INSIDEN SECANGKIR KOPI

2.4K 189 6
                                    

Hari masih pagi. Rindu sudah di dapur menyiapkan sarapan pagi untuk keluarga majikannya. Hatinya benar-benar gembira, satu bulan telah berlalu dan ia berhasil melewatinya.

"Rindu, kamu nggak ingin kuliah?"

Rindu bimbang untuk menjawabnya ketika Bu Ariningsih bertanya.

"Saya ingin sekali Bu sebenarnya, tetapi sekarang mau kerja dulu sama Ibu. Biar ngumpul duitnya" Rindu tersenyum kepada Bu Ariningsih, tangnnya masih sibuk membalik tempe goreng di wajan.

"Oke, kamu bekerja dulu disini. Kalau memang rejekinya bisa kuliah. Pasti tidak akan kemana. Yang penting Rindu selalu berusaha mengerjakan semua yang menjadi tanggung jawab Rindu dengan sebaik-baiknya"

Rindu tersenyum simpul. Bu Ariningsih kembali ke ruang makan. Ditunggunya suaminya, Pak Rahadi Setiawan yang kini menikmati masa tuanya dengan bersantai di rumah setelah Ali resmi diangkat sebagai CEO baru.

"Loh, kok pada belum turun sih"

Bu Ariningsih terlihat bersungut- sungut sambil membolak-balik koran. Di amatinya ujung tangga, belum ada anggota keluarganya yang menampakkan diri.

"Rinduuuuuuu....."

"Iya, Bu" Rindu tergopoh-gopoh memenuhi panggilan Bu Ariningsih.

"Coba kamu panggil Ali di kamar. Suruh segera turun sarapan"

Duh, Rindu ingin bilang tidak sebenarnya. Satu bulan disini belum cukup untuk mengenal Ali. Ali kadang baik, kadang cuek, kadang marah-marah tanpa alasan yang jelas. Pernah Rindu dimarahi habis-habisan karena salah taruh pakaian. Kemeja yang seharusnya milik Pak Rahadi, salah masuk ke lemari Ali. Harusnya Ali maklum karena masih pembantu baru.

Tak urung, Rindu naik juga ke lantai atas dimana kamar Ali berada. Ragu-ragu Rindu mengetuk pintunya.

"Mas Ali... Mas...."

Lenggang tidak ada suara. Rindu mencoba membuka pintu. Ternyata tidak dikunci. Rindu takut-takut masuk ke kamar Ali.

"Hey, anak kampung. Masuk kamar orang tanpa permisi"

Rindu terkejut bukan main. Padahal sejak tadi ia mengetuk pintu tidak ada sahutan.

"Sa..saya.. Mau ambil keranjang baju kotor Mas"

Rindi tergeragap, ia mencoba mencari alasan lain.

"Itu disana. Lain kali kalau masuk permisi dulu"

Ali yang sudah mengenakan kemeja biru. Tampillannya sudah bersih, bau parfumnya menguar di seluruh kamar. Wangi khas yang maskulin sekali. Rindu menghirupnya dalam-dalam.

"Apaan, kamu ngendus kayak anjing begitu?"

Lagi-lagi Rindu tergeragap. Segera diraihnya keranjang cucian yang berisi beberapa potong kemeja dan celana kotor.

"Mas, ditunggu Ibu, diminta segera turun untuk sarapan. Saya permisi dulu"

"Iya, kamu tidak bilang pun saya akan segera turun. Pagi ini saya ingin minum kopi. Sediakan kopi panas yang tidak terlalu manis"

"Iya Mas.. Iya"

Rindu sesegera mungkin keluar dari kamar Ali. Bertemu Ali seperti bertemu singa. Marah-marah terus.

Tidak ingin membuat Ali marah. Rindu segera membuat kopi. Ketika Ali turun, ia segera membawa kopi itu ke hadapan Ali di meja makan. Rindu kembali ke dapur setelahnya, ia baru akan meraih sapu ketika teriakan itu bergema nyaring.

"Rinduuuuuuu... Apa-apaan kamu ini!"

Itu teriakan Ali. Rindu segera berlari ke meja makan. Di lemparnya sapu ditangannya.

"Ada apa Mas?"

"Kamu mau meracuni saya. Hah?!"

Ali menunjuk secangkir kopi di hadapannya. Rindu merasa bingung. Bu Ariningsih dan suaminya menatapnya prihatin.

"Ali, semua bisa diselesaikan baik-baik Nak"

Bu Ariningsih mencoba menengahi. Rindu menjadi semakin bingung.

"Coba kamu minum kopi ini!"

Ali berteriak memerintah Rindu. Rindu segera meraih dan meminum kopi dari cangkir Ali. Karena Rindu merasa tidak memasukkan racun apapun, dia meminum kopi itu agak banyak. Tiba-tiba sesampainya di mulut, Rindu menyemburkan kopinya. Na'as semburan itu mengenai Ali yang duduk tepat di depan Rindu berdiri.

"Aduh, Rinduuuuu. Kamu ini apa-apaaannnnn?? Mama harus pecat pembantu tidak becus ini. Ali tidak ingin melihatnya lagi"

Ali tambah meledak. Bu Aruningsih sebenarnya menahan tawa dengan mengulum senyum. Pak Rahadi sudah cekikian dengan muka di tutup koran. Dramatis sekali, Rindu yang seharusnya memasukkan sesendok gula ke cangkir kopi yang dibuatnya, justru malah memasukkan garam. Rasa kopi yang pahit, berpadu dengan rasa asin garam. Jelas, Ali mencak-mencak dibuatnya. Belum tuntas kemarahan Ali, Rindu justru menyemburkan kopi yang diminumnya ke muka Ali. Baju bagian atas Ali menjadi basah.

Dengan muka marah, Ali meninggalkan makanan di meja. Dia kembali lagi ke kamar mengganti kemejanya dengan yang baru. Ia pergi ke kantor tanpa sarapan. Rindu merasa bersalah sekali dibuatnya.

JawaraIndonesia aku udah update ya. Terimakasih dimasukkan ke reading list dan masuk kunjungan tim selasa. Terimakasih kerjasamannya kawan-kawan. Maaf jika genre ini bukan kesukaan kalian 🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹

Salam dari saya nadira aisyah


MATA BENING RINDUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang