Pagi

1.8K 176 32
                                        

"Jangan sakit." Ini masih jam enam pagi, aku dan Ardan sudah duduk manis di kelas. Entah kenapa Ardan mengajakku untuk berangkat sepagi ini.

"Iya Dan, aku gak akan sakit kok." Aku yang sedang membalas chat teman-temanku menjawab pertanyaan Ardan sekenanya.

"Bener ya din, sakit itu gak enak. Pokoknya jangan sakit." Ardan yang berada tepat didepanku langsung menundukkan kepala dan membenamkannya diantara kedua tangan.

Aku sadar, Ardan yang sakit.

"Dan, kamu kenapa?" Ucapku sambil memegang tangannya yang sedikit gemetar dan mengeluarkan keringat.

"Aku pusing." Jawabnya lemah.

"Pusing? UKS aja yuk." Ajakku.

Aku yakin seratus persen, Ardan pasti tidak akan mau.

"Gak usah, ini semua gara-gara kamu."

"Hah? Kok aku?" Tanyaku heran.

"Iya, aku pusing karena mikirin kamu."

Astaga.

"Kenapa mikirin aku?"

Ardan maaf, tapi aku senang melihat kamu yang seperti ini.

Bukan yang sedang sakit namun ya kalian tahu kan kenapa?

"Aku mikirin kamu yang selalu mikirin tugas, makanya aku pusing."

Kini Ardan menoleh ke arah kiri sambil mengatur napasnya. Ardan ini sadar tidak sih kalau kita hanya teman.

"Aku mikirin kamu yang jarang makan, aku jadi gak bisa makan."

Aku diam, seakan menyuruh Ardan untuk terus melanjutkan kalimatnya.

"Gak tau deh, aku pusing gara-gara kamu din. Tanggung jawab."

Ardan meletakkan tanganku diatas kepalanya, aku lalu memainkan rambutnya.

"Bikin aku sembuh."

"Caranya?"

"Jangan ajak aku mikir kan aku lagi pusing."

"Oh iya-iya."

"Satu lagi, aku pusing cari cara buat nembak kamu tapi aku gak tau biar romantis itu kaya gimana." Aku otomatis menghentikan pergerakan tanganku di kepala Ardan, Ardan lalu mengangkat kepala dan menatapku.

"Aku gak nembak kamu sekarang, jangan kepedean."

Aku tertawa kecil. Ardan, jangan selalu manis seperti ini nanti aku yang sakit.

"Iya Ardan."

Aku menanggapi kalimat Ardan singkat, detak jantungku sudah tidak karuan namun Ardan masih setenang ini.

"Sekarang tanggal berapa?" Tanya Ardan, aku lalu melihat ke depan kelas.

"Dua puluh empat Februari."

"Nanti malam, iya nanti malam jam dua belas. Kamu jangan tidur dulu ya."

"Tapi kan kamu lagi sakit."

"Kan kamu obatnya, abis nembak juga pasti sembuh."

Ardan bangkit dan dengan lemah berjalan menuju kursi di sebelahku.

"Kamu mainin rambut aku aja, biar aku ngantuk terus tidur, aku suka dimainin rambutnya sama kamu."

Ardan menatapku lemah, badannya panas dan keringatnya banyak. Aku mengambil sapu tangan didalam tas lalu membersihkan keringat Ardan.

"Ardan mending ke UKS aja deh yuk, nanti kamu pingsan kan repot."

"Gak mau, di UKS kan gak ada kamu, aku gak cepet sembuh malah tambah sakit nanti."

"Ardan mau duduk disini? Aku bilang Mina nanti supaya duduk sama Arel."

Mina, teman sebangku aku dan Arel, teman sebangku Ardan.

"Iya Din, kamu berisik ih kan aku lagi sakit."

Bukannya daritadi malah Ardan yang terus bicara?

Sekarang aku diam, menempelkan kepala diatas meja lalu menatap Ardan dan tersenyum.

"Din kamu jangan senyum dong, ini tuh udah gak karuan rasanya."

Ardan menuntun tanganku menuju dadanya dan aku merasakan bahwa detak jantungnya tidak kalah cepat denganku.

"Aku salah terus, Dan."

"Nggak, aku yang salah. Harusnya aku udah nembak kamu dari dulu tapi aku bingung gimana caranya."

"Kenapa?"

"Kamu yang pertama Din, kamu yang pertama bikin aku kaya gini. Aku heran, kamu pake jurus apa sih?"

"Ardan jangan kebanyakan nonton anime ya."

Aku kembali memainkan rambut Ardan, kini Ardan menutup matanya.

"Pokoknya aku sayang kamu." Gumamnya pelan.

Iya Ardan, aku juga sayang kamu.














Story Of Us;Dino ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang