V O T E
Lagu yang indah, diakhiri dengan tetesan air mata yang jatuh dari bolamata kedua insan itu. Jinhye meletakkan gitarnya kemudian bangkit berdiri, menghampiri ayahnya yang terdiam. Memang, direktur Lee sedari tadi berdiri dengan jarak agak jauh dengan putrinya tersebut.
"Berapa kali aku harus menghapus airmata mu, ayah?"
Jinhye mencoba tersenyum kemudian mengusap airmata ayahnya tanpa mempedulikan kalau dirinya pun sedang menangis.
Direktur Lee terdiam, kemudian ia mencoba tersenyum dan ikut mengusap airmata yang mengalir ke pipi Jinhye.
Jinhye melangkah mundur, "Aku seorang gadis yang akan menikah diusia 17 tahun. Ayah benar, pernikahan tidak membutuhkan adanya cinta. Dan sebentar lagi, aku akan menjadi seorang istri dari pria yang tidak kukenali"
"Jinhye.."
"Aku akan pergi bukan, ayah?"
Jinhye terisak pelan, ia tahu make up nya akan rusak jika ia menangis. Persetan dengan riasan, pernikahan akan berlangsung satu jam lagi. Ia masih ada waktu untuk membenarkan penampilannya. Apa harus? Maksudnya-apa ia harus memperbaiki penampilannya pada sebuah pernikahan yang tidak ia harapkan?
Jinhye kembali teringat perkataan tuan Kim saat dini hari tadi. Ia akan pindah meninggalkan rumah ini. Pergi ke sebuah rumah yang sudah disiapkan untuk dirinya dan suaminya kelak, tempat yang jauh dari ayahnya, dan semua kenangan ini.
"Jinhye.." Direktur Lee melangkah maju, ia ingin mendekap putrinya disaat seperti ini. Ya Tuhan, demi apapun Jinwoo tidak bermaksud menyakiti hati putrinya, hasil dari cintanya pada Jisoo, istrinya.
Bahkan, setiap melihat Jinhye, Jinwoo selalu menyangka bahwa Jisoo kembali hidup. Semua yang ada di diri putrinya, mengingatkan Jinwoo pada istrinya. Senyuman, tawa, dan pancaran mata keduanya terlihat sama. Setidaknya sebelum Jinhye berubah menjadi gadis dingin yang tak pernah tersenyum, tertawa, dan selalu menatap dingin semua orang yang ada dihadapannya.
Jika Jisoo tahu soal ini, kenyataan bahwa Jinwoo menyakiti putri mereka, Jisoo akan sangat kecewa, sangat. Tapi.. Jinwoo memejamkan matanya sekejap, merasakan bahwa Jisoo ada didekatnya, tepatnya dihatinya. Menguatkannya untuk menjalani kehidupan ini, bahkan mendukung ambisi Jinwoo untuk membuat Jinhye tidak kekurangan apapun di dunia ini. Tapi nyatanya ia telah membuat Jinhye kekurangan kasih sayang karena ambisinya.
Jinhye melangkah mundur sambil terisak, "Ayah tahu? Aku akan sangat merindukan ayah, sangat. Bahkan hanya untuk ditinggal ayah selama satu detik, aku akan merindukan ayah. Dan sekarang, aku akan pergi, ayah..hiks"
"Aku tahu ayah tidak akan merindukanku. Tapi aku takut, ayah..hiks. Rindu ini akan membunuhku. Apa ayah dapat mengerti perasaanku?"
"Maafkan ayah, Jinhye"
Jinhye tersenyum sedih dengar airmata yang semakin menjadi-jadi, "Ayah tidak salah. Tapi saat ini, aku butuh ibu ayah..hiks. Ibu.."
Direktur Lee membeku mendengar apa yang dikatakan putrinya. Tuhan.. bantu aku.
"Apa ibu akan membiarkanku pergi seperti ayah jika ia masih ada disini?"
"Jinhye, ibu ada disini.."
Jinhye mengepalkan tangannya, "Lalu dimana dia, ayah? Jika ibu ada, ia tidak mungkin membiarkanku menikah diumur 17 tahun seperti ini!!"
Direktur Lee melangkah mendekat dan segera menarik Jinhye kedalam pelukannya sebelum putrinya menghindar. Ia memperat pelukan itu, seketika rasa rindu terhadap putrinya itu meluap. Ia sangat merindukan anaknya, sampai ia tidak dapat merasakan paru-parunya mendapat oksigen yang cukup. Terasa sesak.
KAMU SEDANG MEMBACA
BETWEEN ; Sehun ✔
Fanfiction#1 . . . Kita selalu memiliki hambatan. Cinta adalah soal waktu. Yang penting adalah ketika jalan kita bersebrangan. Inilah jalan takdirnya. Ini adalah tentang waktu.