Empat jam telah berlalu sejak keempat remaja itu bersama mengerjakan enam puluh soal kalkulus di rumah Si Kembar. Lembaran kertas folio tersebar acak-acakkan di lantai. Berbagai buku referensi kalkulus, entah itu dari modul ataupun perpustakaan pun tak luput dari pengamatan. Keadaan pun semakin riweuh kala penghapus dan tipe-X dioper ke sana ke sini layaknya bola. Tak jarang erangan frustasi dan perdebatan, mendominasi ruang tamu depan tempat mereka belajar. Yang lebih mengherankan lagi, di antara mereka hanya Putri saja yang tampak asik bersenandung ria menyanyikan salah satu lagu dari Ariana Grande karena sejak awal tidak tertarik dengan apa yang ketiga orang itu kerjakan. Permintaannya hanya satu. Contekan.
"Akhirnya!"
Ruby merenggangkan otot-otot lengannya dan melakukan streching untuk menghilangkan sedikit rasa pegal di pundak dan punggungnya. Bahkan kakinya sedikit keram karena terlalu lama duduk bersila di lantai. Sementara itu, Ello dan Putra bersandar pasrah pada kaki sofa menghela nafasnya lega.
Putri nyengir lebar melihat hasil kerja keras ketiganya yang nampak seperti orang yang habis kerja rodi. "Wih, udah selesai nih? Gue bisa nyontek dong? Asik!" serunya bersemangat sambil tertawa lebar. Mungkin efek magabut?
"Enak aja nyontak-nyontek seenak udel lo. Kita yang mikir keras, tapi lo yang terima hasil. Emang tempe lo!" maki Ello berketus ria tidak terima hasil jerih payah otaknya, di copas begitu saja dengan semena-mena.
"Biarin wlee! Sirik aja lo." Putri menjulurkan lidahnya meledek Ello, lalu tersenyum geli. Membuat Ello memutar bola matanya jengah.
"Mau nyontek? Boleh aja sih. Tapi ada syaratnya."
Putri mengerutkan dahi mendengar ucapan Putra yang sok misterius. "Syarat? Apaan?"
Putra menyeringai licik kali ini, setelah menatap Ruby dan Ello untuk melancarkan aksi terpendamnya. "Lo harus kerjain sisa sepuluh soal kalkulus yang belum kita kerjain. Terserah, mau lo searching di google kek, mau lo ke rumah Pak Toro kek. Pokoknya lo harus kerjain tuh sepuluh soal sisanya." jelasnya membuat Putri melongo hebat.
"WHAT?!" pekik Putri membuat ketiganya pasrah menutup telinganya masing-masing. "Lo bercanda ya?! Lo kan tau kapasitas otak gue kayak gimana Tra!" rutuknya.
Putra mengangkat bahunya acuh. "Yaudah, itu sih pilihan lo. Mau ngerjain lima puluh soal sendiri, atau ikutin syarat dari gue tadi. Yang pasti gue udah kasih keringanan buat lo yaa."
Putri mencebikkan bibirnya. "Cih! Apa-apaan tuh! Pilihan kayak gitu lo bilang ringan. Saudara kembar macam apa lo yang mau ngebunuh saudaranya sendiri!" cibirnya.
"Oke, lo kerjain sendiri."
"Eh, eh! Iya, iya gue kerjain deh." Putri akhirnya mengalah. Bibirnya sudah mengerucut tanda cemberut. "Tapi gue gak bisa jamin tuh jawaban bener apa enggak."
Putra tersenyum kecil. "Oke, no problem."
Setelahnya, mereka memutuskan untuk membereskan semua kertas, buku, serta alat tulis yang berserakan di sekitarnya. Mereka semakin mempercepat gerakannya kala jam dinding Putra menunjukkan pukul setengah tujuh malam.
"Lo balik sama gue aja yuk, By." tawar Ello yang sudah bersiap setelah berhasil menutup resleting tas ranselnya. Ruby yang tadinya asik memandangi layar ponselnya, menoleh sebentar pada Ello. Ia tersenyum kecil dengan mata membentuk bulan sabit. "Nggak usah El, lagipula gue udah dijemput. Hehe,"
Ello menyipitkan matanya penuh selidik. "Dijemput siapa? Emang orangtua lo udah balik ke Indonesia?"
Ruby menggeleng pelan. "Bukan. Bukan orangtua gue."
"Terus?" Ello berasumsi sendiri. Semoga saja pikirannya ini salah besar. "Dijemput Sean ya?"
Ruby tercenung. Lalu, menggeleng geli. Bagaimana bisa Ello bisa berpikiran sejauh itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
JET BLACK HEART
Teen Fiction[Sequel dari cerita "30 DAYS FOR LOVE"] Seumur hidupnya, Ruby tidak pernah membayangkan akan tinggal di satu atap bersama dengan Sean, si lelaki dingin dan angkuh yang sangat asing baginya. Namun di sisi lain, Ruby merasa aneh dengan perasaannya yan...