ANBU ACADEMY
Naruto © Masashi Kishimoto
Ia berjalan mengikuti 4 orang pemuda di depanya dengan mata yang berat. Ini sudah larut malam, dan ia ingin segera tidur. Perjalanan dari Kiri ke Konoha ternyata cukup melelahkan. Apalagi sedikit drama dari orang tuanya yang menurutnya sangat tidak lazim. Ransel dipunggungnya terasa sangat berat. Ia kesulitan mengikuti langkah pemuda-pemuda di depanya yang lebar-lebar. Pelataran gedung yang menjulang tinggi dengan dua pilar besar bertuliskan AKADEMI ANBU KONOHA itu begitu luas. Matanya terasa begitu berat sehingga tak banyak yang bisa ia amati. Dinginya angin malam semakin membuatnya ingin bergelung di bawah selimut tebal.
"Jadi, namamu Sakura?" seorang pemuda berambut abu-abu bertanya padanya.
"Ya," ia menjawab dengan pelan antara sadar dan tidak.
"Aku Mizuki, ini Kawaki, dia Darui dan pemalas itu Shikamaru."
"Kau dari Kiri, pasti kau pandai bergulat kan? Aku tak sabar ingin melihatnya nanti," Kawaki, pemuda dengan tato belati di bawah mata kirinya menoleh tersenyum padanya. Namun bagi Sakura senyuman itu mengerikan. Ia diam tak menjawab karena bingung dengan apa yang sebenarnya mereka bicarakan.
"Jangan mulai kalian," Shikamaru yang berjalan dengan malas-malasan mengingatkan.
"Ayolah Shika, hidupmu terlalu membosankan. Bersenang-senang dengan tikus kecil akan membuatmu sedikit merasa bahagia."
Ketika mereka hendak berbelok melewati koridor panjang yang sedikit remang-remang, dari kejauhan tampak seorang gadis pirang bercepol 4 berlari-lari ke arah mereka.
"Shika, ruang pertemuan sekarang! Ada rapat mendadak. Dan kalian bertiga langsung antar murid baru ke dormnya," gadis itu segera berbalik pergi dengan tergesa-gesa.
"Merepotkan. Kalian segera anatar Sakura ke kamarnya, jangan macam-macam padanya," setelah itu Shikamaru memberikan koper Sakura pada Darui dan segera menyusul gadis bercepol empat.
"Kau duluan nona muda, ikuti saja Darui," Mizuki memerintahkan. Sakura menurut saja karena sekarang ia mulai sedikit ketakutan.
"Kau lebih suka bertarung menggunakan otot atau otak, Sakura-chan?" suara rendah Kawaki membuatnya sedikit merinding.
"Otot," ia menjawab tanpa pikir panjang.
"Ya, itu bagus."
"Jadi kau lebih suka membunuh dengan tangan kosong atau menggunakan senjata?" Sakura tahu ia sedang dijadikan bahan lelucon oleh kakak kelas, jadi dia diam tak menjawab.
Setelah beberapa saat tak ada yang berbicara, tiba-tiba dua stik runcing melayang tepat kearah pelipisnya. Ia hanya diam mematung. Bahkan ia tak sempat berkedip, apalagi menghindar. Sebuah kaki bersneaker putih menendang stik itu dengan santai.
Pranggg!
Stik itu terlempar jauh ke depan. Nafas Sakura memburu, jantungnya berdegup lebih cepat. Ia benar-benar terkejut dan ketakutan. Ia menoleh ke kanan. Seorang pemuda jangkung dengan hoodie hitam berdiri dengan pandangan lurus ke depan. Ke dua tanganya dimasukan ke dalam saku celana. Rambut emonya mencuat ke atas seperti pantat ayam. Dan tanpa berkata sepatah kata pun pemuda itu berlalu kearah Shikamaru pergi. Sakura menyesal tak sempat mengucapkan terima kasih pada pemuda yang menolongnya. Kantuknya sudah benar-benar hilang.
"Refleksmu sangat buruk, dan itu mengecewakanku," hanya itu yang diucapkan Kawaki sebelum mereka melanjutkan langkahnya menuju dorm.
Masih terbayang tangisan sang ibu semalam ketika mengantarnya sampai gerbang Akademi ANBU Konoha. Rasanya ada yang ganjil walupun wajar jika ibunya menangis melepasnya jika mengingat ia adalah anak satu-satunya dan tak pernah pergi meninggalkan orang tuanya. Tapi sekarang ia menuntut ilmu di Konoha yang notabenenya jauh dari rumahnya yang berada di pinggiran Kiri. Tak ada seorang pun yang dikenalnya di sini. Ia benar-benar merasa sendirian. Tapi ia akan selalu menunggu setiap akhir pekan untuk pulang ke rumah seperti janji yang ia katakan kepada ibunya. Sekarang ia hanya perlu mengingat kata-kata ayahnya. Ia dilarang menyebutkan nama Marganya di depan teman-temanya. Tidak boleh terlalu menonjolkan diri dan mencari masalah karena itu hanya akan menyusahkan dirinya sendiri. Tapi ia semakin merasa aneh ketika ayahnya yang merupakan sosok paling kuat yang ia tahu selama ini pun, semalam diam-diam meneteskan air mata ketika memeluknya. Saat itu ayahnya terlihat rapuh dan tak berdaya. Padahal ia hanya menuntut ilmu di Konoha bukan untuk pergi selamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANBU ACADEMY
FanfictionPranggg! Stik itu terlempar jauh ke depan. Nafas Sakura memburu, jantungnya berdegup lebih cepat. Ia benar-benar terkejut dan ketakutan. Ia menoleh ke kanan. Seorang pemuda jangkung dengan hoodie hitam berdiri dengan pandangan lurus ke depan. Ke dua...