4. Empat

213 32 9
                                    

"Jadi Trisha nggak sekolah bareng kita?" Pertanyaan itu menyambut Bima yang baru saja menuruni tangga menuju meja makan.

Bima mencibir. Lelaki itu mengambil roti bakar yang telah tersedia di meja makannya. Dengan kening berkerut Kenzie menanti jawaban Bima yang kini hanya mendudukan dirinya di kursi meja makan dengan santai.

"Lo bilang lo adalah orang yang muncul dari tulisan dia. Tapi lo nggak tau seluk beluk orang yang nulis lo?" jawaban itu dilancarkan Bima setelah roti di tangannya habis tertelan.

Kenzie menatap Bima seolah-olah ingin memiting kepalanya kalo saja ia tidak berada di dalam rumah. Bagaimanapun juga rumah ini masih berstatus rumah Bima, dirinya hanya menumpang meskipun ibunda lelaki itu menganggapnya sebagai anak. Ia harus tetap menghormatinya.

"Dia hanya nulis apa yang menjadi jalan ceritanya. Dia nggak nulis tentang hidupnya," tutur Kenzie dengan ekspresi datarnya.

Bima menarik dua sudut bibirnya membentuk senyuman tipis. "Bagus," sahut Bima. "Jadi hanya gue yang tau tentang dia."

Mendengar itu membuat Kenzie menyipitkan matanya. "Gue denger nada protektif dalam suara lo mengenai Trisha. Lo suka sama dia?"

"Lo nggak dituntut untuk ngerti semua tentang gue, kan?"

"No," ujar Kenzie. "Tapi yang perlu lo tau. Lo fiksi di mata dia. Lo nggak nyata, karna nama lo juga tertulis dalam ceritanya. Dan itu yang gue tau."

Bima menegadah, mata elangnya menatap tajam ke arah Kenzie seakan ingin mengenyahkan lelaki itu dari hadpannya sekarang juga. "Gue real. Bahkan gue kenal dia sebelum dia mulai nyoba untuk nulis."

Kali ini Kenzielah yang mencibir. "Ada hal tidak terduga dalam kehidupan. Namun, seringkali manusia tidak mau melihat apa yang bukan prioritasnya." Kenzie mengatakan itu dengan bahasa baku yang membuat Bima kembali menatapnya tajam.

=== Delusi Waktu ===

"Bisa nggak? Lo nggak usah jalan di sebelah gue?" ujar Bima sengit saat mendapati Kenzie yang terus berjalan rapat di sampingnya.

Mendengar itu membuat Kenzie menampakan wajah memelas yang mampu membuat Bima ingin menggetok kepalanya.

"Sumpah, Bim. Kali ini aja selametin gue dari makhluk-makhluk yang dari kemarin ngerecokin ketenangan gue."

"Makhluk?" Bima menaikan alisnya.

"Anu, yang pake rok-rok gitu."

"Cewek maksud lo?"

"Nah iya cewek. Serem tau mereka, masa gue dicubit-cubit, diraba-raba. Dikira gue patung apa main pegang seenaknya," cerocos Kenzie tanpa jeda membuat Bima menarik bibirnya membentuk senyuman tipis.

"Apa si lo, ganggu banget tau nggak," komentar Andin.

"Gue minta tolongnya ke Bima bukan elo," sewot Kenzie.

"Ya lo tinggal jalan biasa aja nggak usah gandeng tangan Bima, kek homo aja."

"Kenapa?" Kenzie menatap Andin kesal. "Lo cemburu?"

"Ngapain gue cemburunya sama lo? Ga guna," jawab Andin santai. "Lagian nih ya kalo lo nggak mau gadis-gadis ngejar-ngejar lo, harusnya lo ngegandeng gadis lain biar mereka itu pergi dari sekitar lo."

Namun Andin salah mengucapkan itu, ia tidak menyadari perubahan wajah Kenzie yang kini sudah menaik turunkan alisnya ke arah Andin. Merasa diperhatikan gadis itu menghentikan langkahnya.

Cup!!!

Kenzie mencium pipi Andin membuat gadis itu menganga. Hal yang dilakukan Kenzie setelahnya malah membuat Andin ingin segera mencekiknya. Lelaki itu dengan santai merangkul Andin di depan semua mata yang sedari tadi menatap kagum ke arah Kenzie.

"She's mine," ujar Kenzie lantang seakan menegaskan bahwa semua gadis yang sedari tadi mengitarinya tidak punya harapan lagi.

Usaha Kenzie berhasil karena semua gadis yang tadi mengikutinya menatap kesal ke arah Andin dan beranjak pergi.

"Najis, tai, bego," umpat Andin menyentakkan tangan Kenzie yang berada di pundaknya.

Andin segera meraih tangan Bima, menjadikan punggung tangan lelaki itu untuk mengusap pipi yang tadi sempat dicium Kenzie.

"Najis tau nggak si, Bim. Lo nemu di mana si sauadara kayak dia."

Mendengar itu membuat Bima tertawa. Ini pertama kalinya Kenzie menyaksikan Bima dapat tertawa lepas. Seakan lelaki itu lupa bahwa Kenzie bukan hanya menyentuh Andin tapi juga menciumnya.

"Cewek itu mengerikan," komentar Kenzie akhirnya, ia tidak mau menunggu reaksi Bima ketika lelaki itu menyadari apa yang baru saja ia lakukan.

Kenzie melirik Andin yang kini juga menatapnya. "Sekaligus menjijikan kayak dia."

Andin sudah siap dengan serangan makian yang akan ia luncurkan untuk Kenzie, namun niatnya terhenti ketika Bima terlebih dahulu menyahuti ucapan Kenzie.

"Lo lupa, kalo Trisha juga cewek?"

"Trisha?" tanya Andin heran, nama itu lagi terucap tanpa ada suatu penjelasan siapa orang yang menyandang nama Trisha. Tak menemui jawaban membuat Andin menatap Bima seakan meminta penjelasan.

Kenzie menghiraukan pertanyaan Andin, lelaki itu menggeleng ke arah Bima. "Trisha mah bukan sekedar cewek, tapi dia itu Rapunzel."

Untuk kali yang kesekian dalam obrolannya bersama Kenzie, Bima kembali menaikkan alisnya. Sungguh ia tidak mengerti apa yang dibicarakan manusia di sebelahnya ini. Kalo memang Kenzie masih bisa digolongkan sebagai manusia.

Mengerti arti raut wajah Bima yang seakan kebingungan, Kenzie membuka suaranya walaupun tak diminta. "Rapunzel, lo tau kan dongeng Rapunzel yang rambutnya panjang gitu yang warnanya kuning terus dikurung di menara."

"Iya gue tau," potong Bima sebelum Kenzie melanjutkan ceritanya.

"Nah lo ibu tirinya," balas Kenzie dengan cengiran lebar yang terbentuk di bibirnya.

Kalo saja tidak banyak manusia di koridor yang sedang memperhatikan mereka berdua, mungkin Bima akan segera melenyapkan Kenzie di sampingnya.

Namun, belum sempat fikiran itu terealisasikan, kedua langkah kaki Bima terhenti ketika di ujung koridor menuju kelasnya, berdiri seorang gadis yang sekalipun tidak pernah ia bayangkan berada di sana.

Trisha, gadis yang sedari tadi menjadi topik perbincangan antara Kenzie dan Bima, berdiri dengan senyum sumringah ke arah Bima, kakinya yang terbalutkan flat shoes merah melangkah pasti menuju ke arah Bima.

"Jadi ini yang namanya sekolah, seru ya, Bim," ujar Trisha saat tubuhnya berada tepat di depan Bima.

Andin menaikan alisnya ketika melihat Bima menegang di tempatnya. Lelaki itu segera melepaskan tangan Andin darinya.

"Ikut gue." Tanpa aba-aba, Bima menarik tangan Trisha, meninggalkan Kenzie dan Andin yang menatap Trisha dengan pandangan benci.

"Kenapa?" tanya Trisha di sela tarikan Bima.

"Kita pulang."

=== Delusi Waktu ===


21 Juni 2017

Delusi WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang