KEJUTAN

2.3K 139 5
                                    

Desa masih dibungkus kabut ketika Rindu merasakan mual yang amat hebat. Akhir-akhir ini dia merasa aneh dengan tubuhnya, badannya terasa lemah dan mudah lelah. Dalam beberapa hari ini, setiap pagi dia merasa mual dan pusing. Rindu pikir, ia hanya masuk angin saja. Tubuhnya yang sudah lama tinggal di kota dengan cuaca panas, sekarang tinggal di desa yang setiap pagi hawanya dingin sekali tentu butuh adaptasi.

Genap dua bulan Rindu meninggalkan rumah Nyonya Ariningsih di kota. Dan kekhawatiran itu begitu memuncak hebat ketika jadwal haid Rindu tidak kunjung datang. Rindu segera naik bus ke kota kecamatan, mencari apotik terdekat dan membeli benda yang seharusnya tidak menjadi urusan wanita lajang seperti dia. Setelah mendapatkan benda itu, Rindu menyimpannya di dasar tas yang paling dalam, seoalah takut dicuri orang. Tak tanggung-tanggung, dia menbeli lima sekaligus, dengan merk yang berbeda-beda.

Rindu kembali ke terminal, mencari angkot atau bus yang bisa membawanya ke rumah. Namun, ternyata masih lama bus berangkat, ngetem dulu menunggu penumpang. Rindu termangu di kursi bus, pandangannya menerawang jauh ke luar jendela.

"Rindu?? Ini Rindu teman aku SMK dulu kan?"

Rindu yang melamun, dikejutkan oleh suara gadis berjilbab lebar itu. Matanya membulat lebar ketika dia mengamati seraut wajah yang membuatnya begitu kaget.

"Laila?? Beneran kamu Laila, aduh nggak nyangka bisa ketemu kamu disini."

Rindu begitu senang bertemu dengan teman semasa sekolah menengah. Setelah berpelukan, mereka duduk bersisian dan mengobrolkan banyak hal.

Rindu baru tahu, jika Laila kini menjadi guru di sebuah PAUD yang dikelola oleh pondok pesantren. Setiap hari sabtu begini, jadwalnya pulang ke kampung. Tempat tinggalnya masih satu desa dengan Rindu.

"Rindu, tahun ajaran baru ini kami buka lowongan guru lagi lho. Ijazah SMK bisa kamu gunakan untuk mendaftar. Kami mau buka tempat penitipan anak juga, jadi membutuhkan banyak guru. Kamu mau bergabung?"

Rindu lama termenung, sepertinya asyik juga menjadi guru PAUD.

"Harus tinggal di pondok pesantren ya?"

"Itu yang kamu risaukan ya Rindu? Tinggal di pesantren asyik kok, disana para guru dapat rumah dinas. Ada kamar sendiri, kalau yang lajang seperti kita ini ngumpul jadi satu asrama. Enak banyak teman."

"Aku pikir-pikir dulu ya Laila. Tawaranmu menarik juga."

Mereka masih mengobrol banyak hal. Bus mulai berjalan perlahan meninggalkan terminal, melaju jauh ke lembah dimana kampung Rindu berada.

-----------

Ali terlihat berjalan bersisian dengan seorang wanita cantik di sebuah mall. Tangan Ali begitu posesif mengandeng tangan si wanita. Di sekelilingnya orang-orang menatap kagum. Mereka memang pasangan serasi.

"Ali, kamu akhir-akhir ini sibuk terus ya. Kita jadi jarang jalan bareng. Makasih ya kamu udah nyempetin jalan bareng aku hari ini."

"Iya sayang. Aku memang sibuk terus, tetapi untuk kamu, aku memang menyediakan hari spesial untuk kita weekend bareng"

Ali merengkuh bahu Laura Carina dengan tangannya yang kokoh. Mereka berjalan sambil berpautan tangan. Tiba-tiba Ali melihat counter yang menyediaka perlengkapan bayi dan balita. Ali merasa dadanya berdesir, dan merasa aneh dengan perasaannya. Ia seperti dijangkiti rindu yang mendalam, seperti ada sesuatu yang pergi dari hatinya dan belum pulang.

"Yank, lihat toko bayi yuk. Kok bajunya lucu-lucu banget ya?"

Ali meraih tangan Laura. Laura mengeryitkan dahinya. Setahu dia, Ali tidak punya adik atau keponakan bayi yang perlu diberi hadiah berupa pernak-pernik bayi yang dijual di toko itu.

"Apa sih Ali? Mau cari perlengkapan bayi buat hadiah?"

Ali menggeleng, "Entahlah kenapa tiba-tiba pengen liat di toko itu. Itung-itung latihan. Mau tidak mau setelah menikah kita kan punya bayi juga"

"No..No .. Ali aku masih ingin berkarir sebagai model. Aku gak mau hamil dan melahirkan dulu, nanti perut aku gendut."

Laura berkata manja dan menarik-narik lengan Ali. Ali merasa dihempaskan ke dasar samudera, harapannya pupus begitu saja. Awalnya dia menyisihkan weekend ini untuk sesuatu yang spesial, ia akan melamar Laura di acara dinner malam nanti. Ali meremas kotak cincin di saku celananya, ia pikir ia harus menyimpan cincin itu lebih lama lagi. Harapannya kedepan, Laura bisa menjadi ibu rumah tangga yang baik, tidak lagi repot dengan sesi foto di beberapa tempat di luar negeri dan berpose dengan pakaian minim bahan. Ali ingin, ketika sudah menikah nanti Laura bisa memposisikan dirinya sebagai isteri yang baik. Tetapi apa daya, harapan tidak sesuai dengan kenyataan.

----------

Rindu sudah tiba di rumah. Ia membaca petunjuk di bungkus testpack yang dibelinya di apotik tadi. Ia tidak sabar lagi ketika dibacanya petunjuk agar menggunakan alat itu di pagi hari agar lebih akurat. Rindu bertekad mencoba satu dulu, yang empat dia simpan untuk di test esok pagi.

Dua garis merah itu menjadi kejutan bagi Rindu. Ia meraba perutnya yang masih datar, ia hendak menangis tetapi dia merasa harus tetap tabah. Rindu tak hendak menjadi perempuan cengeng, meski hatinya sakit luar biasa. Ia harus tetap kuat, meski harus membesarkan anak di dalam kandungannya sendirian.

Tragisnya, ketika Rindu berusaha tegar, dua sosok wajah itu muncul di layar televisi yang pasang di ruang depan. Di sebuah acara gosip artis, mereka sedang diwawancarai karena terlihat bergandengan mesra di depan publik dan masuk toko bayi. Wajah lelaki itu sumringah ketika dikerumunai wartawan majalah gosip, "Doakan aja teman-teman wartawan ya, supaya kita bisa naik ke pelaminan dan cepat punya anak. Nih, naksir banget sama baju anak yang lucu-lucu. Ha..ha..."

Rindu tergugu di depan tv, tak sadar ia mengelus perutnya. Bibirnya mengucao lirih, "Nak, itu ayah kamu."

MATA BENING RINDUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang