20 - Pengungkapan Sebuah Rasa

228 13 0
                                    

"Uwahhhh.... Its not a dream.." Aleya terperangah melihat langit yang sudah di penuhi dengan kembang api yang bahkan bentuknya tidak pernah dikenalinya sebelumnya di indonesia. Ramainya penduduk juga menambah kesan indahnya tahun baru bersama. Semua orang bersorak ria walaupun tahun baru masih tinggal 1 jam lagi.

Zidan tidak bersuara sama sekali namun dia juga menikmati suasananya.

"Zidan. ." panggil Aleya

Zidan menoleh dan masih diam.

"Aina kemana?" tanya Aleya akhirnya, sebenarnya sedari tadi dia ingin menanyakannya namun dia tiak ingin menghancurkan moodnya sendiri akibat pertanyaan konyolnya itu. Dia ingin bersikap egois namun karena sudah tidak mampu lagi menahannya, akhirnya dia memutuskan untuk bertanya. Lagipula Aleya pasti juga merasa bagaimana jika dia berada di posisi Aina, berstatus sebagai pacar Zidan, dan Zidan malah pergi merayakan tahun baru bersama cewek lain.

"Nggak tau" Zidan mengangkat bahunya kemudian kembali menatap langit.

"Kenapa nggak tau?" tanya Aleya kembali. Dia sedikit tidak terima dengan jawaban singkat Zidan seolah olah dia tidak peduli dengan pacarnya sendiri.

"Ha?" Zidan kembali menatap wajah Aleya yang sudah mulai mengintimidasinya, namun kali ini Zidan membalasnya dengan ekspresi penuh tanya. Itu tentu hanya taktiknya saja, sebenarnya dia tahu arah pembicaraan Aleya, namun dia terlalu malas membahasnya.

"Ha??" Aleya memperagakan ucapan Zidan seolah olah meremehkan lelaki yang tengah berdiri di sampingnya itu.

"Kenapa?" tanya Zidan sesantai mungkin

"Ya gue nanya, kenapa bisa lo nggak tau dimana Aina. Lo pacarnya bukan sih???!" Aleya mulai mete mete menceramahi Zidan.

"Ternyata bener" batin Zidan.

Melihat raut wajah Zidan yang terlihat masih saja santai dan seolah olah tidak terjadi apa apa, wajah Aleya mulai merah. Walaupun hatinya sedikit sesak mengenai hal itu, namun dia tetap saja tidak terima jika Zidan bersikap seperti itu kepada pacarnya sendiri.

"Lo kenapa sih Zi? Lo nggak boleh gitu donh sama pacar lo sendiri. Gue cewek lho Zi. Gue ngerasain gimana perasaan dia sekarang. Kalau aja dia tau lo keluar bareng gue mung--"

"Dia tau" Zidan memotong ocehan Aleya. Dan itu sontak membuat Aleya terkejut. Dia tidak lagi berbicara, yang di pikirkannya sekarang adalah bagaimana caranya untuk menjelaskannya kepada Aina besok. Dia benar benar tidak bermaksud mengambil Zidan darinya. Zidan benar benar kejam.

"Dan dia nggak marah" lagi lagi Zidan berbicara.

Aleya menoleh menatap lekat lekat mata Zidan. Dan dia merasa mungkin itu hanya akalan akalan Zidan saja. Mana mungkin Aina tidak akan marah. "Haha, dia nggak marah? Gue nggak percaya. Udahlah Zi, jangan buat gue jadi orang jahatnya dia" kekeh Aleya.

"Aleya.." panggil Zidan cepat, sebelum Aleya kembali menceramahi dirinya yang tidak salah apa apa.

Aleya terdiam, dia terpaku dengan suara Zidan yang memanggilnya begitu halus. Dan sekarang Zidan sudah memegang kedua bahunya dan memutar badannya sembilan puluh derajat agar berhadapan langsung dengannya. Aleya gugup bukan main. Dia tidak berani menatap mata Zidan yang tentu saja sedang menatap wajahnya yang sudah pucat akibat perlakuannya.

"Dia nggak marah karna gue bukan pacar dia." ungkap Zidan yang tentu saja membuat darah Aleyua berdesir hebat. Jantungnya berdetak tidak normal antara tidak percaya dan percaya dengan yang di bilang Zidan barusan. Aleya yang sedari tadi menunduk langsung mendongakkan kepalanya tanpa sadar. Perkataan Zidan membawa pengaruh yang cukup besar untuknya.

ZIDAN (ON-GOING) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang