10. Sepuluh

132 24 0
                                    

Trisha memutuskan untuk tidak mempedulikan Bima yang menganggapnya tak ada. Ini adalah kosekuensi karena telah melanggar perintah Bima. Harusnya ia tetap berada di zona nyamannya, namun ia bosan dengan semua aktifitas yang ia jalani. Sekali ini saja ia memutuskan untuk keluar dari zona nyaman meski itu berarti Bima menjauhinya.

Ia selalu berfikir bahwa sekolah adalah tempat yang menyenangkan, namun ia salah. Banyak tatapan sinis yang diarahkan kepadanya, seakan mereka tidak suka melihat kehadirannya.

"Bisa nggak lo nggak usah muncul lagi di sekolah?" Suara itu membuat Trisha membalikan badannya.

Ia menaikan alis. "Memangnya kenapa?"

"Karena lo, Bima makin dingin," sahut Andin.

Trisha tersenyum menanggapi itu. "Dia cuma gak tertarik sama lo."

Andin terkejut mendengar itu, ia menggeleng sebelum berujar. "Bukan itu yang gue maksud."

"Lalu?"

"Gue muak terus-terusan mendengar celotehan anak-anak kelas tentang lo," jawab Andin. "Karena lo Bima seperti ini, dan gue harap lo nggak ngebuat kelas kita seperti neraka lagi."

Trisha bersidekap, ditatapnya Andin dengan tajam. "Jadi maksud lo, gue adalah perusak suasana?"

Andin membalas tatapan tajam itu dengan senyum sinis. "Baguslah kalo lo sadar."

"Maka gue nggak akan pernah pergi," ujar Trisha yakin yang membuat Andin menaikan sebelah alisnya.

Trisha mengangguk menanggapi raut bingung Andin. "Iya gue nggak akan pergi agar lo nggak bisa ngerasain kenyamanan kelas."

"Terserah apa kata lo, gue sendiri yang bakal ngebuat lo nggak betah di kelas."

"I dare you," sahut Trisha datar.

=== Delusi Waktu ===

"Gue denger semuanya."

Trisha terkejut mendengar suara itu, ia menegadahkan kepalanya untuk melihat siapa yang telah menghentikan langkahnya. Tepat saat tatapan keduanya bertemu, satu tetes air mata Trisha terjatuh.

Kenzie mengusap pelan kepala Trisha. "Gue tau, nangis aja."

"Gue nggak akan pernah pergi," lanjut Kenzie lagi.

"Mungkin Bima bener, nggak seharusnya gue pergi dari zona nyaman."

Kenzie geram mendengar itu, ia memeluk Trisha tanpa izin. "Bima yang ngebuat lo nyesel pergi dari zona nyaman lo, Bima salah tentang semuanya."

"Tapi-"

"Lakukan apa yang menurut lo benar. Kalo Bima menjauh, inget, gue selalu ada buat lo."

"Lo emang nggak sepantesnya di sini." Suara Andin terdengar sinis. Gadis itu telah berdiri di ambang pintu toilet.

"Gue nggak nyuruh lo berkomentar," sahut Kenzie.

"Gue nggak ngomong sama lo," balas Andin.

"Tapi gue ada di sini," sahut Kenzie sekali lagi.

Andin memutar bola matanya. "Lo cukup tutup telinga."

"Lo nggak berhak ngatur gue."

"Udah!" lerai Trisha saat Andin membuka mulutnya. Gadis itu menarik paksa Kenzie menjauhi lokasi itu.

=== Delusi Waktu ===

Tatapan panas. Itulah yang Trisha rasakan ketika ia duduk di bangkunya. Ia menyadari begitu banyak mata yang menatap tak suka ke arahnya. Bukan hanya itu, ia tau bahwa saat ini Bima sedang menampakkan kemarahan pada raut wajahnya, sekali lagi Trisha harus merasa bersalah dengan atmosfir yang tercipta di kelasnya.

"Bisa nggak si lo santai?" tanya Kenzie saat menyadari keheningan panjang di dalam kelasnya.

"Lo seakan nggak mau Trisha hidup," ujar Kenzie lagi.

Bima menoleh ke arah Kenzie. Tatapan nyalang langsung ia berikan saat kedua matanya bertemu dengan Kenzie. "Lo yang udah ngebuat dia seperti target untuk dibunuh."

Dalam diamnya Trisha membelalakan mata, sebegitu salahkah ia kepada Bima sampai lelaki yang dulu selalu menemaninya, kini berbalik menyerangnya?

Trisha berdiri, untuk kali yang kesekian semua tatapan mata tertuju ke arahnya. Gadis itu berbalik untuk menatap Bima. Ditekannya seluruh rasa sakit yang menjalar di hatinya, dicegahnya dengan sekuat tenaga agar air mata tak menyeruak keluar.

"Sebegitu salahkah gue di mata lo, Bim?" tanya Trisha pada akhirnya.

Bima berpaling, ia menatap Trisha tak acuh. "Lo siapa? Berani ngomong sama gue?"

"Stop seolah lo nggak peduli sama gue!" teriak Trisha pada akhirnya. Gadis itu tidak peduli bahwa sekarang banyak mata yang menghujam ke arahnya.

"Tahan, Bim," ujar seseorang yang kini menepuk pundak Bima.

Bima diam mendapati tepukan di pundaknya, ia tahu siapa yang melakukannya. Bahkan ia tidak keberatan ketika orang itu mulai memeluk lengannya.

Trisha menganga menyaksikan itu, tanpa sadar tanganya mengepal. Ditatapnya nyalang gadis yang berani melakukan itu kepada Bima. Kalo saja ia berani, ingin rasanya ia enyahkan gadis itu sekarang juga. Tapi Trisha tau, Bima tidak akan berpihak kepadanya kali ini.

"He's mine," ujar Andin dengan senyum meremehkan.

=== Delusi Waktu ===

25 September 2017


Delusi WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang