APALAGI
ketika Sin Liong datang untuk kedua kalinya, bahkan pemuda itu telah menolong Soan Cu, dan menolong Pulau Neraka yang diserbu bajak laut. Tentu saja dia tidak dapat memaksa pemuda itu untuk menjadi calon suami cucunya, akan tetapi dengan kesempatan melakukan perantauan bersama, dia harap akan timbul cinta di dalam hati pemuda itu terhadap cucunya yang dia tahu merupakan seorang gadis yang cantik jelita dan berilmu tinggi, juga berwatak baik....Demikianlah, Sin Liong meninggalkan Pulau Neraka bersama Soan Cu dan juga beruang raksasa yang menjadi jinak itu. Dengan sebuah perahu yang disediakan oleh Ouw Kong Ek, berangkatlah mereka meninggalkan Pulau Neraka, berlayar melalui pulau-pulau di daerah itu. Akhirnya, karena tidak berhasil menemukan Swat Hong yang dicari-carinya, juga tidak tampak seorang pun manusia tinggal di daerah lautan berbahaya itu, Sin Liong mengemudikan perahunya menuju ke arah barat, ke daratan besar.
"Besar kemungkinan Sumoi mendarat. Kalau sampai belasan tahun ayahmu tidak pernah pulang dan tidak ada beritanya, juga bukan tidak mungkin Ayahmu tinggal di sana," katanya kepada Soan Cu. "Mari kita mencari jejak mereka di daratan besar."
Soan Cu tidak membantah. Demikianlah akhirnya mereka mendarat, hanya beberapa hari lebih dulu dari pendaratan yang dilakukan oleh Swat Hong yang tersesat jalan dan mendarat jauh di selatan sehingga dia bertemu dengan Kwee Lun. Karena dari pantai ke barat banyak melalui daerah yang sunyi, pegunungan dan hutan, maka adanya beruang bersama mereka tidak terlalu mengganggu benar. Pula, binatang itu sudah jinak sekali, bahkan dapat disuruh untuk mencari buah-buahan, pandai pula mencari air di dalam hutan yang lebat.
Pada suatu hari, tibalah mereka di pegunungan Tai-hang-san. Tanpa mereka ketahui, mereka tiba di lereng puncak Awan Merah, daerah kekuasan Tee-tok. Ketika mereka memasuki sebuah hutan besar, tiba-tiba terdengar auman harimau yang amat keras sehingga suara itu menggetarkan hutan. Mendengar auman ini, beruang itu menjadi marah sekali. Sin Liong cepat memegang dan memeluk binatang itu, khawatir kalau-kalau beruang itu akan lari dan berkelahi dengan harimau yang mengaum itu.
"Hai......! Ada harimau! Biar kutangkap dia!" Sian Cu sudah berlari-lari membawa senjatanya yang aneh dan istimewa, yaitu sebatang cambuk berduri yang menjadi senjata kesayangannya di samping pedang. Dia tertawa-tawa gembira sehingga Sin Liong tidak tega untuk melarangnya. Dara itu masih remaja, masih bersifat kanak-kanak dan hanya kadang-kadang saja tampak kedewasaanya.
Sin Liong maklum bahwa gadis yang sejak bayi dibesarkan di tempat seperti Pulau Neraka itu, tentu saja memiliki sifat-sifat liar, akan tetapi dia pun mengenal dasar-dasar baik dari hati Soan Cu. Selain membiarkan gadis itu bergembira, juga dia percaya penuh bahwa ilmu kepandaian Soan Cu sudah tinggi sekali, cukup tinggi untuk melindungi diri sendiri.
Soan Cu berlari cepat sekali, dan ketika berlari ini timbullah kegembiraan yang luar biasa di dalam hatinya. Di depan Sin Liong dia selalu harus menekan perasaannya karena sikap pemuda ini sungguh penuh wibawa dan membuat dia tunduk, takut dan hormat seolah-olah pemuda itu menjadi pengganti kakeknya. Akan tetapi sesunguhnya sejak dia meninggalkan Pulau Neraka, ada perasaan gembira yang disembunyikannya dan baru sekarang dia memperoleh kesempatan untuk melepaskan kegembiraannya yang meluap-luap. Ingin dia bersorak gembira kalau saja tidak takut terdengar oleh Sin Liong! Maka kegembiraannya itu disalurkannya lewat kedua kakinya yang berloncatan dan berlari-lari menuju ke arah suara harimau yang mengaum.
Karena auman harimau itu keras sekali, mudah saja bagi Soan Cu untuk menuju ke tempat itu. Akhirnya dia melihat seekor harimau yang amat besar dan kuat, berbulu indah sekali, loreng-loreng hitam kuning sedang berdiri memandang ke arah seorang laki-laki tua yang berdiri ketakutan. Harimau itu membuka-buka moncongnya, seperti seorang anak kecil yang menggoda kakek itu, menakut-nakutinya, kadang-kadang mengaum. Tiap kali harimau itu mengaum, kedua kaki orang itu menggigil.