BERTEMU

2.9K 130 7
                                    

Bu Ariningsih terlihat gelisah di sepanjang perjalanan. AC mobil masih membuatnya gerah. Pak Rahadi terlihat tenang, dengan emosi terkendali. Ali melamun sambil sesekali memijat keningnya di jok belakang. Ia merasa hari ini bagai mimpi. Ia bahkan hanya sedikit mengingat tentang malam laknat itu. Malam yang membuat Rindu dan dirinya hancur.

Satu jam kemudian, mobil masuk area parkir RSUD. Bu Ariningsih melihat ke layat handphonenya.

"Kita ke ruangan Rindu sekarang! "

Pak Rahadi menahan tanga Bu Ariningsih.

"Kita sholat maghrib dulu. Semua harus dalam keadaan tenang. Tidak ada yang boleh berlebihan. Kasihan Rindu, jika melihat Mama histeris begini".

Bu Ariningsih hanya mengangguk saja dan mengikuti langkah Pak Rahadi yang kini menuju masjid di depan gedung RSUD. Ali berjalan mengikuti di belakang dengan menggendong tas ranselnya.

Seusai sholat, Bu Ariningsih melipat mukenanya dengan tergesa. Ia kembali melihat layar handphonenya. Memastikan kembali ruangan dimana Rindu dirawat. Kabarnya Faiz sudah memindahkannya ke ruangan VIP.

"Assalamu'alaikum"

Bu Ariningsih membuka handle pintu kamar rawat inap Rindu. Rindu terbaring lemah di ranjang. Faiz menegakkan kepalanya.

Dalam sekejap mata, tiba-tiba pergumulan itu terjadi. Faiz membabi buta menyerang Ali. Baku hantam tak terelakkan di ruang rawat inap Rindu.

"Mas Ali kurang ajar! "

"Selama ini aku mencoba menghormatimu sebagai seorang kakak. Aku menghargaimu sebagai panutan. Tapi apa ini?  Apa yang telah Mas Ali lakukan pada Rindu!? "

Ali membela diri. Beruntung serangan tangan Faiz tidak mengenai wajahnya. Ali memang punya keahlian bela diri.

"Faiz.. Sabar. Tunggu penjelasanku! "

"Penjelasan apa?!  Mas Ali pasti menyalahkan minuman setan itu kan?! "

Pak Rahadi mencekal lengan Faiz dan mengajaknya keluar. Bu Ariningsih memeluk Rindu dengan berurai air mata. Sementara Ali, berjalan dengan langkah gontai mendekati ranjang Rindu.

" Rindu, maafkan mama nak. Mama tidak tahu kalau anak mama menyakiti Rindu. Membuat Rindu seperti ini. "

"Bu, semua ini sudah takdir yang harus Rindu jalani. "

Rindu menjawab dengan suara bergetar.  Sebisa mungkin ia menahan air matanya agar tidak mengalir deras.

"Rindu baik- baik saja selama ini Bu. Tidak ada yang perlu dimaafkan. Tidak ada yang perlu disalahkan.  Rindu ikhlas menjalani takdir Allah. Sakit memang, tapi Rindu berusaha tabah menjalaninya Bu. "

Bu Ariningsih menangisi tergugu, betapa ia kagum dengan perempuan hebat di pelukannya ini.

"Rindu, sehabis kamu bersih dari nifas. Kamu menikah ya sama anak mama. Kamu biar sah jadi menantu Mama. Mama sangat sayang sama kamu. Mama tidak punya anak perempuan pun kamu sekarang sendirian disini."

Rindu terdiam sejenak. Diusapnya peluh yang membasahi dahi

"Bu, saya ini perempuan kampung yang tidak pantas menjadi menantu ibu. Kasihan Mas Ali jika harus menikah dengan perempuan kampung macam saya ini. "

Bu Ariningsih sontak menggelengkan kepalanya.

"Tidak sayang. Tidak.. Mama tidak akan malu bermenantukan kamu. Sebaliknya Mama akan sangat merasa bersalah jika membiarkanmu sendirian disini. Ini juga sebagi bentuk pertanggungjawaban Ali kepada kamu. "

Rindu menatap Ali sebentar. Ali terlihat canggung dan menundukkan kepalanya.

"Bu Arin, Mas Ali adalah satu- satunya anak yang lahir dari rahim ibu. Putera mahkota Sotopo grup. Ibu tidak bisa semena-mena menjodohkan saya dengan Mas Ali hanya karena kejadian semalam itu. Dengan keadaan saya yang seperti ini, saya sama sekali tidak meminta pertanggungjawaban. Saya sudah ikhlas, anak yang saya kandung di ambil Tuhan. "

Air mata Rindu tak kuasa terbendung, ia mengelus perutnya sendiri. Terbayang di matanya, malam-malam kemarin sendirian mengelus perutnya yang nyeri. Dan sekarang, anaknya sudah tiada.

"Ali, Mama keluar sebentar Nak. Kamu perlu mengobrol dengan Rindu. Bagaimana baiknya penyelesaian masalah ini."

Ali mengangguk takzim.

"Yang jelas pernikahan kamu dan Rindu, tetap akan dilaksananakan"

Bu Ariningsih keluar dari ruang rawat inap untuk memberi kesempatan dua orang itu untuk berbicara. Bu Ariningsih yakin, Ali mau bertanggungjawab. Ia paham bagaimana Ali. Ali adalah anak berbakti yang mudah untuk diarahkan

MATA BENING RINDUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang