Bab 10 : Jalan Hidup yang Tergilas Waktu

11 1 0
                                    

   "Katakan, Mory." Chandelier tiba-tiba meminta Mory dalam kediaman.
    "Apa?" Jawab Maurice.
    "Kau bilang kau ingin memberitahuku sesuatu tadi."
    "Eh... itu," Maurice meragukan apa yang ingin ia sampaikan, "tentang bibimu di Graubünden."
    "Kenapa tentangnya?" Chandelier memasang telinganya dengan baik.
    "Apakah namanya Arenette? Althabilene?" Maurice terdengar sangat tidak yakin membicarakan hal itu.

     "Ya, kau seharusnya tahu persis. Ada apa dengannya?" Jantung Chandelier tiba-tiba berdegup kencang.

      "Hei, kau tahu, kan, aku sering membuka situs orang hilang di internet," Maurice menghembuskan napas, "sudah berapa lama kau tidak bertemu bibimu, atau berkomunikasi dengannya?"

      "Lima tahun terakhir. Ibuku tak pernah memberitahuku kabar terakhirnya."

      "Kau yakin? Karena aku menemukan bibimu di situs orang hilang Swiss dan itu membuatku sangat ketakutan."

     Mata Chandelier terbuka lebar, hal itu seperti petir yang menyambar baginya. "Apa yang kau bicarakan Mory?"

     Maurice membuka ponselnya dan mencarinya di internet dengan cepat dan menunjukkannya pada Chandelier. "Lihat? Dalam lima tahun terakhir, Chandey."

     "Ya Tuhan. Ini benar Bibi Arenette. Apa yang coba ibuku sembunyikan dariku?" Suara Chandelier mengecil.

      "Apa maksudmu?" Tanya Maurice terkejut. "Kau tidak sekaget itu mendengarnya?"

      Chandelier menekan kepalanya dan menepiskan rambutnya dari keningnya. Ia mencoba mencerna semua hal sekaligus. Perutnya seperti terputar. Ia mencoba menghubungkannya dan gagal. Ada potongan yang tidak tepat ketika ia ingin menyatukannya.

     "Ada yang aneh terjadi di sini, Mory." Ujar Chandelier dengan sangat yakin.

      "Tentang ibuku, ayahku, anak laki-laki itu, ruangan itu, buku-buku itu..." Chandelie melanjutkan. Tiba-tiba bayangan tentang Maurice yang mematung melihat rumah-rumah hangus terbakar terlintas dalam pikirannya, "dan kau. Ini juga tentang kau, Mory!" 

      "Chandey, aku tahu ini sangat berat bagimu untuk menerima semuanya. Aku sudah bilang padamu, semua orang punya rahasia. Kau tidak bisa memaksakan orang itu untuk membongkarnya." Maurice menanggapinya dengan tegas.

       "Kali ini kau harus percaya padaku. Karena kau tahu apa? Perasaanku buruk tentang semua ini. Aku tahu ada yang salah tentangku. Tentang semua orang."

      Maurice terdiam. Kemudian ia mengangkat suara. "Chandelier... apa yang kau maksud dengan 'anak laki-laki'?" 

     "Dia yang membuatku hampir jatuh ke sungai. Aku mengikuti langkahnya."

     "Apa yang kau mak –"

     "Ini cerita yang panjang, Mory. Percayalah." Chandelier memotong Maurice yang bertanya.

                                ***

      Bel rumah Chandelier berbunyi. Rosa membukakan pintu yang disusul dengan Chandelier mengajak masuk Maurice yang telah siap dengan tas ransel penuh dengan baju dan makanan ringan. Gantungan tas Maurice saling bergemeletuk membuat bising rumah Chandelier yang sunyi. Maurice menyapa Rosa sambil menyeringai. Ia melihat ekspresi Rosa yang menandakan jenuh melihatnya pulang-pergi dari rumah Rosa.

     "Mory, tasmu sangat berisik kau tahu itu?"

     "Maaf," katanya tertawa kecil, "kau menyuruhku pulang dan langsung kembali, aku buru-buru."

      Rosa menutup pintu dan berkata, "Aku akan menyiapkan makan malam. Maurice, apa kau sudah bilang pada Alois?"

    "Tentu saja, Mrs. Althabilene!" Jawab Maurice tanpa melihat Rosa, ia memasukkan sepatu ke dalam rak dan menggantungkan syalnya.

Alarice's OakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang