16. Enam Belas

121 23 4
                                    

Flash Back

Bima berdiri di depan pintu ruang rawat Trisha, lelaki itu memutuskan untuk membawa Trisha ke rumah sakit mengingat gadis itu sudah dua kali pinsan. Dengan cemas ia mendengarkan perkataan dari dokter pribadi Trisha.

"Virusnya dengan cepat menyebar setelah ia tidak meminum obat penghambatnya," ujar Aldo, dokter pribadi Trisha.

Bima merutuki dirinya, ia lupa mengingatkan Trisha untuk meminum obatnya selama seminggu karena kemarahannya. Seharusnya ia tetap mengingatkan Trisha akan obatnya, namun kemarahan mengambil alih semua kepeduliannya untuk beberapa waktu yang lalu.

"Dia harus banyak istirahat, agar virus lain tidak masuk ketubuhnya," lanjut Aldo.

"Kekebalan tubuhnya sudah menurun drastis semenjak sebulan yang lalu, saya tidak habis fikir tentang itu, Bima." Ujar Aldo lagi. "AIDS bukanlah penyakit biasa, seharusnya kamu bisa lebih menjaganya."

"Apa?" Pertanyaan itu membuat Bima dan Aldo menoleh. Di sana, Bima melihat Kenzie berjalan ke arahnya dengan tampang bertanya.

"AIDS, Trisha mengidap penyakit mengerikan itu?" tanya Kenzie.

"Itu alasan kenapa gue ngelarang lo ikut campur," jawab Bima.

"Andin!" Bima mengejar gadis itu saat ia menyadari kehadiran Andin di sana.

Bima menarik tangan Andin ketika gadis itu berusaha untuk kabur. Lelaki itu membalikan tubuh Andin sehingga menghadap ke arahnya.

"Lo denger?" tanya Bima.

Andin mengangguk, gadis itu menampakan tatapan kosong ke arah Bima. "Apa semua itu bener?" tanya Andin.

Bima mengangguk, tagan yang tadi mencekal pergelangan Andin beralih memegangi kedua pundaknya. "Gue mohon sama lo, jaga rahasia ini."

=== Delusi Waktu ===

Kenzie menarik tangan Trisha, ia menyentakkan Trisha hingga gadis itu berada dalam pelukannya. Dengan sekuat tenaga, Kenzie mencegah agar pelukannya tidak melonggar, karena Trisha berusaha melepaskan pelukan Kenzie.

"Lepasin gue," ujar Trisha.

Kenzie menggeleng, lelaki itu semakin mengetatkan pelukannya saat dirasakan Trisha menangis. "Lo bisa tertular," ujar Trisha lagi.

"Gue nggak nyata," bisik Kenzie. "Jadi gue nggak masalah dengan itu."

Mendengar itu membuat Trisha semakin menangis, gadis itu membalas pelukan Kenzie erat seakan setiap tangis yang keluar itu adalah sebuah kesakitan. Trisha mengadu dalam tangis, gadis itu menceritakan dalam diam bagaimana perasaanya saat ini.

Kenzie mengerti apa yang ingin Trisha sampaikan kepadanya, ia sangat paham mengapa Trisha seperti ini. Lelaki itu mengusap kepala Trisha, tidak dipedulikannya beberapa pasang mata yang menatap Kenzie dengan tatapan heran.

=== Delusi Waktu ===

"Andin," panggil Bima saat dilihatnya gadis itu duduk di bangkunya.

"Lo yang nyebarin ini?" tanya Bima melemparkan kertas yang tadi sempat dibuangnya.

Andin menatap kertas itu, tanganya membuka kertas yang telah lusuh. Gadis itu mengerti mengapa Bima menatapnya marah. Namun, ia tidak takut jika kali ini ia harus berdebat dengan Bima.

"Iya."

"Kenapa?"

"Lo berubah semenjak dia ada di sini," jawab Andin jujur.

"Nggak kayak gini caranya lo ngejatuhin orang," komentar Bima. Jelas dari tatapan matanya ia mulai emosi.

Andin berdiri, gadis itu menegadah untuk menatap kedua mata Bima. "Dia yang nantang gue."

Bima terdiam, ditatapnya gadis yang tepat berada di depannya. Ia tahu sifat Andin, gadis itu adalah orang baik. Dia tidak akan melakukan hal bodoh untuk menjatuhkan orang lain jika ia tidak ditantang.

"Tapi lo keterlaluan," ujar Bima akhirnya.

Andin membuang muka. "Gue cuma mau nguak suatu fakta, apa itu salah?"

Bima memutar tubuh Andin ke arahnya, sebisa mungkin lelaki itu memposisikan kepala Andin agar bertatapan dengannya. "Fakta yang lo sebar itu, berbahaya."

"Lebih berbahaya mana? Nyawa puluhan orang yang ada di kelas ini, atau rahasia dia?" tantang Andin ketika melihat tatapan kemarahan masih saja menyulut dari Bima.

"Lo nggak ngerti keadaanya."

"Gue nggak mau ngerti, gue cuma mau dia enyah dari sini!" jawab Andin tanpa diminta.

"Bukan gini caranya nyingkirin orang yang nggak lo suka, terlebih orang itu adalah Trisha."

"Segitu pentingnya dia di hidup lo?" tanya Andin lirih. Ia tak mengerti mengapa Bima peduli pada Trisha. Sejak kapan mereka saling mengenal? Mengapa Andin tidak pernah tau?

"Iya," jawab Bima. "Dia penting. Bahkan gue rela nuker nyawa untuk dia."

Plak!!!

Andin menampar Bima geram. Andin menatap Bima, matanya berkaca-kaca seakan kata-kata itu telah membuat hatinya terluka. Namun, ia tidak menyesal melakukannya. Bima salah mengatakan bahwa ia mau mepertaruhkan nyawanya hanya demi seorang gadis bernama Trisha.

"Hanya gue yang boleh bunuh lo! Hanya gue yang boleh ngebuat lo mertaruhin nyawa. Bukan dia!" teriak Andin tepat di depan Bima.

==Delusi Waktu==

25 Desember 2017

Delusi WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang