[4] - Anxious

58 11 2
                                    

Fizha menarik napasnya dalam-dalam. Setelah meninggalkan Lisa sendirian di taman belakang sekolah dan membiarkan gadis itu bingung dengan kata-katanya, Fizha merasakan ada yang mengganjal. Tapi cowok itu tetap berusaha meyakinkan dirinya kalau itu hanyalah perasaan yang biasa ia alami, sama seperti ketika ia meninggalkan gadis-gadis mainannya yang lain. Bagi Fizha, Lisa tetaplah sama dengan mantan-mantannya dulu. Tapi entah apa yang membuatnya enggan menjadikan gadis itu sebagai pacar. Ada rasa bersalah ketika sisi jahatnya menyuruh ia untuk menjadikan Lisa sebagai permainan. Ada rasa yang membuatnya enggan menyakiti gadis itu. Tapi cowok itu terlalu bangga dengan notabenenya yang sebagai seorang playboy, hal itulah yang membuat dirinya yakin kalau Lisa sama saja dengan gadis yang lainnya. Ia tidak pernah serius dengan hubungannya.

"Fizha, tunggu!" suara cempreng yang sangat Fizha kenali menginterupsi langkah kaki cowok itu. Fizha memutar bola matanya malas, cewek yang memanggilnya bagaikan terror yang selalu mengganggu.

"Apa lagi sih, Kar?" Fizha menatap tajam cewek itu, Kara namanya.

"Kamu tuh gimana sih, masa pacarnya ditinggal sendirian!" rengek Kara manja, cewek itu bergelayut manja di tangan kanan Fizha.

Fizha melepaskan tangan Kara yang melingkari tangannya, kemudian menghela napas dalam-dalam.

"Dengar ya, Amanda Karalia, lo sama gue itu udah bukan pacar. Oke? Jelas kan? Sekarang nggak usah ikut campur masalah gue lagi." Fizha melangkah santai meninggalkan Kara yang tengah memilin rambut curly buatannya sambil cemberut.

"Fizha! Tapi kamu belum mutusin aku!" bentaknya dengan suara cempreng.

"Oke! Kita putus." jawab Fizha enteng tanpa menoleh sedikitpun.

"Ih! Apa-apaan sih!" Kara menghentakkan kedua kakinya di lantai, mengundang tatapan jijik dari orang-orang yang berjalan melewatinya.

"Apa lo lihat-lihat gue?!" bentaknya galak. "Awas aja ya, siapapun cewek yang dekat sama Fizha, bakal tahu balasannya!"

oOo

Lisa dan Arnold tengah berada di kantin sekolah, menikmati es krim yang baru saja mereka beli. Setelah kejadian miris yang baru saja ia alami, Lisa memilih untuk bangkit. Meskipun terasa sangat sulit, ia yakin bisa melewati semuanya.

"Gimana, es krimnya enak kan, Lis?" tanya Arnold sembari tersenyum.

"Enak banget, Kak," Lisa balas tersenyum, manis sekali.

"Lis," panggil Arnold dengan nada bicara yang lembut, membuat jantung Lisa sedikit berdebar lebih kencang daripada biasanya.

"Iya kak?"

"Senyum terus ya, kayak tadi. Gue suka lihat lo senyum, karena lo cantik kalau lagi kayak gitu." perkataan Arnold barusan mampu menimbulkan semburat merah di pipi Lisa, cewek itu merasa nyaman di samping Arnold. Tapi sayang, Lisa belum bisa meyakini hatinya untuk jatuh cinta kepada Arnold.

"Fizha! Ihh, tungguin dong!" teriakan Kara dengan suara cemprengnya menggema di sekitar kantin. Lisa dan Arnold otomatis menoleh ke sumber suara, mendapati Kara yang tengah merengek sambil mengejar Fizha yang jauh berada di depannya.

"Apaan sih lo? Udah gue bilang kan, kita tuh udah nggak ada urusan apa-apa lagi!" Fizha menghempaskan tangan Kara kasar, membuat cewek itu meringis kesakitan.

"Tapi Fizha, aku tuh masih sayang sama kamu! Kamu nggak bisa apa, sayang juga sama aku? Aku bisa kok, jadi yang kamu mau. Kamu pengen aku kayak gimana? Cepet sebutin! Aku bisa turutin semuanya, kok!"

Always (Be My Destiny)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang