SEPERTI telah dituturkan di bagian depan, Sin Liong dan Swat Hong saling bertemu kembali di lereng puncak Gunung Awan Merah tempat tinggal Tee-tok Siangkoan Houw. Setelah mendengar tentang Bu-tong-pai yang dikuasai oleh The Kwat Lin yang memang sedang mereka cari-cari, Sin Liong bersama Swat Hong lalu meninggalkan lereng Awan Merah, turun gunung dan dengan cepat pergi menuju ke pegunungan Bu-tong-san.
Biar pun kedua orang muda yang memiliki ilmu kepandaian tinggi ini telah menggunakan ilmu berlari cepat dan hanya mengaso apabila mereka merasa lapar dan terlalu lelah saja, namun karena jaraknya yang amat jauh, kurang lebih sebulan kemudian barulah mereka tiba di lereng Pegunungan Bu-tong-san. Di kaki gunung tadi mereka telah memperoleh petunjuk dari seorang petani di mana letak Bu-tong-pai, yaitu di atas salah satu di antara puncak-puncak pegunungan Bu-tong-san.
"Hati-hatilah, sumoi, kita sudah tiba di daerah Bu-tong-pai," Sin Liong berkata ketika mereka berhenti sebentar di bawah pohon untuk melepas lelah sambil menghapus keringat dari dahi dan leher.
"Hemm, kita hanya berurusan dengan The Kwat Lin, urusan pribadi yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan Bu-tong-pai. Kita harus menyatakan ini kepada semua orang Bu-tong-pai, kalau mereka tidak mau mengerti dan hendak membela The Kwat Lin, kita hantam mereka pula!"
Hati Sin Liong merasa khawatir sekali. Memang akibatnya amat berlawanan setelah bertemu dengan sumoi-nya ini. Girang dan juga khawatir. Serba susah. Dia tentu saja girang sekali dapat bertemu dengan sumoi-nya dalam keadaan selamat dan sehat. Akan tetapi di samping rasa girang ini, juga dia kini selalu dilanda kekhawatiran akan sifat Swat Hong.
Andai kata dia sendiri saja yang datang ke Bu-tong-pai, tentu dia akan membujuk agar The Kwat Lin mengembalikan pusaka-pusaka Pulau Es dan dia tidak akan menuntut hal ini. Akan tetapi, setelah pergi bersama Swat Hong, dia tahu bahwa tentu gadis ini akan menimbulkan keributan. Tentu Swat Hong akan memusuhi The Kwat Lin yang dianggapnya menjadi penyebab kesengsaraan ayah-bundanya. Hal ini menaruh dia di tempat yang amat tidak menyenangkan. Membantu Swat Hong memusuhi The Kwat Lin berlawanan dengan batinnya karena dia tidak ingin memusuhi siapa pun juga. Tidak membantu, tentu Swat Hong terancam bahaya dan tentu akan marah dan benci kepadanya!
Mereka sudah mendekati puncak di mana tampak dinding tembok Bu-tong-pai yang tinggi.
"Sumoi, kau serahkan saja kepadaku untuk bicara dengan orang-orang Bu-tong-pai. Kurasa mereka akan suka menerima alasan kita kalau mereka mendengar apa yang telah dilakukan oleh ketua baru mereka."
Swat Hong mengangguk. "Baiklah, terserah kepadamu, Suheng. Akan tetapi kalau sudah tiba saatnya, kuharap engkau jangan mencegah aku membunuh iblis betina itu!"
Sin Liong tidak menjawab, hanya menghela napas panjang. "Mari kita mendekati pintu gerbang itu. Heran sekali, mengapa sunyi amat? Bukankah kabarnya Bu-tong-pai merupakan perkumpulan yang besar dan mempunyai banyak anak murid?"
Akan tetapi ketika mereka tiba di depan pintu gerbang yang tertutup, tiba-tiba saja pintu gerbang yang lebar itu terbuka dari dalam, terpentang lebar-lebar. Tampaklah lima belas orang laki-laki tua, di antaranya beberapa orang tosu, melangkah keluar dengan sikap tenang namun penuh wibawa dan memandang tajam penuh selidik kepada Sin Liong dan Swat Hong!
Setelah para tokoh Bu-tong-pai itu keluar dan berhadapan dengan mereka, Sin Liong cepat menjura dengan hormat sambil berkata, "Apakah kami berhadapan dengan para Lo-cianpwe dari Bu-tong-pai?"
Dengan pandang mata curiga, belasan orang itu memandang Sin Liong. Tosu tua yang berada paling depan lalu bertepuk tangan dan berteriak, "Kalian keluarlah dan jangan melakukan sesuatu sebelum diperintah!"
Sebagai jawaban kata-kata ini, berlompatanlah delapan belas orang laki-laki gagah perkasa yang tadi bersembunyi di balik pohon-pohon dan rumpun di luar pintu gerbang. Mereka lalu membuat gerakan mengepung dan mereka siap dengan tangan di gagang pedang masing-masing.