Sudut Kota Utrech

3K 176 49
                                    

Bunga-bunga tulip dan magnolia bermekaran indah. Rupawan dan elok bunganya menghiasai taman-taman disepanjang jalan Kota Utrech. Seorang pemuda berjalan di area pedestrian dengan gagah. Menyusuri jalan di sepanjang Kota Utrech.

Satu minggu lagi, dia akan meninggalkan Belanda dan terbang ke Indonesia. Tanah tempat dia dilahirkan. Menuntut ilmu selama dua tahun di Utrech University menjadi kebanggaan bagi dirinya dan keluarganya. Tetapi sesungguhnya pemuda itu sedang dirundung galau berkepanjangan. Mengingat ia yang seharusnya berniat menjadi seorang antropolog, justru harus menuruti kemauan orangtuanya untuk menjadi arsitek, dan mewarisi perusahaan property milik keluarga besarnya.

"Ali Hasan!"

Seorang pemuda di ujung jalan memanggilnya, dan berlari ke arahnya.

"Hai, masih stay di Belanda ternyata?"

"Ha..ha.. Iya nih, seminggu lagi saya pulang ke Indonesia, dan entah kapan saya akan kembali lagi ke kota ini "

"Jakarta-Utrech tidak jauh kan ? Sehari sampai "

Kedua pemuda itu, Ali Hasan dan David berjalan menyusuri taman yang berada di antara kanal atau sungai kecil. Setelah menyeberangi jembatan kecil di atas kanal, mereka sampai di cafe terbuka di pinggir kanal. Dimana kita bisa melamun melihat airnya yang bening berjam-jam. Menuntaskan gelisah dan kerinduan.

"Saya pasti akan merindukan saat-saat melamun di tepi kanal, David"

Ali mendesah. Di wajahnya tergurat selusin rasa. Senang, sedih, terharu, takut dan merindu.

"Benar.. Karena di Indonesia kita tidak akan mendapati sungai sebersih ini"

Seorang pelayan mendatangi mereka dan mencatat pesanan. Mereka memesan vanilla latte dan beberapa potong kue verkade untuk menemani mengobrol.

Sesekali kapal wisata air yang mengangkut para wisatawan melintas di kanal. Nampak beberapa pasangan muda yang sedang asyik menikmati indahnya kanal dari tepian. Turis-turis asing berwajah Melayu dan berwajah komik ala Jepang, asyik menyusuri jalanan di kanan kiri kanal.

"Kamu jadi di beri mandat untuk menggantikan ayahmu sebagai CEO di Agung Sakti Group?"

Ali Hasan tertawa. Sungguh, sebenarnya ini yang sangat ingin dia lupakan. Andai saja dia bisa memilih, terlahir bukan sebagai keturunan Soetopo, yang memegang kendali Agung Sakti Grup. Dengan kecerdasan dan minat yang tinggi terhadap ilmu antropologi budaya, Ali Hasan pasti sudah menjadi peneliti ternama.

"Saya sebenernya lebih menginginkan menjadi direktur sebuah lembaga riset, bukan sebagai CEO perusahaan besar"

Ali Hasan menyesap vanila latte yang masih panas dari cangkirnya. Pandangannya lalu beralih ke aliran air tenang di kanal. Memendam impian dan harap dalam-dalam.

"Lho, bukankan nantinya Agung Sakti Group dapat mendanai berbagai riset yang dilakukan oleh para peniliti ?"

"Benar, tetapi aku hanya bisa mendanai. Bukan sebagai peneliti"

"Disaat yang lain ribut mencari pekerjaan. Jabatan CEO menunggumu. Kamu sudah seharusnya bersyukur dan berdamai dengan takdir yang membawamu ke sini"

Lagi-lagi Ali Hasan membuang nafasnya. Seakan ingin menghilangkan beban berat di pundaknya.

"Bulan-bulan setelah ini, pasti saya akan sibuk dengan laporan keuangan, meeting, rencana launching hotel baru, dan hal-hal lain di luar kemampuan saya"

=========

Salam NadhiraAisyah

Votr dan koment ya :)

MATA BENING RINDUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang