Annisa Dirgantara
"Nisa.."
Perlahan ia membuka mata saat merasakan elusan lembut di kepalanya, disertai aroma susu cokelat kesukaannya yang menggelitik hidung, ditambah senyum lebar Tian yang duduk disampingnya. "Pagi, Tian."
Tian membalas dengan kecupan di kening, membuatnya tersenyum lebar. Sungguh Pagi yang manis sekali. "Aku lapar."
"Perasaan malam tadi kamu makannya banyak loh."
"Tapi terkuras, karena kamu bangunin aku tengah malam." Ingatan bagaimana Tian membangunkannya saat itu, memberinya kenikmatan melalui tangan dan mulutnya yang sangat lihai hingga ia merasa teriakannya sudah seperti lolongan Serigala memasuki Masa Kawin, kemudian tersipu seperti gadis perawan aat Tian memberi pujian pada setiap inci tubuhnya dengan bisikan sensual di telinganya yang sensitif, sembari memasukinya perlahan hingga ia menyerah akan semua kelembutan ini, dan meminta Tian untuk melepas kendalinya.
Pria itu tersenyum ditengah remang cahaya lampu, memberi peringatan akan ucapannya dan menuruti permintaannya, berakhir suaranya menjadi serak.
Dia tak tahu kalimat yang tepat untuk menggambarkan kenikmatan seksual malam tadi.
Ia terkesiap saat Tian merunduk untuk mencium bibirnya, membuatnya larut dalam kenikmatan yang diberikan, sembari mengulurkan tangan untuk memeluk Tian.
Pria itu kini berada diatasnya dengan menggunakan kedua tangan sebagai penopang diantara mereka, menatapnya dalam dengan sorot mata Hijau Toska, disertai senyum tipis yang tak absen menghiasi wajah Suaminya, namun memiliki seribu arti.
Apa yang Tian pikirkan tentang dirinya, serta hubungan mereka?
Ia sudah membuka semua lapisan pakaian yang menutupi tubuhnya, membiarkan dirinya telanjang dalam sorot mata lembut itu, Namun tetap saja ia masih kesusahan memahami pria ini.
"Nisa, aku gak mau pagi indah kita berakhir horor."
Ia tertawa mendengar lelucon Tian, dan menggesek ujung hidungnya pada pria itu. "Aku lagi mikirin kamu, loh."
"Oh yah?"
Ia mengangguk sambil menyentuh kening Tian yang memilki garis kerutan cukup dalam, tanda pria ini terlalu suka berpikir. "Kamu itu kayak permainan rubik. Bikin pusing."
"Tapi bikin ketagihan, kan?"
Ia mengangguk. Semakin ia memikirkan Tian dan senyumnya, semakin sibuk pikirannya untuk membuat cara agar pria itu terbuka dengannya, hingga secara tak sadar, ia melupakan Jamie.
Yah, Pria itu kini hanyalah sebuah nama yang membuatnya tersenyum kecil. Tidak lebih
Ia tersenyum sambil merangkul leher Tian, dan memajukan tubuh untuk mencium Suaminya. "Aku merasa lega karena menjatuhkan pilihan untuk menikah denganmu, adalah keputusan benar kesekian kalinya."
Tian membalas dengan elusan ringan di rambutnya, serta ciuman yang membuatnya lupa akan suara perutnya yang sudah keroncongan.
*Sebastian Pradipta.
*Pemanasan dulu genks