.
"Madame Anne. Dia menyuruhku menyelesaikan beberapa essai tapi aku sebenarnya sedang tidak minat."
"Itu sebuah lonjakan!" Seru Maurice. "Kau harus mengerjakannya, kau tahu."
"Yaah, aku akan berusaha." Chandelier tersenyum tipis. "Apa yang kau lakukan liburan nanti?"
"Apa yang kita lakukan liburan nanti?" Maurice tersenyum usil. Chandelier menyipitkan matanya dan membalas senyumnya.
***
Chandelier menutupi kepalanya dengan kupluk wol kelabu yang ditumpuk lagi dengan kupluk berbulu dari jaket nilonnya. Ia memasukkan jemarinya yang terbalut sarung tangan yang berbahan dasar sama dengan kupluknya ke dalam saku jaketnya. Rambut coklatnya dikepang ke depan dan diikat dengan karet hitam tipis. Poninya tergencet kupluk, tapi ia tidak peduli. Tas ranselnya menggebu-gebu seraya ia berjalan menghindari jalanan licin dengan serpihan es di belakangnya.Maurice Noelle berjalan di belakangnya, mengikuti langkah temannya yang sangat berhati-hati. Ia memutuskan untuk lari dan memegang pundak Chandelier. "Huh, kau tahu, ini dingin sekali! Apa kau pernah merasakan udara tajam dan dingin masuk ke hidungmu dan kau mulai merasa sesak?"
Chandelier menatapnya kaget, "Kau serius? Kita harus tetap bergerak, kau tahu itu!" Chandelier menarik tangan Maurice dan berjalan cepat.
Mereka berjalan tepat di samping Sungai Aare. Terlihat sungai itu sangat biru dan serpihan es terbentuk di tepinya. Chandelier melihatnya dan membayangkan apa yang terjadi ketika ia berenang di sana, sekarang juga. Ia bergidik ngeri dan bulu kuduknya berdiri. Ia kemudian melihat Maurice menghentak-hentakkan kakinya yang memakai sepatu boot coklat dan di atasnya ada renda berwarna hijau lumut dan pita kecil di tengah-tengahnya. Chandelier selalu suka pilihan sepatu Madame Noelle. Waktu itu, keluarga mereka datang ke acara ulang tahun ke sepuluh Chandelier dan mereka memberinya sepatu boot cantik sewarna es krim vanilla, tepat di atas solnya terdapat renda dengan bentuk yang sama seperti renda sepatu Maurice yang ia pakai saat ini. Renda itu mengikuti bentuk sol sepatu dan digunting menjadi bentuk rumput merah muda khas gaun pengantin dan di atas sepatu itu brukat merah muda dibentuk seperti bunga mawar kecil, ditempel apik, jumlahnya lima. Chandelier berharap ia bisa memakainya saat ini, namun, ia tahu ibunya mungkin telah menyumbangkannya ke Dominique, anak tetangga sebelah. Dominique pasti akan memakai sepatu itu sambil membuat Jack Frost kecil dengan tangannya yang sekecil daun sycamore muda.
Setelah 5 menit berjalan, mereka memotong jalan melewati jalan setapak yang memisahkan dua rumah. Maurice memberi tahu Chandelier bahwa pemilik rumah kanan adalah lelaki berumur 48 tahun - atau setidaknya begitu - pemilik traktor yang dimodifikasi menjadi pemotong rumput yang ternyata adalah mantan suami wanita 45 tahun pemilik rumah di sebelah kiri yang sangat mencintai rerumputan dan semak.
"Itu bodoh, Mory, kau tidak mungkin mengetahui hal semacam itu." Ujar Chandelier sambil tertawa mendengar cerita Maurice dua tahun lalu itu, saat itu mereka sedang bermain sepeda.
"Hei, kau harus mulai mempercayaiku. Ibuku berkata begitu. Perempuan itu yang bilang sendiri, kok."
Chandelier memerhatikan kedua rumah itu secara saksama setelah teringat cerita teman baiknya itu.
"Mory, kupikir aku mempercayaimu tentang dua rumah ini." Kata Chandelier memecah kesunyian dan mulai tertawa.
"Sudah kubilang. Lihat, kan? Rumah sebelah kiri memelihara semak kerdil hampir di seluruh pekarangannya. Dan yang satunya? Kau bisa lihat dia sepertinya kurang menarik." Maurice berbisik.
Chandelier tertawa, "Yah, tidak heran, bukan?"
Maurice melihat jam dinding melalui jendela rumah si pria dan jarum pendek menunjukkan jam tiga sore. "Oh kita harusnya bergegas. Jam tiga sore."
"Oh ya? Oke, kau benar." Mereka mempercepat langkah kakinya. Maurice spontan memegangi kupluk rajutnya seakan hampir jatuh ke tanah. Chandelier memasukkan tangannya lebih dalam ke dalam saku jaketnya. []
KAMU SEDANG MEMBACA
Alarice's Oak
Mystery / ThrillerPenemuan sebuah jurnal hidup seorang yang tak ia kenal membuat Chandelier Althabilene, gadis berambut coklat tua yang tinggal di Interlaken dalam 10 tahun terakhir itu semakin penasaran. Tak ada seorang pun yang mengenal pemilik jurnal tersebut, ba...