8.

42 9 2
                                    

"Ohh, itu! Dia Ara, satu komplek juga sama kita, Yan." ujarku dengan semangat kepada Kean yang sedari tadi tengah menatap langit dalam diam.

"Lo tau dari mana kalau dia satu komplek sama kita? Emang lo udah memastikan kalau dia tinggal di sini?" tanya Kean dengan nada suara yang terdengar sangat mengesalkan di telingaku.

"Ih, lo kenapa sih, Kean? Kok tiba-tiba jadi sensi?" tanyaku heran melihat mood Kean yang berubah drastis seperti ini. "Jelas-jelas tadi dia ngasih tau gue alamat rumahnya. Lagian, dia juga baik sama gue."

"Tau dari mana kalo dia orang yang 'baik-baik' aja?" tanya Kean lagi yang kini menatapku. Aku hanya diam, menatap balik sosok laki-laki yang duduk tepat satu meter di depanku.

"Lo kenapa, Kean?" aku bertanya dengan nada yang amat pelan hingga mungkin aku tidak menjamin Kean akan mendengarnya. Aku hanya bingung dengan Kean yang bertingkah seperti Kean yang tidak ku kenal sama sekali.

Ku lihat Kean menundukkan kepalanya, kemudian mengambil tarikan nafas yang cukup panjang dan menghembuskannya.

Aku tahu, ia sedang menenangkan dirinya, seperti yang dulu-dulu ia lakukan sehabis bertengkar dengan Mamanya. Dan kini ia melakukan itu setelah berbicara denganku. Ada apa dengan Kean?

"Maafin gue, Win, tadi gue emosi." kata Kean pelan. Ia berdiri kemudian berjalan menyebrangi balkon antara kamar kita berdua dan duduk di sampingku dalam diam. Dan hanya diam yang menyelimuti antara aku dan Kean selama sepuluh menit kemudian.

"Gue khawatir," Kean bersuara, membuat aku menoleh ke arahnya yang sekarang tengah duduk di sampingku. "Akan?" tanyaku. "Gue khawatir sama lo, Windy. Khawatir kalau si—siapa tadi? itu nggak sebaik yang lo pikirkan." lanjut Kean.

"Ara orang baik, Kean." kataku lagi-lagi ingin membuat Kean yakin. "Dan gue percaya kalau Ara bukan cowok sembarangan." lanjutku. Kean hanya mengangguk, tidak memberi respon apapun selain anggukannya itu.

"Gue balik dulu, Win." Kean bangkit dan kembali menyebrang menuju kamarnya. Dan hal yang selama ini tidak pernah ia lakukan selama kita bersahabat akhirnya terjadi untuk pertama kalinya. Kean menutup pintu sekaligus tirai kamarnya, membuat aku menyadari kalau Kean mulai membangun jarak.

Satu jam kemudian, suara ketukan pintu kamarku membuat aku tersadar dari pikiranku yang bercabang entah sudah sampai mana. "Ayuk makan malam, Kak." suara Ger terdengar di baliknya. Aku menyaut dan segera merangkak keluar dari ranjangku kemudian turun menuju ruang makan yang ternyata sudah ada Ibun dan Ger.

Aku duduk di samping Ger dan Ibun di depan kami berdua. Ibun tampak lebih diam dan pucat. Aku menyadari ada sesuatu yang salah dengannya. Tapi, kalau aku bertanya saat ini juga, yang ada aku hanya akan mendapat jawaban diluar dugaanku.

"Baca doa dulu." kata Ibun sebelum aku dan Ger mulai menyendok makanan di piring masing-masing.

Aku benar. Ibun aneh.

Tidak biasanya setelah Ayah meninggal Ibun melihat hal-hal kecil seperti itu dari aku dan Ger. Dan malam ini... Ibun menyadari itu.

Ibun berdeham pelan, "Gimana sekolah, Gerald?" tanyanya yang sukses membuat Ger mengangkat pandangannya dari makanan di piringnya. "Ya, gitu-gitu aja, Bun." jawab Ger. Aku yang mendengar jawaban Ger menyiku lengannya, membuat Ger bertanya cukup keras, "Kenapa sih, Kak?"

"Itu Ibun nanya, di jawab yang bener dong, Ger." kataku sedikit kesal dengan sikap Ger. Ibun memandang kami berdua bergantian. Tidak ada ekspresi. Hanya diam dan menatap. "Ya tadi kan udah Ger jawab juga." kata Ger kesal dan memilih untuk melanjutkan makan malamnya.

"Gimana kuliah kamu, Win?" tanya Ibun padaku. Sekarang giliran aku yang menatap Ibun lurus tepat di manik matanya yang tampak lelah. "Baik, Bun. Sebentar lagi Windy mau UAS." jawabku sebisa mungkin untuk tidak terdengar begitu senang.

"Ibun, gimana kerjanya?" tanyaku balik. Tidak ingin obrolan di meja makan malam ini terhenti begitu saja. "Baik-baik aja, kan?"

Saat pertanyaan itu terlontar dari mulutku, detik itu juga Ibun mematung. Ibun menatap Ger dan aku bergantian dengan wajah yang gelisah. Seharusnya aku tau dari awal kalau Ibun sedang ada masalah dengan peker—"Ibun di pecat."

- - - - -

a/n: /peluk Kean/

Arsiani
7.1.2017

Jendela RajutWhere stories live. Discover now