Berawal Dari Tatap

793 49 8
                                    

Hilir mudik orang ramai merupakan aktivitas yang lazim terlihat dimanapun kita berada. Apalagi jika kita tinggal di negara seperti Indonesia yang jumlah penduduknya terbanyak ke-4 di dunia. Bisa dibayangkan bukan bagaimana ramainya?

Jadi, jangan heran kalau keramaian dan kebisinganlah yang mewarnai hari-hari kita.

Stasiun Lempuyangan Yogyakarta, adalah tempat dimana seorang gadis berawakan agak tinggi, putih langsat, wajah oval serta mata hitamnya itu sedang duduk termenung. Di tempat ini pun tak luput dari keramaian orang-orang pergi dan datang.

Gadis itu bernama Rana.

Dia berasal dari Jakarta. Kedatangannya kesini adalah untuk menetap dan tinggal di kota ini. Mungkin saja, stasiun ini adalah saksi awal kisah perjalanan hidupnya yang baru. Apakah dia senang dengan kepindahannya? Ya, tentu saja. Setidaknya dia bisa meninggalkan hiruk pikuknya kota Jakarta.

Rana adalah gadis pendiam. Dia adalah perempuan dengan karakteristik cukup aneh. Kefanatikannya dengan kesunyian membuatnya membenci keramaian. Dia sangat tidak suka menghabiskan waktu ditempat umum nan ramai seperti ini. Namun, karena banyak keperluan yang harus diurus oleh ibunya dia terpaksa berdiam diri disini agak lama.

Selain fanatik dengan kesunyian, dia pun menyukai musik jazz yang tenang. Menurutnya, musik jazz menggambarkan aura positif dan pembawa kedamian. Yah, sekiranya itulah pendapat yang tercipta di benaknya.

“Rana, ayo pulang. Kita harus berangkat lagi mobilnya sudah siap.” Suara lembut itu mengalihkan pikiran Rana.

Segera, dia beranjak dari tempatnya mengikuti langkah kaki ibunya untuk menghampiri ayahnya yang telah menyiapkan mobil untuk mereka. Tanpa banyak berbicara, Rana membereskan koper-koper besarnya ke dalam mobil dan memasuki mobil tersebut. Rana menikmati perjalanan kepindahannya dengan lantunan musi jazz yang mengalun ditelinganya.

Tak terasa, mereka telah sampai dirumah yang akan mereka tinggali. Suasananya lumayan sepi. Rumah itu terletak disebuah desa yang jaraknya tak jauh dari stasiun tadi. Di sekitar rumah itu masih terdapat pepohonan rindang yang membuat hawa sejuk.

Suasananya terlihat sepi karena jarak rumah satu dengan yang lainnya tak begitu dekat. Rumah itu sangat sederhana. Namun terlihat asri dan sunyi. Sungguh rumah idaman bagi Rana. Rana memasuki rumah barunya ini.  Dan memulai aktivitas merapihkan barang layaknya keluarga lain ketika baru tiba dirumah barunya.

****

Semilir angin berhembus menerbangkan rambut Rana yang dibiarkannya terurai itu. Dia seperti menikmati hembusan angina yang menerpanya. Yah, jarang sekali bukan menikmati hembusan angina saat berada di Jakarta dulu?

Ini adalah hari ketiganya berada di Jogja. Kota, bahkan rumahnya inni masih terasa begitu asing untuknya. Dia masih berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan barunya.

Seperti saat ini, dia sedang menikmati waktu sore di depan rumahnya. Sambil menikmati udara saat matahari beranjak meninggalkan bumi, Rana membaca beberapa majalah. Di depan rumahnya, terdapat sebuah pohon –entah apa namanya yang rindang. Disana tedapat bangku terbuat dari bambu. Dia duduk hanya bertemankan dengan alunan music jazznya. Namun, entah mengapa dia tak pernah merasa jenuh dengan rutinitas yang itu-itu saja.

Tak disadari olehnya, ada tiga orang anak laki-laki –yang mungkin sebaya dengannya berjalan melewati gang rumah Rana. Mereka terlihat seperti baru saja bermain bola, bisa dilihat dari bola yang ditenteng, serta pakaian yang melekat ditubuh mereka. 

Mereka berjalan sambil bercanda ria dan sesekali melontarkan bayolan konyol untuk sekedar menjadi bahan tertawaan. Diantara mereka, tak ada yang menyadari kehadiran Rana di pinggir jalan itu. Sama halnya dengan Rana yang tak menyadari kehadiran mereka. 

Namun, ada satu laki-laki yang menyadari kehadiran Rana. Dia melihat Rana tengah duduk dengan rambut yang terhempas oleh angin. Seperti menyadari kehadiran laki-laki tersebut, Rana menoleh dan membalas tatapan itu. Mereka menatap dalam diam. Seolah waktu membekukan dirinya saat mereka bertemu pandang. Entah dengan kata apa yang harus dipakai untuk mendefinisikannya. Mungkin, mendekati Suka pada pandangan pertama?.

Lalu ada satu orang temannya yang menyadari tingkah keduanya. Satu ide kejailan muncul diotaknya, dia memberi sebuah kode untuk temannya yang lain. Dia menatap orang itu seolah sedang bertanya ada apa? . Saat semuanya dirasa mengerti, mereka langsung mengejutkan laki-laki itu.

Satu,

Dua,

Tiga,

“Heyyyy!”

Sontak, laki-laki itu terkejut dan terhuyung ke depan. Tanpa sadar, bola yang dipegangnya pun terlempar kearah Rana mengenai telapak tangan juga majalahnya. Rana langsung berdiri dan menatap garang laki-laki itu. Laki-laki itupun langsung menghampiri Rana.

“Maaf, tadi ngga sengaja kesandung”

Rana hanya menganggukan kepalanya seraya mengambil beberapa majalah yang tadi dibacanya dan langsung memasuki rumahnya.

Sesaat sebelum dia membuka pagar rumahnya, sekilas dia tatap lagi laki-laki itu. Setelah Rana memasuki rumahnya, teman laki-laki itu menghampirinya.

“Mangkanya, kalau ada gadis cantik tuh ya jangan bengong aja. Samperin” Ucap salah satu temannya. Teman-temanyang lain hanya menanggapi ucapan itu dengan tertawa.

”Ini juga gara-gara kalian!”

Teman-temannya yang usil itu terkadang tidak mengerti situasi. Laki-laki itu sedikit bingung dengan wajah Rana yang tak familiar. Hampir setiap minggu dia melewati jalan ini kalau dia ingin bermain futsal dengan temannya namun baru kali ini dia melihat wajah gadis itu.

Ah, sepertinya dia akan sering melewati jalan ini. Mengingat rumah ini hanya berjarak beberapa puluh meter dari rumahnya.

*** 

Malam sudah hampir larut, Rana bersiap untuk merebahkan dirinya. Seperti biasa, dia melakukan aktivitas sebelum tidurnya. Menutup jendela, mematikan lampu lalu menarik selimut.

Sesaat sebelum Rana menarik selimut, ponselnya bergetar. Diraihnya ponsel itu lalu dinyalakan. Menampilkan satu nama yang dari kemarin diabaikannya. Dibacanya pesan itu lalu dia letakkan kembali ponselnya tanpa membalasnya. Kemudian dia merebahkan tubuhnya dan akhirnya terpejam.

Rana, apa kabar? Aku rindu loh, hehe

Rana aku hari ini ke Jakarta. Nanti aku sempatkan mampir kerumahmu ya.

Aku sudah mampir kerumahmu, tapi kata tetangga kamu sudah pindah. Kenapa aku ga dikasih kabar Ran?

Lusa, aku berangkat lagi ke Solo, liburanku sudah habis. Kamu pindah kemana? Aku bisa aja tanya ke orang tuamu soal alamat rumahmu yang baru, tapi aku cuma kepingin tau itu semua dari kamu

Aku sudah sampai di Solo, dan aku sudah tau kamu pindah ke Jogja.
Memang kita tak pernah ditakdirkan untuk berjauhan. Bahkan jarak pun enggan memisahkan kita berdua. Ran, aku cuma rindu.

Ya, itulah beberapa pesan yang diabaikan Rana.

***

Berawal dari tatap
Indah senyummu memikat
Memikat hatiku yang hampa lara

Yura yunita – Berawal dari tatap

05.01.17

Untuk HeningTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang