Apa yang kalian harapkan dari seorang sahabat? Dukungan? Semangat? Hiburan?
Atau, apa kalian pernah hanya memanfaatkan sebagian kecil atau mungkin besar dari sahabat kalian? Itu tidak baik.
Sahabat, Ardan butuh itu. Ardan bukan tipe orang yang dengan mudah menyuarakan isi hatinya, ia butuh orang yang tepat untuk mendengar semua keluh kesahnya.
Bukan Mas Panji, Mas Panji tidak cukup kuat untuk dijadikan sahabat Ardan karena ada tembok besar yang menjadi penghalang.
Apalagi Alysa, saat melihat wajah Alysa saja membuat Ardan mengingat kembali betapa bodohnya ia waktu itu.
Sudah hampir delapan minggu Ardan berada di Balikpapan, empat minggu pertama memang berjalan dengan lancar, namun minggu berikutnya tidak begitu mulus. Daerah tempat Ardan menginap kini benar-benar terpencil dan tidak memungkinkan Ardan untuk menghubungi Dinda —selain via telepon— yang sedang berada jauh disana.
Ardan butuh Dinda saat ini.
Ardan butuh seseorang yang dapat mendengar semua masalahnya tanpa mencela.
Ardan butuh didengar.
Ardan butuh saran.Atau lebih tepatnya, Ardan butuh sandaran.
Ardan duduk didepan rumah tempat dia menginap selama tiga minggu belakangan, gelap, sunyi, Ardan hanya mendengar suara gemericik air dari sungai yang berada tidak jauh dibelakang rumah ini. Ardan menarik napas panjang dan mengeluarkannya secara perlahan seakan ia ingin semua beban ini ikut terbuang bersama.
Ardan rindu kekasihnya dan ia yakin Dinda pun merasakan hal yang sama.
Hati Ardan sakit, ia seharusnya menuruti saran wanita nya itu untuk tetap berada di Jakarta.
Ardan ingin pulang.
Ardan rindu semua hal yang ada di Jakarta.
Study banding yang dikatakan Mas Panji ternyata tak semudah yang dipikir, Ardan dan teman-temannya yang lain bahkan harus begadang hampir setiap malam untuk mengerjakan laporan disetiap kegiatan yang mereka lakukan. Ardan kesal, ia baru semester tiga tapi kenapa tugas yang diemban begitu berat?
Ardan hampir menangis sampai ketika ia merasakan handphone yang ada di saku kemejanya bergetar, dia merasa tidak memasang alarm apapun malam ini.
Mungkin?
Top-up yang berada di layar membuat Ardan tersenyum namun diiringi segukan pelan.
"Ardan, Lagi apa? aku kangen."
Sial, Ardan benar-benar ingin berlari ke Jakarta saat ini juga.
