Kantin, adalah markas besar siswa untuk berkumpul. Biasanya dipadati saat bel istirahat berbunyi dan saat pulang sekolah. Namun, bisa juga dijadikan escape untuk siswa yang kabur dari jam pelajaran. Atau tempat menghilangkan suntuk saat guru sedang tidak masuk kelas.
"Nin, ko Rana ga diajak kesini?" ucap Bagas.
"Rana males kesini, takut ada kamu." ketus Nina.
Nina lalu pergi meninggalkan Bagas dan memilih tempat duduk yang jauh dari cowok itu. Namun, Bagas tak menyerah. Dia mendekati Nina, Gea, Sabil dan Sabila.
"Hai, pada mau makan ya." ucap Bagas. Tanpa dipersilahkan, Bagas langsung duduk di meja mereka.
"Apa sih Gas, biasanya juga ga pernah nyamperin kita-kita." ucap Sabil.
Mereka pun melanjutkan untuk memesan makanan tanpa memperdulikan Bagas yang terus mencoba untuk mengajak mereka ngobrol.
Merasa di tidak dihiraukan, Bagas pun bangkit dari tempat duduknya. "Berasa ngomong sama tembok."
Sementara Rana yang sedang berada di kelas, hanya duduk dibangkunya sambil memainkan ponsel.
"Rana, ko sendirian aja sih? Ga ikut ke kantin?"
Rana mendongak, ternyata Bagas yang menghampirinya. Dan tanpa dipersilahkan, dia langsung duduk di bangku samping Rana.
"Udah makan, bawa bekel." jawab Rana tanpa menengok ke arah Bagas. Dia memang paling sebal jika di ganggu waktu sendirinya.
"Rana, besok kita sebangku loh. Kamu ga mau tanya-tanya tentang aku gitu?" ucap Bagas.
Rana hanya diam tidak menanggapi ocehan Bagas untuknya.
Dalam hatinya dia merapalkan doa agar bel masuk cepat-cepat berbunyi.
Tak lama, bel pun berbunyi dan pelajaran pun dimulai seperti biasa.
"Rana, kamu suka banget ya dengerin musik?" tanya Nina.
"Eh, iya Nin. Suka banget malah, ya tenang aja gitu kalau denger instrumen musik kaya gini." jelas Rana.
"Ohh.. begitu. Ran? Aku udah bilang belum sih ke kamu." ucap Nina.
Rana menyerit bingung. "Bilang? Bilang apa Nin?" ucap Rana.
"Aku seneng banget bisa duduk berdua sama kamu."
***
"Gimana Ran sekolahnya? Betah kan?" ucap sang Ibu, sesaat setelah Rana memasuki pintu rumah mereka.
"Betah ko bu, teman-temannya baik. Rana ke kamar dulu ya." ucap lembut Rana kepada ibunya dan dibalas senyum serta anggukan oleh Ibunya.
"Ibu udah siapin makanan di dapur, Rana jangan lupa makan siang. Ibu mau berangkat kerja dulu. Kamu hati-hati dirumah ya nak." ucap Ibunya.
Rana hanya menangguk dan melanjutkan langkahnya menuju ke kamarnya.
Mungkin dalam benak kalian, betapa indahnya hidup Rana. Dilimpahkan lembutnya kasih sayang seorang ibu. Walaupun ayahnya hanyalah ayah tiri, namun ayahnya tak pernah mempersalahkannya. Ayah kandung Rana telah meninggal sejak Rana kecil.
Ayah tirinya sangat sayang kepada Rana, walaupun hanyalah anak tiri. Rana tak pernah mendapatkan perhatian dan kasih sayang dengan embel-embel "Anak tiri".
Ya, Rana selalu bersyukur atas itu. Setidaknya kehidupannya patut disyukuri karna banyak yang tidak seberuntung dirinya.
Apalagi kalau dia mengingat masa kecilnya dulu. Dia sangat bahagia. Dia adalah anak yang cerewet, suka bercerita dengan wajah riang. Dia sering kali bercerita dengan ayahnya. Menurut Rana, hanya ayahnya yang mampu mengerti isi hati Rana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Hening
Teen FictionDia, perempuan tanpa suara. Aku, lelaki tanpa sepi Dia membenci keramaian Aku membenci kesunyian. Sikap kami aneh, sulit ditebak. Kami berbeda Kadang, aku bertanya dalam mimpi Dapatkah kami memeluk erat perbedaan itu? Atau, dapatkah kami bersisian t...