Jilid 3

532 6 1
                                    

KETIKA TUBUHNYA melayang turun, ibunya sudah siap menyambutnya. Akan tetapi dasar anak nakal, dia menggunakan kesempatan ini untuk berlatih! Dia cepat membalikkan tubuh sehingga kedua kakinya di atas dan cepat dia menggunakan kedua tangannya untuk menyerang ibunya, mencengkram ke arah ubun-ubun. Itulah jurus terakhir yang dilatihnya dari ayahnya yang seharusnya dilakukan dengan loncatan ke atas dan menyerang ubun-ubun kepala lawan, akan tetapi kini dilakukannya ketika dia melayang turun!

"Haiiit...!!" Untuk memperingatkan ibunya, Swat Hong menjerit sebelum menyerang.

Tentu saja Liu Bwee tidak perlu diperingatkannya lagi. Semenjak menjadi isteri Pangeran Han Ti Ong, wanita puteri nelayan yang tentu saja seperti semua penghuni Pulau Es telah memiliki dasar ilmu silat tinggi, telah digembleng oleh suaminya dengan ilmu-ilmu simpanan yang tinggi sehingga dia menjadi seorang yang sakti seperti semua keluarga kerajaan itu.

Melihat kegembiraan puterinya, dia pun cepat mengelak. Dari samping dia menyambar kedua lengan anaknya dan dengan bentakan nyaring kembali tubuh anaknya dilemparkan ke atas! Tubuh itu melayang tinggi dan tiba-tiba dari atas Swat Hong berteriak girang, "Heiii, Ibu... itu Ayah datang...!!"

Mendengar ini, Liu Bwee cepat lari ke pinggir tebing tinggi dan memandang ke laut. Wajahnya berseri-seri, jantungnya berdebar karena penuh rindu kepada suaminya. Benar saja. Tampak sebuah perahu dan dia mudah mengenal suaminya yang mendayung perahu itu dengan kekuatan dahsyat sehingga perahu kecil meluncur seperti seekor ikan hiu yang marah.

Akan tetapi alis wanita ini berkerut ketika dia melihat dua orang lain di dalam perahu. Seorang wanita muda yang cantik! Hatinya terasa tidak enak. Dia tidak akan mengikat suaminya, dan sebagai seorang isteri pangeran calon raja tentu saja dia maklum bahwa suaminya berhak mengambil selir sebanyak-banyaknya. Akan tetapi entah mengapa, kedatangan suaminya dengan dua orang itu, terutama seorang wanita cantik, mendatangkan rasa gelisah yang aneh didalam hatinya.

"Ibuuu...! Tolong dulu aku...!"

Teriakan Swat Hong ini mengejutkan hatinya. Dia menengok dan melihat tubuh anaknya meluncur turun. Dia kaget dan baru sadar bahwa ketegangan mendengar suaminya pulang membuat dia lupa kepada puterinya. Sungguh pun Swat Hong telah memiliki ginkang yang cukup baik, akan tetapi meluncur turun dari tempat tinggi seperti itu ada bahaya kaki patah atau setidaknya salah urat.

Untuk meloncat sudah tidak ada waktu lagi, maka cepat dia menyambar sebuah ranting kayu di dekat kakinya, lalu melontarkan kayu itu dengan tepat melayang di bawah kaki Swat Hong. Anak ini juga tidak menyia-nyiakan pertolongan ibunya. Dia menginjak kayu itu dan tenaga luncuran kayu itu dapat menahan dan mengurangi tenaga luncuran tubuhnya sendiri dari atas sehingga dia dapat meloncat ke bawah dengan aman.

Seperti tidak pernah mengalami bahaya apa-apa, anak itu lalu lari ke arah ibunya dan berteriak girang, "Ayah datang, Ibu?"

Ibunya hanya mengangguk tanpa menoleh, tetapi memandang ke arah perahu yang makin mendekat pantai.

"Heii, Ayah bukan datang sendiri! Ada seorang wanita dan anak laki-laki bersama ayah di dalam perahu!"

Liu Bwe tetap tidak menjawab akan tetapi memandang tajam penuh selidik ke arah perahu.

"Wah, jangan-jangan itu selir dan putera ayah!" Swat Hong yang memang berwatak terbuka itu berkata mengomel.

Anak ini sudah tahu akan kebiasaan para pangeran untuk mengambil selir, maka dia tidak akan merasa heran pula kalau ayahnya juga mempunyai selir di luar Pulau Es, biar pun hatinya merasa tidak senang dan penuh iri memandang kepada anak laki-laki di dalam perahu itu.

Mendengar ucapan Swat Hong yang tanpa disengaja merupakan benda tajam menusuk hatinya itu, Liu Bwee menjawab, “Perempuan itu masih terlalu muda untuk menjadi ibu anak laki-laki itu, sungguh pun bukan tidak mungkin dia adalah selir Ayahmu karena dia memang cantik."

Bu Kek Siansu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang