Pendekar Binal 3

2.4K 48 1
                                    

Sikapnya yang angkuh kini sudah lenyap, mendadak ia berubah sangat ramah dan serba lembut, ya menimba air, ya cuci mangkuk, pekerjaan yang biasa ditangani anak perempuan itu telah dikerjakannya dengan baik.

Siau-hi-ji terus memandangi tingkah laku orang dan merasa tertarik. Tiba-tiba terdengar suara derapan kuda lari, kedua orang sama terkejut dan pucat. Syukur dengan segera Siau-hi-ji dapat melihat yang datang itu kiranya adalah seekor kuda putih tanpa penunggang. Rupanya kuda putih yang dibeli Siau-hi-ji itu juga mengikuti perjalanan mereka ke sini.

Kejut dan girang Siau-hi-ji, segera ia melompat keluar untuk memapak kuda putih itu, katanya sambil membelai bulu suri kuda itu, "O, kudaku sayang, rupanya kau pun tidak mau ketinggalan, besok akan kuberi makan sawi putih. Eya, kau juga diberi nama, biarlah kunamai kau Sawi Putih.

Ia melirik sekejap ke dalam rumah, di dalam cukup gelap. Selang sejenak tampak Thi Sim-lam keluar dengan membawa dua mangkuk air.

"Sudah kucicipi, air ini terasa manis," kata Sim-lam dengan berseri.

"Kita minum, bagaimana kudanya, dia sudah lelah berlari, biar dia minum semangkuk dulu," kata Siau-hi-ji.

"Jangan, jangan!" kata Sim-lam cepat. "Hanya ... hanya dua mangkuk ini kucuci bersih. Biarkan kuda minum dengan ember saja." Ia menaruh sebuah mangkuk di tepi sumur dan mangkuk lain diserahkan pada Siau-hi-ji, lalu ia lari masuk lagi ke rumah.

Sungguh cepat lari Thi Sim-lam, ketika dia keluar lagi Siau-hi-ji masih tetap berdiri di tempatnya tanpa bergeser, Thi Sim-lam berkedip-kedip, katanya dengan tertawa, "Ayolah minum, sungguh air itu manis!"

"Jangan, air sumur ini beracun," kata Siau-hi-ji dengan tertawa.

"Ti ... tidak mungkin, kalau beracun tentu aku sudah mati keracunan," kata Thi Sim-lam dengan mengikik. "Tadi aku sudah minum satu mangkuk, sekarang biar kuminum lagi semangkuk." Segera ia angkat mangkuk yang terletak di tepian sumur tadi terus ditenggaknya hingga habis.

"Kau sudah minum lebih dulu, legalah hatiku," kata Siau-hi-ji tertawa. Lalu ia pun minum semangkuk air.

Sementara itu malam sudah tiba, bintang bertebaran di langit. Mendadak air muka Siau-hi-ji berubah hebat, serunya dengan terputus-putus, "Wah, cel ... celaka! Mengapa ... mengapa kepalaku menjadi pusing."

Thi Sim-lam menatapnya dengan tajam, katanya, "Jangan khawatir, tidak apa-apa, duduklah sebentar tentu baik."

"Ah, tidak benar ini, tidak beres, mengapa badanku terasa lemas," kata Siau-hi-ji pula. Baru habis ucapannya, "bluk", ia benar-benar roboh terguling sambil berteriak, "Racun, di ... di dalam air ada racun!"

Mendadak Thi Sim-lam mundur dua tindak, lalu menjengek, "Hm, jangan khawatir, air itu tidak beracun, hanya diberi obat bius saja, silakan tidur semalam di sini, besok pagi kau dapat berjalan lagi."

Siau-hi-ji mengeluh, katanya dengan tak lancar, "Meng ... mengapa kau menaruh ... menaruh obat bius di dalam air?"

"Soalnya aku harus pergi ke suatu tempat dan tidak boleh terhalang olehmu," jawab Thi Sim-lam.

"Kau ... kau ...." makin lama makin tak jelas ucapan Siau-hi-ji.

Thi Sim-lam tertawa, katanya, "Kau ini terhitung bocah pintar juga, cuma ...." sembari berkata dia terus melangkah pergi, tapi baru saja berucap sampai di sini, tiba-tiba kakinya terasa lemas dan hampir jatuh tersungkur. Seketika air mukanya berubah pucat, ia melangkah lagi sekuatnya, tapi baru dua tindak ia lantas jatuh benar dan menggeletak di samping ember kayu, bahkan tenaga untuk merangkak saja tidak ada, dengan suara gemetar ia bertanya, "Ba ... bagaimana bisa terjadi begini?"

Twins aka Pendekar Binal (Jue Dai Shuan Jiao) - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang