2. Dua

313 42 1
                                    

Bima terduduk di kursi paling belakang dalam kelasnya. Lelaki itu memejamkan mata sembari mengenakan headphone berwarna merah darah. Saat itulah dirinya benar-benar tenggelam dalam dunianya. Dunia di mana hanya ada dia dan musik kesukaanya.

Lelaki itu tidak akan pernah peduli dengan tatapan-tatapan memuja dari gadis-gadis di sekitarnya. Baginya, tatapan itu hanya dilancarkan secara fisik, menilai dari sebuah cover yang kapan saja dapat berubah tanpa diduga. Hal itulah yang membuat lelaki 18 tahun itu menutup segala kepeduliannya terhadap mereka, para manusia bergender wanita.

Srek!

Suara kursi yang didorong mampu membuat Bima membuka kedua kelopak mata yang terpejam. Sekalipun tak pernah ada yang menempati bangku di sebelahnya, selain satu gadis yang selalu menempel padanya.

"Akhirnya ada yang gue kenal di kelas ini." Suara itu membuat Bima melepaskan headphone dari kepalanya.

Bima menaikan alisnya. "Lo kenal gue? Kok gue enggak."

Lelaki itu tertawa mendengar ucapan Bima, dengan santainya ia duduk di bangku sebelah Bima dan menepuk pundak lelaki itu. "Abimayu Nagendra, kan?" ujarnya.

"Ya."

"Gue Kenzie, Prawara Kenzie. Masak lo nggak inget sama gue, gue kan yang tadi malam kerumah si Trisha, ingatlah pasti."

Bima terdiam beberapa saat sebelum ia teringat dengan makhluk astral yang mengaku mengenal Trisha. Apakah dia orang yang semalam? Bima rasa iya. Sebentar lagi mungkin ia harus mengecek halaman sekolahnya, siapa tau dia menemukan UVO di sana.

"Gue bukan makhluk Astral, Bim. Gue nggak bawa UVO, gue jalan kaki tadi," suara itu membuat Bima menoleh sekali lagi.

"Lo cenanyang?"

Lelaki di sampingnya itu menggeleng. "Nama gue bukan cenanyang," jawabnya kesal. "Nama gue Kenzie, Prawara Kenzie."

"Lo siapa?" Suara itu membuat Kenzie maupun Bima menoleh. Di sana, seorang gadis berdiri dengan satu alis terangkat.

"Lo liat UVO nggak pas jalan di lapangan?" tanya Bima menatap gadis yang baru saja menanyakan siapa Kenzie.

Gadis itu menggerutkan kening, tak mengerti dengan pertanyaan Bima, namun ia tersenyum saat menyadari apa yang sedang Bima fikirkan. "Wih iya, tadi ada UVO tapi pas gue liat lagi UVO nya udah terbang." Dia berhenti sejenak untuk menatap Kenzie. "Punya dia ya?"

Bima mengangguk menanggapi candaan gadis itu, sudut bibirnya sudah terangkat membentuk sebuah cengiran saat mendapati tatapan kesal dari Kenzie, hanya sekejap setelah ia kembali menampakkan ekspresi datarnya lagi.

"Bentar," sela gadis itu. "Lo siapa?"

Mengerti dirinyalah yang dituju, membuat Kenzie berdiri, cowok itu mengulurkan tangannya ke arah gadis yang baru saja menanyai dirinya. "Gue Kenzie anak baru di sini."

Andin tersadar dari kejailannya, gadis itu menatap serius ke arah Kenzie, satu alisnya terangkat. "Nggak, bukan itu maksud gue," ujar Andin. "Lo siapa berani duduk di samping Bima?"

Kini Kenzie lah yang menaikan sebelah alisnya. "Gue Kenzie, budek ya lo?"

"Yaudah minggir," usir Andin, mimik wajah yang tadi tersenyum geli kini menampakkan tatapan serius, menyiratkan sebuah perintah samar.

"Gue?" tanya Kenzie menunjuk dirinya sendiri.

Andin berdecak sebal, ditariknya lengan baju Kenzie dan membawa serta manusia itu menjauh dari kursi yang tadi didudukinya. "Harus gue ulang dua kali? Sekarang yang budek siapa?"

Delusi WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang