"Din, maaf ya aku ga bisa." Ini bukan pertama kali aku menolak ajakan Dinda untuk menemaninya, aku sibuk. Menjadi seorang wakil ketua UKM membuatku terpaksa menghabiskan hampir seluruh waktuku untuk mengurus ini itu.
"Yaudah, aku sendiri aja." Dinda marah dan aku memakluminya. Aku juga sadar kalau aku jahat karena membiarkan Dinda—yang sedang sakit—pergi ke dokter sendirian.
"Emang ga ada Mas Wirga?"
"Dia juga sibuk sama kuliahnya." Suara Dinda yang terdengar serak membuatku makin merasa bersalah.
"Atau mau aku bilangin Mba Mine buat anter kamu?" Bujukku.
"Gausah, ngerepotin." Jawab Dinda, singkat.
"Kalo gitu nanti aku kerumah ya, mau dibawain apa?" Aku masih berusaha membujuknya.
"Ga usah bawa apa-apa, aku cuma bisa pegang omongan kamu. Ah, mau ingetin aja kalo ini janji kamu yang ke empat dan semoga ga berakhir sama kaya tiga janji sebelumnya. Aku tutup, Assalamualaikum." Dinda langsung memutus sambungan, aku bahkan belum menjawab salamnya.
"Dan, bantuin nih. Lo malah bengong." Ucapan Mas Panji—ketua UKM—membuyarkan lamunanku.
"Iya Mas." Aku buru-buru memasukkan handphone-ku kedalam tas dan meninggalkannya diatas meja.
***
"Makasih buat hari ini, gue harap kerja keras kita dua minggu terakhir ga sia-sia dan pas hari-h semua lancar. Rapat gue tutup, kalian semua bisa pulang." Penutup singkat dari Mas Panji mengakhiri aktivitasku dan dua puluh tujuh anggota lain.
"Dan, udah kelar kan berkasnya?" Tanya Mas Panji, dia menghampiriku yang sedang membereskan proposal pengajuan dana dan sponsor.
"Udah Mas, lengkap semuanya. Gue juga udah dapet tanda tangan Kapro. Aman!"
"Saik lah, gak sia-sia gue punya wakil kaya lo." Mas Panji menepuk bahuku pelan.
"Gimana sama Alysa?" Lanjutnya.
"Alysa? Gue ga ada hubungan apa-apa mas sama dia, ngaco lo."
"Lah, gue denger lo pacaran sama dia pas semester satu?"
"Bukan pacaran, Alysa bahan khilaf gue doang waktu itu. Gue punya pacar mas, dari SMA."
"Lama juga, ga bosen Dan? Gue aja pacaran setahun udah bosen."
"Ngga lah, hubungan gue kan ga lempeng gitu aja, pacar gue juga asik, dia udah tau luar dalem gue jadi enak-enak aja."
"Luar dalem?"
"Dia udah tau bobrok sama indahnya gue, lo jangan mikir macem-macem. Gue masih polos mas."
"Halah ga percaya, gue yakin lo lebih pro. Lo satu geng sama orang macem Nata, Radit, Edgar sih."
"Terserah Mas deh. Udah ya, gue balik."
"Yo, hati-hati lo! Salam buat Al--eh pacar lo!"
Aku hanya melambaikan tangan sambil berjalan memunggungi Mas Panji.
