Jilid 6

781 7 0
                                    

DIAM-DIAM Sin Liong kagum bukan main. Tenaga beruang ini luar biasa besarnya, dan kiranya dia hanya akan dapat menandingi tenaga raksasa ini kalau dia menggerakkan sinkang sekuatnya! Akan tetapi tiba-tiba dia mendapat firasat tidak baik melihat sikap beruang itu, maka disambarnya tangan sumoi-nya dan dia berteriak. "Awas, Sumoi. Mari kita lekas pergi. Dia menghendaki demikian, entah mengapa?"

Sin Liong memegang erat-erat lengan sumoi-nya dan membiarkan dirinya diseret oleh beruang itu. Binatang itu mengajaknya setengah paksa berlompatan dan berlarian ke gunung es lain yang berdekatan. Baru saja mereka melompat ke atas gunung es lain itu, tiba-tiba terdengar suara keras dan gunung es di mana mereka berada tadi telah pecah berantakan menjadi keping-keping kecil. Kiranya gunung es itu ditabrak oleh gunung es yang lain dan hal ini agaknya telah diketahui oleh si beruang tanpa melihat datangnya gunung es yang tak tampak dari situ. Ternyata binatang itu hanya diperingatkan oleh nalurinya yang tidak ada pada manusia!

Sin Liong berdiri dengan muka pucat, kemudian dia merangkul beruang itu. "Terima kasih, Kakak Beruang. Kiranya engkau malah menyelamatkan kami berdua."

Akan tetapi Swat Hong merasa tidak senang. "Suheng, mari kita segera pergi dari sini. Tempat ini amat berbahaya. Lihat, gunung es tadi hancur dan itu perahu kita kelihatan dari sini. Untung tidak hilang. Marilah, Suheng."

"Nanti dulu, Sumoi. Aku harus mencarikan daun obat untuk mengobati luka-luka di tubuh beruang ini."

"Ah, perlu apa? Kita bisa celaka di sini..."

"Sumoi, dia telah menyelamatkan nyawa kita!"

"Hemm, begitukah? Engkau pun tadi telah menyelamatkan nyawanya ketika kau mengusir burung-burung nazar itu, bukan? Aku melihat dari jauh. Berarti sudah terbalas semua budi, bukan? Marilah, Suheng."

"Tidak, Sumoi. Kita tinggal di sini dulu sampai aku selesai mengobatinya."

Swat Hong menjadi marah. "Agaknya kau lebih sayang beruang betina ini dari-pada aku!"

"Sumoi...!"

Akan tetapi Swat Hong sudah berlari pergi. Ia berloncatan di atas pecahan es dan menuju ke perahu mereka, meloncat ke dalam perahu dan mendayung perahu itu pergi dari situ! Sin Liong menjadi bingung dan hampir membuka mulut menegur, akan tetapi dia membatalkan niatnya karena maklum bahwa hal itu percuma saja.

"Ngukkk... nguuukkk...." beruang itu mendengus-dengus dan menciumi kepalanya.

"Ahhh, Enci (Kakak Perempuan) beruang, betapa sukarnya menyelami watak wanita. Aku telah membuat hatinya kecewa dan marah, akan tetapi bagaimana hatiku dapat tega meninggalkan engkau yang terancam bahaya maut oleh lukamu?"

Sin Liong lalu mengajak beruang itu mencari daun. Karena perahu sudah dibawa pergi Swat Hong, maka terpaksa dia mencari pulau yang masih ada tetumbuhannya dengan jalan berloncatan dari batu es lainnya. Kalau jaraknya terlalu jauh, beruang itu menggendongnya dan membawanya berenang ke batu es lainya atau kadang-kadang Sin Liong menggunakan sebongkah es yang mengambang sebagai perahu, didayung dengan tangannya yang kuat. Akhirnya setelah melalui perjalanan yang amat sukar, dapat juga dia menemukan pulau yang masih ada tetumbuhannya. Di pulau kecil itu dia mulai mengobati luka-luka beruang itu sampai sembuh.

Pada suatu hari dia melihat sebuah perahu kosong terbalik mengambang tidak jauh dari pulau. Dia merasa girang sekali. Cepat menyuruh beruang mengambilnya dan hatinya terharu ketika mengenal perahu itu sebagai sebuah di antara perahu Pulau Es.

“Tentu penumpangnya telah lenyap ditelan badai,” pikirnya.

Dia lalu membuat dayung dari cabang pohon. Setelah beruang hitam itu sembuh benar, dia lalu melompat ke perahu dan mendayungnya meninggalkan pulau. Akan tetapi tiba-tiba beruang itu terjun ke air dan berenang mengejar perahunya.

Bu Kek Siansu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang