Prahara

2.5K 141 14
                                    

Hai aku balik lagi. Sebelumnya, terimakasih atas banyaknya koment yang masuk dari tim readers atau dari siapa saja yang membaca lapak saya ini. Kalian boleh koment apapun, akan saya baca dan balas setiap koment yang masuk. Terimakasih :)

====================

Faiz Habie terus uring-uringan sore ini. Dia menunggu kedatangan Ali. Namun, yang ditunggu tidak kunjung tiba. Menunggu itu menyebalkan dan menyakitkan. Untuk meredakan rasa bosannya, Faiz menganggu dan menggoda Rindu yang sedang menyiram bunga di taman.

"Rindu, betapa rindu hatiku. Tiada tertahan ...."

Faiz menyanyikan salah satu lagu yang sempat hits pada tahun 90'an. Rindu mendengarkan sambil lalu, ia konsentrasi menyiram bunga yang sedang bermekaran.

"Lagi apa Mbak Rindu?"

Rindu mencebikkan bibirnya, "Ini loh, apa nggak lihat sih Mas Faiz!"

Rindu bersungut-sungut. Faiz tertawa senang.

"Mbak Rindu cantik kalau marah begini."

"Cantik dari Hongkong!"

"Ih, nggak percaya. Nih ada cermin. Coba Mbak Rindu bercermin disini, biar kelihatan cantiknya."

Faiz nampak menunjuk cermin kaca jendela rumah, ditariknya Rindu dengan paksa untuk menghadap ke arah cermin.

"Kamu ini, tak berhenti menggodaku terus-terusan. Belajar sana!"

"Sewot amat sih, Mbak. Biasanya perempuan kalau dibilang cantik pasti tersipu-sipu."

Sementara itu, mobil pajero sport masuk ke halaman. Mobil yang biasa di bawa Ali ke kantor, Rindu mengembangkan senyumnya. Lega melihat Ali pulang. Faiz yang melihat mimik muka Rindu, menangkap gelagat yang tak terbaca itu.

"Ehmmm. Ternyata ada yang seneng nih Kak Ali pulang?"

Faiz sengaja menyindir Rindu. Rindu menyembunyikan mukanya karena malu. Di alihkannya pandangannya ke hamparan bunga yang berjajar rapi di pot.

Faiz berlalu dari hadapan Rindu. Rindu masih menyiram bunga, sesekali dipandanginya Ali yang mengobrol dengan Faiz. Ali memang selalu terlihat keren walaupun dalam keadaan lelah. Rindu terpesona dibuatnya.

"Rindu, sekalian kamu cuci mobil saya!"

Rindu mengangguk. Dalam hatinya merasa jengah. Ali terlalu kaku dan susah mengatakan kata tolong padanya. Rindu selalu saja diperlakukan semena-mena seminggu terakhir ini. Rindu memaklumi, mungkin suasana hati Ali sedang kacau karena kabarnya pacarnya yang seorang model itu menolak untuk dinikahi dalam waktu dekat.

"Pria kaku macam Mas Ali kok banyak fans ya?"

Rindu terkaget, ternyata Pak Gito sedang berjalan mendekati dirinya.

"Ah, Pak Gito bikin kaget aja."

"Makanya Neng, kalau kerja jangan melamun."

"Haish, siapa yang melamun sih Pak?"

"Lho, ya kamu itu. Kerja yang bener, dikit-dikit senyum sendiri. Dikit-dikit ngedumel. Seperti orang gila, tahu nggak?!"

Rindu manyun, Pak Gito masuk ke dalam rumah melalui pintu samping.

*******

Malamnya Ali pergi ke sebuah diskotik di tengah ramainya kota Jakarta. Sebenarnya Ali terlihat agak risih masuk diskotik. Meski beberapa tahun hidup di luar negeri, dia tidak menganut pergaulan bebas. Merokok dan minum-minuman keras adalah hal yang paling dia hindari selama ini. Keluarga Ali adalah keluarga yang religius dan sepakat memahami bahwa minum minuman keras adalah haram hukumnya.

Namun malam ini, prinsip itu tumbang. Laura Carina mencekoki Ali dengan beberapa botol minuman keras berharga mahal. Kadar alkoholnya tinggi. Entah kenapa, Ali selalu tidak bisa menolak permintaan Laura Carina. Ali mabuk berat, hingga harus pulang ke rumah dengan di antar temannya, Leo. Sepanjang perjalanan pulang, Ali meracau tidak jelas.

Leo menggerutu sambil menyetir mobil. Di belakangnya Laura mengikuti dengan mobil berwarna merah.

Sesampainya di rumah Ali, ternyata yang membuka pintu adalah Rindu. Betapa kagetnya Rindu melihat Ali dalam keadaan mabuk. Sebelumnya Rindu belum pernah melihat Ali dalan keadaan mabuk seperti ini. Leo memapahnya ke kamar, Rindu mengikuti dari belakang. Laura hanya menunggu di jalan dan tidak turun dari mobilnya, ia tidak ikut masuk karena merasa tidak enak dengan keluarga Pak Rahadi, karena mengembalikan Ali dalam keadaan mabuk.

"Mbak, ini kunci mobil Ali. Saya mau pulang, sudah ditunggu teman di depan."

Rindu mengangguk dan menerima kunci mobil tanpa kata. Rindu mengantar kepulangan Leo sampai pintu dan menguncinya kembali. Pak Gito terlihat menutup gerbang dan masuk lewat pintu samping.

Malam sudah larut, mungkin malah menjelang pagi. Rindu tidak sempat menengok jam karena begitu terbangun langsung membuka pintu. Kebetulan malam ini Rindu di rumah sendiri, Pak Gito ada di paviliun samping, sedangkan Bu Ariningsih dan Pak Rahadi sedang ke luar kota. Mbak Ijah pun ikut-ikutan pergi menengok saudaranya yang sakit di Bekasi, Faiz Habie sudah kembali ke Bandung sore tadi.

Rindu benar-benar bingung menghadapi orang mabuk. Dia malah mondar-mandir di depan tempat tidur Ali. Kemudian, dia menyiapkan teh panas di nakas. Melonggarkan kemeja Ali, dan melepas sepatunya. Di usapnya punggung Ali dengan minyak kayu putih.

"Mas, Mas Ali! Sadar dong Mas. Aku harus bagaimana ini? Aduh."

Rindu terus menepuk pipi Ali. Ali masih meracau tidak jelas. Beberapa kali terlihat ingin muntah. Matanya mengerjap dan ia kembali berjalan sempoyongan ke kamar mandi.

Beberapa saat kemudian Ali keluar dari kamar mandi. Pandangannya tajam ke arah Rindu yang berdiri didepan pintu kamar mandi.

Rindu ketakutan. Ali mencengkeram tangan Rindu, dan menarik tubuh Rindu ke ranjang. Ali kembali meracau tidak jelas. Tangan Ali berusaha menggapai Rindu, Rindu berteriak, namun tidak ada yang mendegarnya. Pak Gito terlalu jauh di paviliun sebelah.

"Mas tolong. Tolong lepaskan Rindu. Rindu janji akan pergi dari sini."

Rindu terus memohon. Ali yang entah sadar atau tidak, malam itu ia menodai Rindu. Mengambil kesucian Rindu yang selama ini disimpan dengan baik. Malam itu, Rindu tidak berhenti menangis. Baru kali ini ia berteriak Tuhan tidak adil kepada orang lemah sepertinya. Rindu semakin melemah dan berakhir pingsan.

======

Maaf teman-teman apakah aku menuliskan adegan perkosaan terlalu vulgar?

JawaraIndonesia aku update lagi.

MATA BENING RINDUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang