Hayyy, maaf ya telat up banget. Happy reading(:
.
Gadis 14 tahun itu hanya diam untuk kesekian kalinya. Ada apa dengannya? Apa dia takut melawan gadis itu? Apa gadis itu terlalu kuat untuknya?
"Kenapa diam? Nggak berani sama gue? Kalo udah tau ngga berani kenapa terus deket-deket dia hah?" Gadis itu membawanya ke taman belakang. Sepi? itu pasti. Mau apa dia? Gadis itu ingin menamparnya sekali lagi. Tapi, dengan cepat dia memegang tangannya.
"Siapa bilang aku takut? HAH IN YOUR DREAM KAK!"
"Oh jadi udah berani?" Gadis itu mengamblin alat bantu ditelinganya dan langsung menginjaknya.
Stefi bangun dengan nafas tersengal-sengal. Seperti habis dikejar setan dalam mimpi. Entah kenapa, stefi nangis. Stefi langsung pergi ke kamar Abangnya. Memeluk abangnya yang lagi tidur.
"Ada apa? Kok nangis? Mimpi buruk ya" Stefi hanya menganggukan kepalanya. Tanpa bertanya lagi abangnya membalas pelukkan adiknya. Hingga tangisan itupun sedikit reda.
"Gue dapet mimpi yang sama lagi bang. Gue nggak tau kenapa, gue takut mimpi itu lagi. Tapi, gue rasa itu mimpi--- bagian dari masa lalu gua yang terlupakan. Kalo misalkan itu benar---" Stefi menghela nafas pelan. Mengambil nafas dengan tenang. Dan memeluk abangnya lagi.
"Jangan takut dek. Ada gua, kalo lo bener-bener mau tau apa yang terjadi di masa SMP lo, gua bisa bantu lo. Tapi, jangan nyesel kalo udah tau ya. Jangan nangsin yang udah pergi. Janji sama gua ya, jangan nangis lagi. Lo tau? Kalo lo nangis, gua merasa gagal jadi abang."
"Seburuk itukah bang?"
"Udah lo tidur aja. Kalo masih takut, tidur di sini aja." Lagi dia hanya menganggukan. Dia merebahkan badannya di samping kakaknya. Tak lupa berdoa sebelum tidur, stefi melanjutkan tidurnya.
Sinar matahari sudah menyeruak ke segala sudut kamar ini. Dia bangun dan langsung bersiap-siap ke sekolah. setelah semua sudah selesai dia berangkat ke sekolah. Dan sekarang dia sudah di kelas. Prisca belum datang jadi, stefi mendengarkan lagu di handphonenya dengan mengunakan earphone. Ada yang menarik telinganya. Stefi sudah menduga itu Prisca.
"Diem Pris." Perintah stefi untuk Prisca. Memasang lagu earphonenya.
"Jadi saya suruh diam? Ya sudah, saya pergi saja ya." Ini suara laki-laki. Berarti bukan prisca. Stefi menoleh ke arah suara berasal.
"Eh kak. Ngapain ke sini?"
"Tadi pas di lorong sekolah, saya liat kamu, terus mata kamu keliatan sembab gitu. Jadi saya ikutin. Hehe. Kamu habis nangis ya?"
"Maaf, Bukan urusan kakak." Stefi yang sedang dalam suasana unmood.
"Ya sudah saya pergi."
"Hm jangan deh. Ah pergi ajalah. Ngga guna kakak juga."
"Kamu labil ya." Ucapnya sambil mengacak rambutnya. Karena tahu Stefi sedang dalam unmood. Dia meninggalkannya.
Sebagian rasa di mana Stefi ingin dia tetap di sini. Sebagian lainnya ingin dia pergi. Stefi menarik rambutnya keras. Merasa frustasi dengan keadaan yang sedang terjadi.
"Stef lo kenapa jambak rambut gitu sih?" Tanya fano yang tiba-tiba datang entah dari mana asalnya.
"Lah situ ngapain di sini?"
"Tadi sih gua lagi lewat kelas lo. Terus liat lo narik rambut. Gue langsung ke sini deh."
"Ah peduli banget si kamu fan. Jadi makin sayang gua." Ucapnya sambil memeluk fano.
"Ini anak kumat dah alaynya." Stefi melepas pelukkanya.
"Eh fan, Lo tau kenapa gua bisa lupa ingatan?"
"Tau lah stef. Lebih tau daripada abang lo malah. Jadi lo itu-----"

KAMU SEDANG MEMBACA
Violet As Grey
Novela JuvenilBagaimana rasanya jika dilupakan orang yang kamu paling sayangi? Bagaimana jika orang itu lupa ingatan disebabkan oleh kamu sendiri? Sedih? Itu pasti. Itulah yang dirasakan oleh Adrian Sadena W. Jika ingatanmu hilang dan masa-masa sulit berada da...