"Nisa.." sebuah pelukan hangat menyambutnya saat Tian membuka pintu taman belakang rumahnya. "Gue gak nyangka lo bakal nikah ama dia."
Fiorenca Mellody Hayman, salah satu sepupu Tian kini berjalan – hampir melompat disampingnya. "Kalian ketemu dimana? Lo gak hamil duluan kan jadi pengen nikah cepet ama kak Tian?"
"gak kok. Mungkin udah jodohnya."
Fio mencibir. Alasan seperti itu tak bisa diterima oleh nalarnya yang tau sifat asli kak Tian. "Kalian gak rencanain pernikahan bisnis kayak di novel – novel romantis itu, kan?"
"Lo jangan mabuk, dek." Teguran saudara kembarnya, Edric Hayman yang kini asyik membalik beberapa sosis berukuran sedang serta daging di atas panggangan. membuatnya mencibir. "Apapun yang terjadi, gue seneng bahwa lo pasangannya, Nisa."
"Kenapa emangnya kalau bukan Nisa?"
"Karna kami semua harus kenalan dan itu melelahkan."
"...Lo kira gue mau nikah – walaupun Cuma boongan di TV? Ora sudi!"
Mereka menoleh kesumber suara. "Kalau aja gue ngeh sebelum tanda tangan kontrak sialan itu, gue juga males punya istri dengan predikat wanita termanja diseluruh Indonesia – biar dikata lo princess!"
"Juga kasar!" tambah Frans yang kini ditimpuk tas berukuran cukup besar oleh Kim. "Apes bener ama siapapun yang jadi cowok lo!"
"Gaes.." Tian buru – buru menangkap tangan Kim yang siap melayangkan pukulan ke arah Frans. "Gak bisa damai, yah?"
Kim membuang muka. "Gue ada kontrak kerja reality show gitu disini selama 2 tahun. Ceritanya kami menikah gitu karna dijodohin oleh fans, akan ketemu saat syuting pertama. Gue iyain waktu itu karna asyik dan begonya gak nanya siapa pasangan gue."
"Baru nyadar?"
Pinggang kirinya nyut – nyutan karna cubitan Kim. "Gue datangh dengan bahagia, langsung empet liat si kutu loncat ini duduk disamping produser. Pengen cabut kontrak males bayar pinalty dan sejumlah keribetan lainnya! Arrghh..." Kim berteriak frustasi dan menuding tepat didepan dada Frans yang menaikkan alis sebelah. "kenapa harus lo, sih?"
"Seruuu!!! Judulnya apa, Kim? Pasti romantis banget, deh. Aahhh... baru diceritain udah melting duluan."
Kim mendengus melihat rona merah di pipi Fio. "Sengsara tiada akhir bersama Fransisco Boulanger!" Ia berjalan melewati mereka, berhenti tepat didepan Nisa yang tersenyum canggung, lalu menoleh kearah Tian yang nyengir. "Berhasil ceritanya?"
"Yap. Gue gitu loh."
"Kok lo mau nikah ama dia, Nis? Kan dia yang ejek lo sampai nangis penuh rendah diri waktu kecil dulu."
"Jangan mulai, Kimberly."
"Gak cukup punya satu musuh yah, seksi?" untung ia sempat menghindar saat heels berwarna merah dengan hak mungkin 7 cm terlempar kearahnya. "gue mungkin butuh asuransi selama syuting nanti. Mana tau tubuh gue bonyok lo hajar."
"sekalian aja asuransi kematian , kan umur lo semakin pendek kalo ama gue."
"Adu tonjok sesi 2 dilanjutin abis makan aja yah. Gue lapar berat."
"Aku bantu Fio dulu."
Tian tak tau kenapa Nisa terlihat tegang dibanding bahagia akan penerimaan semua sepupunya. "Oke sayang."
Wanita itu hanya tersenyum.
+++
"Persiapan kalian udah berapa persen?"
"Baru 0%. Tian baru lamar gue kemaren, jadi baru hari ini kami survey akan semua kerusuhan yang ada."
"rencana mau pake EO apa gimana, Nis?"
"Mungkin EO deh, Kim. Kan lo tau gimana sibuknya kami. Ada rekomen?"
"Mau nyoba jasa Mom?"
semua orang tau betapa prestisenya suatu acara bila sudah dipegang oleh tante Karen, Mommy Kim. "Boleh deh, kamu mau?"
Ini terlalu mahal untuk sekedar pernikahan boongan. "Nanti gue kasih tau, Kim."
"ada potongan diskon ntuk keluarga. Tenang aja."
"Gratis boleh?"
"Nego sana ama Mom, itupun kalau lo masih idup."
".... Sorry gue telat ..." Senyum lebar saat muncul perlahan memudar diwajah cantik Eva, salah satu sepupu Tian saat bertatapan langsung dengan Edric yang acuh. Wanita itu menghela napas sambil duduk disamping Kim yang menyodorkan minuman. "Gue merasa budek mendadak saat tau lo jadi istri kak Tian, loh. Kim," ia mencolek sepupu bermata biru safir itu dengan garpu, "Nasi dong ama lauknya juga, gue lapar berat. Macet dijalan padahal belom sarapan."
"Hobi banget nunda makan."
"Masih perhatian?" Eva tersenyum pada Edric yang terlihat sinis. "seharusnya kamu yang dulu begini."
"Jangan mulai, Eva."
"Aku Cuma bilang apa adanya, kok. Waktu pacaran cueknya luar biasa, pas putus baru peduli."
"Gaes, ribut antar mantan ditempat lain, yah. Sekarang kita rayain status gue yang gak single lagi, oke?" Tian mengacungkan segelas air putih ditengah meja, diikuti Fio yang rupanya tak terpengaruh huru – hara yang ada dengan senyum lebar.
Edric mengikuti dengan acuh, namuin tatapan mata tak lepas dari Eva yang kini tertawa dengan Nisa.
Kimberly berbicara dengan Fio untuk memngabaikan tatapan tajam Frans.
Tian memperhatikan semuanya. "Berencana ikutin jejak Edric?"
Frans mengalihkan pandangannya dari Kim, dan mendengus jijik. "Biar di Bumi Cuma dia doang, gue lebih milih nikahin kaktus daripada satu atap ama wanita manja itu!"
"Gue tandain lo, Frans."
+++
"Apa gak kemahalan pake EO tante Karen?"
"Nanti aku minta diskon." Ia mengerling pada Nisa yang terlihat banyak pikiran. "Jangan terlalu dipikirin. Semua akan jalan sesuai rencana kok."
"Aku ngerasa percuma make jasa itu padahal kita menikah pura – pura. Sayang uangnya, mending yang biasa aja. Biar kamu gak rugi banyak pas kita pisah nanti."
"..."
Ia hanya berpikir logis, kenapa Tian sekarang terlihat marah?
"Makasih." Mobil berhenti tepat didepan pagar rumahnya. Ia melepas seatbeltnya, namun terhenti karna dihalang Tian. "Ketika aku punya rencana, gak ada yang berakhir sia – sia, Nisa. Termasuk yang satu ini."
"..."
"Aku ajak kamu nikah memang bukan karna cinta, tapi karna nyaman. Gapapa, kan aku manjain kamu, wanita yang aku pilih secara logis dengan semua ini?"