Pendekar Binal 12

2K 42 0
                                    

"Apakah dia ini putramu?" tanya Ok-tu-kui sambil menuding Kang Giok-long.

"Betul, ia putraku yang tak becus," jawab Kang Piat-ho dengan kesal.

"Ayah ksatria putra tak becus ...." Ok-tu-kui menukas sambil geleng-geleng kepala, mendadak ia menggebrak meja dan membentak, "Jika betul dia ini putramu, jadi kau ini mewakilkan dia untuk bertaruh denganku?"

"Jika Han-wan Siansing berminat, boleh juga Cayhe mengiringi kehendakmu," jawab Kang Piat-ho.

Ok-tu-kui bergelak tertawa, katanya, "Dapat bertaruh besar-besaran dengan orang macam kau ini, sungguh suatu kesenangan bagiku."

"Entah taruhan apa yang dikehendaki Han-wan Siansing?" tanya Piat-ho tertawa.

Setelah merenung sejenak, dengan suara keras Ok-tu-kui berkata, "Pertaruhan kita kukira paling sederhana, tak pedulikan siapa yang kalah, ia harus manda diperlakukan apa pun juga oleh pihak lawan."

Cara pertaruhan ini sungguh membikin semua orang terkesiap. Sebenarnya soal mati atau hidup bagi orang Kangouw bukan sesuatu hal yang luar biasa. Tapi "manda diperlakukan apa pun juga oleh pihak lawan", betapa pun membuat orang berpikir dua kali. Coba bayangkan, apabila pihak pemenang menyuruh yang kalah melakukan sesuatu yang tidak mungkin terlaksana atau sesuatu perbuatan yang memalukan, bukanlah hal ini akan jauh lebih susah daripada 'mati'. Apalagi orang yang berkedudukan seperti Kang Piat-ho, kalau dia kalah, betapa pun juga dia tidak dapat ingkar janji dan terpaksa harus melakukan apa yang dihendaki pihak lawan. Karena itulah semua orang mengira Kang Piat-ho pasti tidak terima syarat pertaruhan gila itu.

Tak terduga dia hanya tersenyum hambar saja dan menjawab, "Boleh juga usul Han-wan Siansing ini. Cuma cara bagaimana bertaruhnya masih perlu penjelasan lagi."

Melihat Kang Piat-ho menerima usulnya begitu saja, mau tak mau Ok-tu-kui juga merasa di luar dugaan. Ia angkat cawan araknya dan ditenggaknya habis, lalu berkata dengan tertawa, "Bagus, Kang-tayhiap benar-benar berjiwa ksatria sejati. Tentang cara pertaruhannya boleh terserah kehendakmu saja."

"Ah, tidak perlu Han-wan Siansing rendah hati ...."

"Tidak, taruhannya sudah kutetapkan, cara bertaruhnya harus kau yang menentukan, ini adalah peraturanku," bentak Ok-tu-kui.

"Jika begitu, terpaksa aku menurut saja," ucap Kang Piat-ho dengan tertawa, ia lantas memindahkan sebuah meja kecil ke depan, ia ambil pula satu mangkuk "Ang-sio-hi-sit" dan ditaruh di tengah meja.

Han-wan Sam-kong merasa aneh, katanya, "Untuk apakah ini?"

"Begini caranya," tutur Kang Piat-to, "Kita masing-masing menggebrak meja satu kali, siapa yang membikin tumpah kuah Hi-sit atau merontokkan mangkuk hingga jatuh ke lantai, maka dia dianggap kalah."

"Itu kan terlalu mudah!" seru Han-wan Sam-kong tertawa, perlahan ia lantas menepuk meja dan dengan sendirinya kuah Hi-sit itu tidak muncrat setetes pun. Seketika Ok-tu-kui berhenti tertawa, lalu berkata pula dengan mata mendelik, "Cara pertaruhan begini biarpun berlangsung hingga tahun baru juga takkan terjadi kalah dan menang. Apakah kau sengaja mempermainkan diriku atau hendak menipu aku?"

Kang Piat-ho tersenyum, jawabnya, "Bukan begitu caranya, harus begini ...." sembari bicara telapak tangannya terus menabok ke permukaan meja.

Tampaknya dia tidak menggunakan tenaga, tapi meja kecil yang terbuat dari papan kayu jambu yang keras itu mendadak berubah seempuk agar-agar, tangan Kang Piat-ho dengan mudah saja menembus permukaan meja dan kuah Hi-sit semangkuk penuh itu tak tercecer setitik pun, bahkan sama sekali tidak bergoyang.

"Nah, cara kita menggebrak meja harus begini, sekaligus harus menembus permukaan meja, seumpama kita sama-sama tidak membikin tumpahnya kuah Hi-sit ini, segera kita pukul meja lagi dan akhirnya permukaan meja tentu akan tersisa bagian tengah yang menyangga mangkuk dan pasti juga akan rontok. Siapa yang terakhir membikin jatuh mangkuk Hi-sit, dia yang kalah."

Twins aka Pendekar Binal (Jue Dai Shuan Jiao) - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang