Kriing...
Cowok dengan rambut hitam pekatnya itu sedang menyetir mobil menuju ke rumahnya, sampai dering telepon berbunyi dan mengharuskannya untuk menghentikan laju mobilnya. Ia berdecak sebal. Padahal, ia ingin sekali cepat-cepat sampai rumah, mandi, mengganti baju, lalu tidur di kasur empuknya. Siapa sangka kalau ia harus mendapat telepon tidak terduga?
"Halo?"
"..."
"Kamu dimana?"
"..."
"Ya udah, aku ke sana sekarang."
Fizha menutup sambungan teleponnya, kemudian menarik napasnya pasrah. Andien, pacar barunya yang selalu merepotkannya itu berulah lagi. Untung dirinya masih bisa sabar, kalau tidak? Tentu saja cowok itu akan langsung memutuskan hubungannya dengan Andien. Bagi Fizha, memutuskan cewek adalah hal yang kelewat biasa. Fizha tidak pernah sedikitpun memikirkan perasaan cewek yang ia sakiti, hatinya terlalu batu untuk sedikit bertoleransi.
Tidak sampai setengah jam, mobil hitam milik Fizha telah terparkir rapi di basement mal ternama. Tadi Andien yang memintanya untuk menjemput cewek itu di sini. Katanya, sih, cewek itu kerepotan membawa belanjaan dan ia membutuhkan bantuan. Fizha yang masih berpura-pura menjadi pacar yang baik, tentu saja harus datang dan menjemput Andien, mau tidak mau.
Fizha melangkahkan kakinya menuju gedung mal, ia menyapu pandangannya ke seluruh tepian mal, mencari keberadaan Andien.
Sekita lima menit kemudian, akhirnya ia menangkap sosok Andien yang tengah memilih-milih baju di sebuah toko baju terkenal. Tangan kiri gadis itu menenteng beberapa paperbag dan kantong plastik. Sedangkan di tangan kanannya terdapat tas lengan, dan jemarinya dengan lihai menggeser-geser baju yang digantung rapi.
"Ndien," Fizha menepuk pundak cewek itu, sekedar untuk memberi tahu bahwa dirinya telah berada di sana.
"Eh, sayang," Andien tersenyum manis, kemudian menyodorkan tas belanjaannya kepada Fizha. "Pegangin ya sayang? Aku ribet nih, please.."
Fizha menarik napasnya, kemudian memaksakan bibirnya untuk tersenyum. "Oke." kemudian ia mengambil alih semua tas belanjaan itu dari tangan Andien.
"Sayang, ini bagus nggak di aku?" Andien mengambil satu potong baju kemeja berwarna putih dengan corak garis-garis hitam kemudian mengepaskan baju itu di tubuhnya.
"Iya," jawab Fizha pasrah. Sebenarnya ia tidak tahu sama sekali apakah baju itu cocok dengan Andien atau tidak, dan ia tidak mau ambil pusing.
"Oke, aku bayar dulu, ya!" kata cewek itu kemudian melesat pergi menuju kasir.
Setelah membayar baju yang dipilihnya tadi, Andien kembali dengan menenteng satu buah paperbag berwarna putih. Ia kemudian tersenyum ceria saat melihat Fizha dengan sabar menunggunya.
"Udah belanjanya?" tanya Fizha dengan nada bicara yang dibuat selembut mungkin.
Andien mengangguk, "Udah. Eh, tapi anter aku ke toko kado dulu, yuk? Mama aku ulang tahun minggu depan,"
"Oke."
oOo
Lisa dan Arnold baru saja sampai di tempat tujuan mereka, toko kado. Mata Lisa membelalak saat dirinya melihat sangat banyak souvenir-souvenir yang lucu dan menarik. Cewek itu dengan antusias langsung memasuki toko kado tersebut dan mengelilinginya. Arnold hanya menggeleng sambil terkekeh, ternyata Lisa sangat suka dengan barang-barang yang lucu.
"Kak Arnold! Sini deh!" panggil Lisa sembari melambaikan tangannya, menyuruh Arnold untuk menghampirinya.
"Ada apa, Lis?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Always (Be My Destiny)
Teen FictionAda banyak teka-teki dalam kehidupan. Salah satunya, perasaan. Seseorang bisa saja menyembunyikannya, atau malah memalsukannya. . . [!!!] Mohon tinggalkan jejak, jangan jadi dark readers ya :) terimakasih yang sudah mau menghargai karya saya. [Publi...